Perjuangkan Lingkungan Hingga Harus Korbankan Nyawa, Padahal Semua Demi Masa Depan Negara Tercinta

Petani Kendeng telah melakukan aksi penolakan terhadap pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah sejak Senin (13/3/2017). Mereka melakukan aksi dengan cara menyemen kaki mereka di seberang Istana Negara. Tuntutan mereka adalah dicabutnya izin operasional PT Semen Indonesia yang sudah diterbitkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Mereka menganggap izin tersebut merupakan bentuk pengingkaran janji yang sebelumnya dikemukakan Presiden Joko Widodo, bahwa tidak akan izin baru jika belum ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Nyatanya, izin tersebut tetap diterbitkan meski kajian lingkungannya belum selesai.
Penolakan masyarakat, terutama petani Kendeng ini bukan tanpa alasan. Mereka menganggap pembangunan pabrik akan banyak berpengaruh terhadap hidup mereka. Mata air yang ada di sana diperkirakan akan terganggu, kemungkinan bencana alam pun ada, selain itu bisa jadi desa mereka akan di’bedol’ karena lokasinya sangat dekat dengan area penambangan. Bayangkan ketika kamu harus pergi dari tempat yang selama ini menghidupimu sehari-hari, tentu bukan hal yang mudah bukan? Itu hanyalah salah satu dari sekian kesulitan yang dirasakan para petani Kendeng atas kasus ini. Hipwee News & Feature akan mengajak kamu melihat lebih dekat bagaimana perjuangan mereka. Simak ulasan di bawah ini ya!

1. Persoalan Kendeng belum juga terselesaikan dan harus ada nyawa yang dikorbankan, Patmi (48) meninggal hari ini

Petani Kendeng via benanews.com

Perempuan bernama Patmi menjadi salah korban nyawa Aksi Kendeng. Ia meninggal dini hari Selasa (21/3/2017) dan diduga akibat serangan jantung.

2. Semua berawal dari sengketa antara pemerintah dan warga atas tanah ‘subur’ di Pegunungan Kendeng

Tanah Kendeng via fajarsumatera.com

Berdasarkan Keppres 26/2011, kawasan yang kini menjadi pemicu perselisihan merupakan kawasan lindung geologi. Namun belakangan pemerintah justru melegalkan penambangan karst atau kapur di sana.

3. Pemerintah butuh investasi dan pembangunan pabrik semen jadi solusi, tapi harus ada korban dari kalangan petani

Petani korban Kendeng via tempo.co

Atas nama investasi demi kepentingan memajukan daerah dan kebutuhan nasional, pabrik semen harus dibangun di Pegunungan Kendeng. Tapi artinya lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupan masyarakat akan tergerus.

4. Pembangunan pabrik semen dianggap akan mengganggu sumber air, desa mereka pun terancam ‘hilang’ setelahnya

Mengancam sumber air via pinterest.com

Kehadiran pabrik semen akan menyusutkan mata air yang sehari-hari digunakan warga untuk konsumsi dan pengairan sawah. Desa mereka pun terancam hilang, terutama yang lokasinya sangat dekat dengan pabrik.

5. Meskipun ada pula warga yang termakan janji manis menjadi buruh pabrik semen, mereka dirayu dengan sepaket sembako

Pelaku aksi sedang makan via republika.co.id

Pihak Semen Indonesia tidak tinggal diam, mereka merayu masyarakat dengan memberikan pinjaman uang dan bantuan sembako. Mereka pun dijanjikan akan dipekerjakan sebagai buruh pabrik semen tersebut.

6. Melihat masalah ini, presiden pernah berjanji tidak akan ada izin baru sebelum kajian lingkungan selesai, tapi janji ini dikhianati

Presiden berjanji via tribunnews.com

Agustus lalu, sudah ada perwakilan masyarakat yang bertemu Presiden Jokowi dan telah sepakat tidak akan menerbitkan izin sebelum kajian lingkungan selesai. Tapi ternyata izin tersebut tetap diterbitkan oleh Ganjar Pranowo meski kajiannya masih berproses.

7. Masyarakat pun bangkit dan menolak, tenda perjuangan sudah didirikan tapi suara mereka tak kunjung didengarkan

Tenda perjuangan via tirto.id

Masyarakat menggalang aksi dengan dukungan dari para aktivis yang berasal dari bermacam-macam yayasan. Mereka berdiam dalam tenda perjuangan yang mereka bangun.

8. Ketika mulut sudah lelah, giliran tubuh yang berbicara. Masyarakat pergi ke Jakarta dan mengecor kaki-kaki mereka

Mengecor kaki via tempo.co

Karena tak kunjung didengar mereka melakukan aksi di Jakarta langsung menuntut Presiden Jokowi. Kini bukan lagi dengan mengeraskan suara mereka tapi dengan mengecor kaki-kakinya.

9. Aksi ini banyak dikritik karena dianggap mengeksploitasi kaum hawa demi menarik simpati publik atas kasus ini

Pesertanya banyak perempuan via kompas.com

Tak sedikit yang mendukung aksi ini, tapi ada pula yang menganggap bahwa aksi tersebut adalah bentuk eksploitasi pada wanita. Mereka dimanfaatkan sebagai simbol untuk menuntut keadilan, tapi mungkin raga bahkan jiwa harus dikorbankan.

10. Sudah 8 hari memasung kaki, hingga detik ini mereka belum menerima solusi. Sampai kapan akan seperti ini?

Sampai kapan? via tirto.id

Negeri ini memang butuh semen, pemerintah daerah juga butuh investasi demi meningkatkan perekonomian setempat. Tapi masyarakat juga butuh keadilan akan tempat tinggal dan mata pencaharian. Lingkungan pun butuh kelestarian, kalau semua pihak ingin dimenangkan, akan sampai kapan seperti ini terus? Bagaimana pendapat kamu guys?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Ceritagrammer