Pencopet Dihadiahi Uang, Yang Merusak Malah Jadi Duta. Mungkinkah Tipe ‘Hukuman’ Itu Lebih Efektif?

If you want to drive your enemy mad, everything you have to do is to forgive him. (Paulo Coelho)

Advertisement

Jika ingin membuat musuhmu gila, yang harus kamu lakukan hanyalah memaafkan. Ungkapan itu mungkin benar adanya jika melihat kejadian viral baru-baru ini terjadi lagi. Kamera amatir berhasil menangkap sebuah kejadian dimana seorang wanita tertangkap basah telah mencopet dari seorang turis asing di Bali. Awalnya wanita ini diinterogasi dan mengaku mencopet karena membutuhkan uang untuk membeli bensin, warga yang menginterogasinya pun menyita KTP-nya dan hendak memperkarakan ini ke polisi. Yang mengejutkan, turis asing yang menjadi korban pencopetan justru memaafkannya dan memberikan wanita tersebut uang untuk membeli bensin.

“Aku maafkan perbuatanmu, tapi coba untuk tak mengulanginya lagi,” ujar si turis dalam bahasa Inggris.

Wanita tersebut pun akhirnya menyalami dan memeluk turis asing tersebut dan pergi. Banyak netizen yang merasa malu sekaligus bersyukur atas kejadian ini. Malu, karena membawa nama buruk tabiat orang Indonesia di mata asing. Sekaligus bersyukur karena turis asing tersebut tidak keburu marah dan menjelek-jelekkan nama Indonesia ke ranah internasional. Nah, soal tanggapan turis yang terbilang lebih ‘memukul’ ketimbang membawanya ke ranah hukum yang akan kita bahas. Simak yuk guys. Kita butuh pendapat kalian soal isu sosial ini! 🙂

Advertisement

Bisa jadi bentuk hukuman yang paling efektif, mungkin bukan berupa sanksi atau denda yang umum kita kenal saat ini. Mungkin pelanggar justru lebih kapok jika ‘dihadiahi’ pengampunan & tanggung jawab

Banyak yang dihukum keras, tetap saja mengulangi via www.huffingtonpost.com

Apa yang dilakukan oleh turis asing tersebut mungkin banyak yang tidak menyetujuinya. Pasalnya banyak masyarakat kita yang berpikir bahwa berbuat salah ya harus membayarnya dengan hukuman. Misalnya, kalau mencopet ya dibawa ke kantor polisi. Mencuri ya dilaporkan dan diproses hukum. Tapi kenyataanya banyak sekali residivis kambuhan. Pelaku kriminal yang pernah tertangkap mencopet dan dipenjara, setelah keluar dari penjara kembali mencopet. Wah nggak berhasil menyadarkan dong hukumannya?

Sementara pada kasus turis asing dan penduduk Bali ini, si korban memilih memaafkan bahkan memberikan uang. Sebenarnya dari kebaikan memaafkan dan memberikan hadiah, harapannya si pencopet akan tergerak hatinya. Sadar dengan sendirinya bahwa perbuatannya salah, dan bersyukur banget kenapa ada orang baik yang memaafkannya. Konon, kebaikan itu menular. Tapi apakah si pencopet tadi tidak akan berbuat usil lagi? Itu juga tidak ada yang menjamin sih.

Bukan cuma pencopet yang diberi uang di Bali saja, akhir-akhir ini tampaknya banyak yang mencoba mempraktikan konsep hukuman yang berbeda. Lihat saja Duta Pelestarian Edelweiss dan Duta Pancasila

Advertisement

Bisakah menyadarkan seseorang dengan memaafkan dan diberi tanggung jawab? via www.hipwee.com

Belum lama ini bahkan ada Duta Pelestarian Edelweiss yang diberikan tanggung jawab oleh Taman Nasional Gunung Rinjani. Banyak netizen yang kecewa dengan hal ini karena sebelumnya mereka adalah oknum pendaki yang merusak bunga Edelweiss yang seharusnya dihukum pidana. Hampir sama dengan pencopet dan turis asing yang kemudian memaafkan pelaku, sebenarnya yang dilakukan oleh pihak Taman Nasional Gunung Rinjani juga senada. Ingin memberikan efek jera dengan cara yang berbeda. Meskipun memang ini nggak cuma-cuma, para pelaku sudah di-blacklist untuk pendakian Rinjani dan harus dipertemukan dengan pihak TNGR untuk diberi pengarahan dan penyuluhan.

“Kami harapkan bisa ketemu dengan pelaku, lalu buat surat pernyataan, dan jadi duta pelestari edelweis. Prinsipnya bagaimana mengubah dari orang yang tak peduli menjadi peduli,” kata Agus kepada Kompas pada  Sabtu (22/7/2017).

Sama juga dengan kasus Duta Pancasila, artis Zaskia Gotik yang kedapatan menghina Pancasila di sebuah acara TV diberikan ‘ganjaran’ menjadi Duta Pancasila.

“Kami mendidik Zaskia bukan dengan menghukum namun belajar keras, itu bagian hukuman sebagai kaidah,” ujar Abdul Kadir Karding melalui kompas.com .

Bukan cuma di Indonesia kok, bahkan di negara-negara Skandinavia penjaranya dibuat nyaman dan fokus untuk menyadarkan tahanan. Justru penjara seperti inilah yang punya rekor terbaik karena tahanan jarang yang kembali dipenjara

Diberikan tanggung jawab dan pembinaan diri via www.compelo.com

Di beberapa negara Skandinavia seperti norwegia dan Swedia, menerapkan sistem penjara yang sama sekali berbeda dengan penjara kebanyakan. Tahanan diberikan fasilitas nyaman dan kegiatan yang sangat bermanfaat. Meskipun terpisah dari keluarga dan tinggal bersama pelaku kriminal lain, mereka tidak tinggal dibalik jeruji besi. Melainkan di sebuah pulau yang kegiatan sehari-harinya harus mereka kelola sendiri.

Tujuan dari konsep penjara ini adalah untuk sebisa mungkin memanusiakan tahanan. Tahanan difokuskan pada koreksi diri dan rehabilitasi dari apa yang pernah ia lakukan. Konsep ini terbukti berhasil karena sangat ada tahanan yang kembali jadi residivis. Bisa dibilang ini merupakan Lembaga Pemasyarakatan yang benar-benar mempersiapkan pelaku kriminal untuk kembali terjun di masyarakat. Buktinya, penjara ini sampai menyandang predikat penjara terbaik di dunia.

Memberikan efek jera dengan memaafkan dan fokus terhadap perbaikan moral memang merupakan hukuman-hukuman yang sulit terpikirkan oleh kita. Kebanyakan pasti lebih memilih menghukum seberat-beratnya atas kesalahan yang diperbuat. Di satu sisi, ini menjadi sebuah cara lain yang bisa diterapkan ketika hukuman sudah tidak mempan. Seperti tahanan residivis yang bolak-balik masuk penjara karena proses hukum tidak membuatnya jera. Tetapi di sisi lain, siapkah masyarakat kita menerima kebaikan dari orang lain atas kesalahan? Jika tidak siap, hal semacam ini justru akan jadi boomerang. Akan lebih banyak lagi yang berbuat salah karena tahu pasti akan dimaafkan. Yuk bagikan pendapatmu di kolom komentar! 🙂

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

CLOSE