Yang Banting Tulang Tiap Hari, Harus Ngerti. Ini Lho Sejarahnya Kenapa Jam Kerja Itu Biasanya 8 Jam

Bermacet-macet ria di jalan, berjejalan di kereta, lari-larian mengejar angkutan bersama, semua dijabani demi tiba di kantor sebelum jam sembilan. Telat sedikit bisa gawat, karena terlambat bisa berakibat pemotongan gaji yang yang berefek panjang. Pulangnya pun sama. Tanpa lembur-lembur, keluar kantor jam 17.00 dan bergabung dengan pejuang-pejuang lainnya untuk tiba di rumah dan berkumpul dengan keluarga.

Jam kerja 8 jam sehari adalah aturan standar yang sudah diatur undang-undang. Tidak hanya di Indonesia, aturan ini juga berlaku di seluruh dunia. Tapi kenapa sih kita harus kerja 8 jam sehari? Kenapa nggak 6 jam sehari? Atau 4 jam sehari? Ternyata ada sejarahnya. Penasaran? Yuk simak ulasan Hipwee News & Feature kali ini.

Di masa revolusi industri, jam kerja buruh adalah 6 hari seminggu, 10-18 jam per hari. Kamu sekarang pasti merasa beruntung sekali

Memperkerjakan anak adalah hal biasa via www.nbcnews.com

Kembali ke pelajaran sejarah, semuanya berawal dari masa Revolusi Industri. Penemuan mesin uap membawa perubahan besar-besaran dalam dunia industri. Pada masa itu, pemilik modal menjalankan pabrik 24 jam perhari dan 6 hari seminggu untuk mengoptimalkan produksinya. Setiap harinya, buruh bekerja antara 10-18. Memperkerjakan perempuan dan anak-anak adalah hal biasa. Karena kebutuhan hidup yang tinggi dan upah per jam yang rendah, para orang tua memilih untuk menyuruh anaknya bekerja daripada sekolah. Wah wah kalau 8 jam sehari saja sudah bikin kita tertekan dan susah dapat pasangan, apalagi kalau jam kerjanya 18 jam ya?

Dianggap tidak manusiawi, muncul kampanye 8 jam kerja oleh Robert Owen. Meski sudah dideklarasikan pada 1 Mei 1847, tapi standar ini tetap belum diakui

Perayaan International labour Day/May day via www.aljazeera.com

Pada awal abad ke-19, seorang mantan pekerja pabrik kain yang menjadi pembisnis dari Inggris, Robert Owen mengeluarkan tuntutan jam kerja yang lebih singkat. Owen menyerukan kampanye pemendekan jam kerja dengan slogan “Eight hours labour, eight hours recreation, eight hours rest.” Menurut Owen, satu hari yang 24 jam harusnya terbagi menjadi 3 bagian dan punya fungsi berbeda. Pekerja juga harus diberi kesempatan beristirahat yang layak. Meski awalnya ditolak mentah-mentah oleh pemilik modal, menjelang tahun 1847, jam kerja mulai diturunkan yaitu 60 jam per minggu.

Tepatnya tanggal 1 Mei 1847, 8 jam sehari menjadi standar yang ditetapkan oleh persatuan pekerja. Di tanggal itu juga kemudian ditetapkan sebagai Hari Buruh Internasional. Sayangnya, standar itu hanya diakui oleh pekerja dan belum diakui oleh perusahaan dan pemerintah. Baru tahun 1886, setelah 350.000 serikat pekerja turun ke jalan untuk unjuk rasa, perjuangan mulai terlihat hasilnya.

Perusahaan pertama yang menerapkan 8 jam per hari adalah Ford Motor. Hasil yang lebih produktif, membuat aturan ini kemudian diikuti dan dilegalkan secara hukum

Henry Ford, founder dari Ford Motor Company via www.thetruthaboutcars.com

Tahun 1914, Ford Motor Company mengaplikasikan tuntutan jam kerja 8 jam sehari untuk buruh. Selain itu, gaji juga dilipatgandakan. Keputusan ini pastinya dianggap super berani, karena dulu perusahaan masih menganut jam kerja tinggi untuk profit tinggi. Tapi ternyata dengan kebijakan tersebut, profit Ford Motor Company justru berlipat ganda. Setelah dipastikan kebijakan yang terkesan ‘longgar’ itu justru membuat perusahaan lebih produktif, tahun 1937 pemerintah Amerika menjadikannya sah secara hukum.

Tak hanya itu, Ford Motor juga lah yang memulai hari kerja 5 hari seminggu saja. Karena itulah, kita karyawan biasa ini bisa menikmati libur 2 hari sampai saat ini

Liburan keluarga lebih sering via photographybyalannaclempson.com

Selain menjadi perusahaan pertama yang menerapkan sistem kerja 8 jam sehari, Ford Motor Company juga menerapkan sistem kerja 5 hari seminggu dengan 2 hari libur. Tepatnya tanggal 2 September 1926, secara resmi Ford menerapkan jam kerja 40 jam perminggu dengan aplikasi 8 jam sehari dan 5 hari seminggu. Kebijakan ini ternyata tidak diikuti oleh perusahaan lain, karena waktu libur yang panjang dinilai menyebabkan pekerja lebih banyak mabuk-mabukan dan pastinya akan merugikan perusahaan. Tapi petinggi Ford, menyatakan bahwa pekerja butuh libur lebih dari sehari untuk dihabiskan bersama keluarga untuk lebih bahagia. Ford meyakini bahwa pekerja yang bahagia juga akan lebih produktif bekerja.

Yah sebenarnya ada alasan lain di balik kebijakan ini. Dengan waktu libur yang lebih banyak, waktu bersenang-senang bersama keluarga juga lebih banyak. Dengan begitu, mereka juga akan butuh lebih banyak mobil untuk berlibur. Jadi, Ford Motor ini memang hebat strateginya. Sekali dayung, dua – tiga pulau terlampaui. Pekerja lebih produktif karena lebih bahagia, jualan mobil juga lebih banyak lakunya.

Sudah berjalan selama hampir seabad, kini aturan 8 jam sehari mulai dianggap nggak efektif lagi. Beberapa negara sudah mulai mengurangi

Kerja terlalu lama membuat otak lambat bekerja via www.hexjam.com

Setelah hampir seabad aturan ini eksis, di tangan generasi millennial yang super kreatif ini, aturan 8 jam kerja dipertanyakan. Beberapa penelitian mulai membuktikan bahwa sistem kerja 8 jam sehari tidak efektif, karena lamanya waktu bekerja tidak berbanding lurus dengan produktifitas. Sebuah penelitian yang diulas di majalah Forbes , menyatakan bahwa otak manusia membutuhkan break selama 15 menit dalam satu jam untuk bisa bekerja maksimal. Karena ini juga, beberapa negara mulai memangkas jam kerja. Salah satunya adalah Swedia  yang menerapkan sistem kerja 6 jam sehari, meski hasilnya masih dalam perdebatan.

Jadi, begitulah sejarahnya secara tertulis kita sebagai karyawan harus bekerja 8 jam sehari. Kalau praktiknya sih banyak yang bekerja lebih dari itu. Meskipun mencari sesuap nasi dan demi tabungan nikah nanti, work-life balance harus tetap diperhatikan ya, guys. Ingat, kita tidak cuma butuh bekerja. Tapi juga istirahat dan bersenang-senang.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi