Pelecehan Seksual Marak, Siapapun Bisa Jadi Korban. 6 Aplikasi Ini Berguna Banget Untuk Pencegahan

Warga Jakarta barangkali sudah akrab dengan segara fasilitas yang dikhususkan untuk perempuan. Mulai dari gerbong kereta perempuan, hingga area duduk khusus perempuan di Transjakarta. Di India yaitu negara yang tingkat pelecehan seksualnya lumayan tinggi, sebuah bus yang dilengkapi dengan panic-button akan mulai beroperasi mulai Juni nanti. Saat perempuan merasa ada yang mengancam, tombol bisa dibunyikan.

Soal pelecehan seksual sepertinya bukan hanya menjadi masalah besar di Indonesia, tapi juga banyak negara lainnya. Disamping anjuran bagi perempuan untuk belajar bela diri atau bawa semprotan merica, kini muncul aplikasi-aplikasi berbasis smartphone yang berfungsi sebagai pengaman. Karena berharap akan ada perubahan dalam masyarakat yang telanjur lekat dengan patriarki akan sulit sekali, bolehlah aplikasi-aplikasi anti pelecehan seksual ini menjadi langkah pertama melawan penjahat nurani.

1. Women’s Safety App baru saja diluncurkan di Pakistan. Pencet satu tombol, polisi langsung akan datang

Women's safety app

Women’s safety app via propakistani.pk

Awal tahun 2017 ini pemerintah provinsi Punjab di Pakistan meluncurkan women’s safety app yang merupakan kerja sama antara Special Monitoring Unit dari Staf Perdana Menteri, Otoritas Keamanan Warga dan Komnas Nasional Punjab. Aplikasi ini diciptakan sebagai platform bagi perempuan melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya. Selain itu, aplikasi ini juga akan dilengkapi dengan sebuah tombol yang langsung terhubung dengan Punjab Women Helpline dengan menginformasikan pelaporan sekaligus lokasi kejadian via GPS, ketika pemilik ponsel mengalami kekerasan seksual.

2. Amerika Serikat punya Circle of 6, yang akan menghubungi 6 orang terdekat saat kamu berada dalam situasi tidak aman

Circle of 6

Circle of 6 via www.youtube.com

Sama seperti women’s safety app, aplikasi ini juga berfungsi sebagai pengaman pribadi. Bedanya, aplikasi ini akan memintamu memasukan 6 orang terdekat yang paling kamu percayai. Ketika sesuatu yang buruk terjadi, kamu bisa langsung menekan tombol untuk mengirim pesan darurat kepada keenamnya seperti “Come and get me. I need to go home safely”. Misalkan kamu bertemu seseorang yang sedang kamu hindari, kamu juga bisa kirim pesan ke inner circle-mu “Call and pretend you need me. I need an interuption.”. Selain itu ada pula hotline yang bisa cepat terhubung bila kamu sedang mengalami kejahatan.

3. Aplikasi Kitestring akan menjadi ‘pelacak jejak’-mu. Saat kamu tak bisa dihubungi, tanda darurat akan segera dikirim ke kontakmu

Kite String

Kite String via theurbandater.com

Menyasar agar pengguna bisa melakukan perjalanan yang lebih aman, Kitestring bekerja sebagai perekam jejak. Misalkan hari ini kamu pulang malam dari kantor. Kamu bisa memasukkan data jam berapa kamu berangkat dan estimasi jam kamu akan sampai di rumah. Di jam yang ditentukan, Kitestring akan mengecek apakah kamu sudah sampai di rumah atau belum melalui sebuah pesan. Bila pesan itu tidak terjawab, secara otomatis, Kitestring akan mengirimkan pesan darurat kepada kontak-kontak darurat yang kamu masukan di sana.

4. Bekerja dengan lebih halus, aplikasi Not Your Baby akan memberikan informasi cara-cara menanggulangi pelecehan seksual

Not Your Baby

Not Your Baby via www.appsodo.com

Karena masih dianggap tabu, banyak korban pelecehan seksual yang tidak tahu apa yang dilakukan saat menerima perlakukan nggak menyenangkan. Dari 10 korban, barangkali hanya 1 yang punya kesadaran untuk melapor. Karena itu, aplikasi Not Your Baby hadir sebagai ‘teman’ yang bisa memberimu info apa yang harus dilakukan saat abang-abang di pinggir jalan bersiul padamu atau saat teman kerja di kantor mengerling kurang ajar. Selain itu, aplikasi ini juga menyediakan informasi tentang fakta dan kisah-kisah seputar pelecehan seksual yang bisa membuatmu waspada.

5. Chichago punya aplikasi Here For You, yang akan mengamankan kehidupan di sekitar kampus

Here For You

Here For You via www.luc.edu

Aplikasi ini diluncurkan pada tahun 2014 lalu oleh Loyola University di Chichago, sebagai bentuk pengamanan kehidupan kampus. Selain menjadi sarana untuk melaporkan penyerangan kekerasan ataupun pelecehan seksual di sekitar kampus, aplikasi ini juga bertujuan untuk memberikan ruang bagi korban untuk bicara sementara teman lain memberikan saran-saran yang bermanfaat. Karena selama ini, tidak mudah bagi korban pelecehan seksual untuk menceritakan apa yang dialaminya. Dengan konsep easy-tech yang khas anak muda, staf Universitas Loyola berharap aplikasi ini bisa membantu mahasiswa untuk merasa lebih aman dalam kehidupan kampus.

6. Aplikasi di atas, tentu tidak berjalan di Indonesia. Pertanyaannya, apakah Indonesia sudah punya aplikasi yang fungsinya sama?

Pertengahan tahun lalu, bekerja sama dengan kedutaan besar Amerika untuk Indonesia, kepolisian dan Komnas Perempuan merencanakan aplikasi HELP yang kurang lebih mirip dengan Circle of 6. Ada 4 tombol penting yang tersedia; Emergency Button yang terhubung dengan Komnas Perempuan, Kementerian Sosial, International Organization for Migration (IOM), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), 110 Button, Buzz Button, dan SOS Button yang terhubung dengan polisi.

Andaikan kamu sedang naik taksi yang mencurigakan, kamu bisa menekan tombol-tombol di atas dan pihak-pihak yang terlibat akan mulai melacak lokasimu. Selain aplikasi ini, pemerintah DKI Jakarta juga sedang mengembangkan aplikasi pengaman yang diadaptasi dari India, Safety Pin. Sayangnya, hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut apakah kedua ini sudah diluncurkan atau belum. Mungkin kamu tahu soal perkembangan aplikasi ini?

Memang sebuah aplikasi smartphone tidak menyelesaikan persoalan mendasar dari pelecehan seksual. Ibarat sakit kepala, aplikasi-aplikasi itu hanyalah obat pereda nyeri yang tidak menghilangkan penyebab munculnya sakit kepala itu. Dalam kasus pelecehan seksual, ada banyak masalah yang jadi faktornya. Mulai dari prinsip dominasi gender yang memprihatinkan, hukum yang terkesan longgar, pendidikan yang tidak berjalan, hingga pola pikir masyarakat yang cenderung menyalahkan korban, sehingga sementara korban depresi si pelaku justru bebas tebar pesona di media sosial.

Meskipun hanya berjalan di permukaan, aplikasi-aplikasi keamanan ini layaklah kita apresiasi. Setidaknya ada pergerakan penanggulangan dan smartphone bisa menjadi alat yang lebih berguna dari sekadar untuk stalking mantan. Namun jalan kita untuk menyelesaikan soal pelecehan seksual ini masih sangat panjang, dan menjadi tanggung jawab semua orang. Karena pelecehan seksual bukan semata-mata soal penyaluran birahi yang tidak pada tempatnya, melainkan menunjukkan ada sesuatu yang ‘salah’ dalam masyarakat. Tentu yang lebih perlu untuk diajarkan adalah ‘Don’t rape’, bukan ‘Do not get raped’.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi