THR Sriwedari Tutup, Hiburan Tradisional Warga Solo Tinggal Kenangan

Jika kamu lahir, besar, atau setidaknya pernah mengunjungi Kota Solo, tentu nggak asing dengan THR Sriwedari. THR atau Taman Hiburan Rakyat yang berlokasi di daerah Sriwedari ini, sudah jadi pusat hiburan, seni dan budaya sejak tahun 80-an. Meskipun pamornya terus menurun dari tahun ke tahun, taman hiburan tradisional legendaris ini tetap menempati tempat spesial dalam hati tiap warga Solo. Maka dari itu kabar bahwa THR Sriwedari akan secara resmi ditutup per Desember 2017 mendatang, sebagaimana dilansir dari Republika , sontak membuat banyak orang terkejut dan merasa kehilangan.

Nasib ikon pariwisata Kota Solo ini sebenarnya juga mencerminkan perubahan tren besar dalam masyarakat Indonesia secara umum. Dengan berbagai mall atau tempat rekreasi modern lain, generasi muda tampaknya nggak lagi tertarik mengunjungi taman hiburan seperti THR Sriwedari. Selain faktor modernisasi, ternyata ada hal-hal lain yang membuat tempat-tempat hiburan tradisional seperti THR Sriwedari harus tutup. Yuk, simak info selengkapnya bareng Hipwee News & Feature!

Awalnya, THR Sriwedari harus berkemas lantaran Pemkot Solo berencana membangun Masjid Raya dan ruang terbuka hijau di area Sriwedari

Habis sewa lahan pada akhir tahun ini via www.solopos.com

Selama 32 tahun terakhir, THR Sriwedari diakui sebagai tempat hiburan tradisional yang legendaris di Kota Solo. Tak hanya menyuguhkan berbagai wahana permainan dan pertunjukan musik bagi pengunjung, THR Sriwedari juga menjadi wadah bagi para seniman untuk mengekspresikan karyanya. Nggak heran banyak kalangan dengan masing-masing tujuan, mulai dari keluarga hingga pengapresiasi karya seni yang menyempatkan diri berkunjung ke sana.

Sayangnya, sewa lahan THR Sriwedari yang dikabarkan habis akhir tahun ini nggak diberi izin untuk diperpanjang oleh pihak Pemkot Solo lantaran akan dibangun Masjid Raya dan ruang terbuka hijau di lokasi tersebut. Hal ini menjadi awal keresahan pihak pengelola THR Sriwedari, terlepas dari tawaran Pemkot Solo untuk pindah lokasi ke lahan kosong di Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ).

Karena keberatan dengan beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh Pemkot Solo, manajemen THR Sriwedari memutuskan untuk berhenti beroperasi. Mau gimana lagi?

Sinyo Sujarkasi, Direktur Utama THR Sriwedari memutuskan untuk tutup pada 4 Desember mendatang via www.timlo.net

Bukannya lega, manajemen THR Sriwedari justru merasa keberatan dengan sejumlah ketentuan yang ditetapkan oleh Pemkot Solo terkait durasi sewa, nilai sewa, hingga pajak yang ditetapkan. Seperti dilansir dari Republika , Direktur Utama THR Sriwedari, Sinyo Sujarkasi, memaparkan beberapa ganjalan yang menyebabkan pihaknya nggak bisa lagi berbuat apa-apa selain menghentikan operasi.

  • Durasi sewa lahan yang hanya diberi waktu 4 tahun saja, yang mana membuat manajemen THR Sriwedari kebingungan lantaran nggak ada kepastian tentang perpanjangan sewa lahan ke depannya.
  • Untuk sewa lahan seluas 2 hektar di TSTJ sendiri ditetapkan sebesar 600 juta rupiah per bulan, jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga sewa lahan seluas kurang dari 1 hektar sebelumnya yang bernilai 38 juta rupiah saja per tahun.
  • Untuk tiket masuk THR seharga 15 ribu rupiah dikenakan pajak sebesar 25 persen. Sedangkan untuk tiket permainan 8 ribu rupiah dikenakan pajak sebesar 35 persen.
  • Manajemen THR Sriwedari pun pesimis pengunjung THR di lokasi baru bakal seramai di Sriwedari.

Pihak Pemkot Solo pun berharap manajemen THR Sriwedari segera mengambil keputusan untuk menanggapi tawaran dengan sejumlah ketentuan mengikat tersebut, mengingat TSTJ juga tengah menjalin komunikasi dengan salah satu investor yang siap berkerjasama. Namun, Sinyo mengaku keberatan dan akhirnya memutuskan tutup mulai 4 Desember mendatang. Saat ini, pengelola THR Sriwedari tengah melakukan pembongkaran untuk mengosongkan lokasi tersebut. Sayang sekali, ya 🙁

Hal yang sama juga terjadi pada tempat hiburan rakyat yang melegenda di beberapa kota lain. Harus tutup lantaran tak kuat bayar sewa

Purawisata kala itu… via wisatajawa.co.id

Kasus yang menimpa THR Sriwedari bukanlah satu-satunya. Sebelumnya, beberapa tempat hiburan rakyat yang dianggap sebagai ikon kota tersebut pun mengalami nasib yang sama. Misalnya saja Wonderia — tempat rekreasi keluarga andalan warga Kota Semarang dengan beragam wahana permainan menarik ini pun terpaksa ditutup karena pihak pengelolanya tak mampu bayar hutang pajak ke Pemkot Semarang. Padahal selain terkenal sebagai tempat bersantai keluarga, Wonderia juga menjadi jujugan bagi para penggemar musik dangdut serta sebagai tempat berkegiatan anak muda. Meski pasca penutupan itu Pemkot Semarang berencana menjadikan lahan tersebut sebagai pusat kegiatan wisata di Kota Semarang, nyatanya hingga kini masih mangkrak dan menyedihkan.

Nggak jauh berbeda dengan Purawisata — tempat hiburan murah bagi masyarakat Yogyakarta khususnya bagi insan musik dangdut yang kini telah tergusur lalu terkubur. Pemilik Purawisata mengubahnya menjadi hotel berbintang yang dianggap lebih profitable. Lain lagi dengan nasib Taman Hiburan Remaja (THR) Surabaya — sama-sama mati suri dengan tempat hiburan rakyat lain namun terselamatkan keberadaannya oleh pemkot setempat. Sejumlah pengembangan yang dilakukan pada THR yang mulai sepi ini bertujuan untuk menghidupkan kembali napas kesenian serta mewadahi seniman-seniman yang selama ini kurang diapresiasi karena termakan zaman.

Nggak bisa dimungkiri, arus perkembangan zaman saat ini menjadi salah satu penyebab matinya tempat hiburan rakyat bernuansa tradisional di kota-kota besar

Generasi zaman sekarang lebih suka jalan-jalan di mal via www.youtube.com

Beberapa tempat hiburan rakyat yang menawarkan harga murah bagi masyarakat di era sekarang, agaknya harus siap terancam gulung tikar. Maraknya kehadiran kafe, mal, diskotik, serta tempat hiburan lain yang mengusung tema kekinian bakal menjadi rival beratnya. Belum lagi kemudahan akses internet yang membuat segala sesuatu menjadi serba praktis dan cepat, membuat banyak generasi sekarang semakin malas untuk beranjak. Beberapa situasi ini tentu menjadikan masyarakat di era sekarang lebih memilih tempat-tempat hiburan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Tempat hiburan rakyat yang tersisih lantaran sepi pengunjung juga menjadi salah satu penyebab kepunahannya. Kita, generasi muda zaman sekarang inilah yang lupa atau memang enggan melestarikannya.

Memang sih, maju dan berkembang itu penting, tapi apakah lantas harus menghilangkan akar budaya yang sudah ada sejak dulu? Di mana tempat-tempat hiburan rakyat inilah yang menjadi representasinya? Mungkin terlalu sentimentil jika penulis mengatakan bahwa ada rasa kehilangan dengan matinya THR Sriwedari dan kawan-kawannya. Namun apa boleh dikata, pada akhirnya sesuatu yang usang pun akan tergantikan oleh sesuatu yang baru. Bagaimanapun, THR Sriwedari pernah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kota Solo dan nggak akan pernah dilupakan meski kini hanya tinggal kenangan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

salt of the earth, light of the world