Kisah Mengenaskan Para Bintang Porno di Balik Layar Film Biru. Jarang Orang Tahu Fakta Ini!

Apa yang terlintas di benak ketika mendengar bintang porno? Pasti kebanyakan dari kita langsung menjustifikasi bahwa mereka adalah pendosa terbesar di dunia dan keberadaan mereka tak seharusnya hidup. Namun jika kamu berpikir demikian, bisa jadi kamu adalah pendosa juga. Apalagi bagi kamu yang tak tahu sebelumnya kondisi sebenarnya .

Nah, kali ini Hipwee Boys bakal mengungkapkan kondisi sebenarnya yang terjadi di balik layar film porno. Yang jelas, semua yang kamu bayangkan tentang kehidupan para bintang porno itu bisa jadi sangat salah. Harapannya sih, kita semua jadi tidak mudah menilai buruk seseorang. Langsung simak aja yuk!

Industri pornografi tak melulu tentang keglamoran. Di balik itu,mereka tak pernah dimanusiakan oleh produsennya

 sad-woman-1055092_1920

Jika film biru adalah hal yang buruk seperti yang kamu nilai, lalu mengapa masih banyak orang-orang yang bekerja di industri tersebut? Sebenarnya yang jadi masalah tentang film biru itu bukan cuma potensinya yang merusak moral, tetapi juga eksploitasi manusia dengan iming-iming bayaran.

Cerita tak kalah menyeramkan diungkapkan mantan bintang porno tahun 1990-an, Shelley Lubben. Dia pernah bercerita, industri pornografi tak melulu glamor, uang dan ketenaran. Banyak sisi gelap industri pornografi yang tak banyak diketahui orang-orang.

Tak pernah tahu ‘kan para pemain melakukan adegan esek-esek tersebut secara terpaksa? Bahkan penis cowok sampai ada yang dipaksa berdiri dengan bantuan suntik. Aktrisnya pun perlu mengulang adegan penetrasi dan oral seks. Apalagi dalam beberapa produk film porno, kedudukan cewek selalu jadi objek. Tak pernah ada yang tahu juga ‘kan bahwa para aktris porno selalu menjerit tangis pilu? Akibat fakta-fakta tersebut, Lubben memutuskan untuk pensiun dari industri pornografi.

Kisah Corina Taylor ini pun tak kalah mengenaskan. Dia diperlakukan bagai binatang

Corina Taylor

Corina Taylor via archive.beritacenter.com

Senyumnya di kamera hanyalah senyum palsu. Dia mengaku selalu tertekan. Makin sering syuting, makin stres Taylor. Taylor pun sering di posisikan pada film yang beradegan kekerasan seksual. Beberapa momen dia hampir pingsan karena rasa sakit. Pihak produser pun tak menggubris permintaannya tatkala merasakan momen tersebut.

Production house tempat Taylor terikat kontrak pun sering mengabaikan kesehatan. Satu ketika, dia sangat bersyukur tatkala membatalkan syuting gara-gara ada kepentingan mendadak. Dia belakangan mengetahui bahwa lawan mainnya ternyata pengidap HIV. “Aku menangis menyadari betapa dekatnya aku dengan bahaya HIV. Entah apa yang terjadi kalau aku jadi berhubungan dengannya,” kata Taylor .

Para aktivis melakukan aksi protes terhadap industri film porno di Jepang. Kamu bakal merasa miris mendengarnya

Para aktivis ini protes keras

Para aktivis ini protes keras via dingyue.nosdn.127.net

Pornografi sudah bukan lagi barang tabu di Jepang. Sejumlah bintang porno perempuan sudah tidak malu-malu lagi tampil di televisi nasional dalam acara bincang-bincang atau menjadi komentator di majalah mingguan

Namun sisi gelap industri esek-esek itu cukup jarang dibahas. Begitu pula dengan hak-hak para bintang porno di industri itu. Satu tahun yang lalu, tepatnya 3 Maret 2016, para aktivis melakukan aksi protes terhadap industri film porno di Jepang. Bukan masalah film tersebut melanggar norma dan nilai di sana, tetapi, masalah penggunaan gadis belia untuk terlibat sebagai aktris film esek-esek tersebut.

Dikutip dari Daily Nation , gelombang protes makin besar muncul tatkala seorang gadis ditemukan gantung diri setelah sebelumnya dipaksa menandatangani kontrak di dalam satu ruangan yang dipenuhi laki-laki. “Para gadis belia dipaksa tampil di film porno,” kata profesor hukum di Universitas Chiba, Hiroko Goto.

Di Jepang, film porno sendiri sudah jadi industri yang menggiurkan bagi para penggiatnya. Industri film porno Jepang bernilai USD 4,4 miliar (Rp 57 triliun) dan tiap tahun memproduksi sekitar 20 ribu film mesum. Namun di balik semua itu, nilai-nilai kemanusiaan kerap dikesampingkan. Dan herannya, para konsumen doyan dengan film biru yang beradegan penyikasaan. “Ada banyak orang membeli film berisi adegan penyiksaan kejam dan menganggapnya sebagai hiburan,” kata pengacara para aktivis, Yukiko Tsunoda.

Tak sampai di sana, dalam sebuah konferensi pers, mereka mengungkapkan hasil laporan dari penelitian selama enam bulan pada 2015. Dalam empat tahun terakhir, terdapat 130 kasus yang dialami para gadis belia di industri film porno Jepang. Kasus yang terjadi di antaranya dipaksa berhubungan seks tanpa alat alat kontrasepsi sampai diperkosa beramai-ramai ketika syuting.

Masalahnya, banyak kasus penipuan atas kontrak kerja yang dilakukan produsen terhadap para korban. Awalnya, para gadis diiming-imingi jadi model, tapi kemudian hari malah jadi film porno. Di sisi lain, saat sadar telah ditipu dan ingin resign, mereka diancam akan dipenjarakan. “Para perempuan ini dipaksa bermain dalam film penyiksaan seks tanpa mereka inginkan,” kata seorang pengacara, Yukiko Tsunoda, dalam jumpa pers itu.

Kongklusinya, kita jangan dengan mudah memandang buruk orang-orang yang tampil sebagai aktor atau aktris di film porno. Sebab, kita tak pernah tahu, apakah mereka itu dipaksa, diancam atau bahkan sampai dijebak oleh permainan kontrak para produsen film porno.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

A brocoli person.