Gowok, Sebuah Tradisi Tabu yang Pernah Ada di Tengah Masyarakat Jawa. Ini Bukan Hanya Soal Nafsu!

Sedari zaman sekolah dulu, kita semua pasti paham dengan karakteristik Indonesia yang multikultural. Itulah alasan kenapa para petinggi negara pada zaman revolusi dulu membungkus rapi pemahaman tersebut dalam sebuah kalimat: Bhinneka Tunggal Ika.

Saking multikultural dan penuh keberagaman, banyak hal kerap kita tidak ketahui. Seperti yang bakal Hipwee Boys bagikan kali ini tentang Gowok. Pasti banyak yang merasa asing dengan nama itu? Tradisi ini memang adalah salah satu tradisi kuno yang mungkin sudah punah saat ini. Jadi nggak heran kalau banyak orang nggak tahu tradisi ini. Daripada makin penasaran, simak aja yuk, ulasannya!

Asal-usul lahirnya istilah gowok dan pergowokan di Indonesia, terutama di jawa

Ilustrasi perempuan Jawa

Berkenalan dengan tradisi Gowok! via s.kaskus.id

Tradisi pergowokan di daratan Jawa awalnya diperkenalkan oleh wanita asal Tiongkok bernama Goo Wok Niang. Dia datang ke Jawa bersama Laksamana Cheng Ho pada tahun 1415-an. Dalam waktu tak lama, praktik tersebut akhirnya dikenal banyak masyarakat Jawa, bahkan menjadi tradisi di kemudian hari.

Menurut Budi Sarjono dalam penulis Indonesia yang pernah menulis novel tentang gowok, kata gowok sendiri dipakai untuk mengenang Goo Wok Niang. Dan memang benar, ada cerita yang mendukung bahwasanya pemakaian kata gowok dilakukan masyarakat Jawa yang sulit untuk melafalkan nama-nama orang Tiongkok secara benar.

Lalu, apa sebenarnya yang terjadi dalam sebuah tradisi bernama pergowokan?

Ilustrasi perempuan Jawa

Ilustrasi perempuan Jawa via s-media-cache-ak0.pinimg.com

Menurut Ahmad Tohari dalam bukunya yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk, seorang gowok mempunyai tugas memperkenalkan seluk beluk tubuh dan cara memperlakukan perempuan pada remaja laki-laki yang beranjak dewasa. Apa tujuannya? Ternyata tujuannya bisa dibilang mulia juga sih, yaitu melatih seorang remaja laki-laki agar bisa menjadi dewasa yang dapat memuaskan perempuannya secara lahir dan batin di masa depan, saat menjalin rumah tangga.

Tak disangka, praktik tersebut ternyata bisa diterima masyarakat Jawa. Bisa jadi, atas alasan memuaskan perempuan secara lahir batin itulah yang membuat masyarakat Jawa bisa menerima praktik pergowokan, dan menjadikannya sebagai tradisi.

Seorang gowok lumrahnya disewa seorang ayah untuk melatih anak laki-lakinya yang akan menginjak masa dewasa. Untuk informasi, zaman dahulu, patokan kedewasaan seorang laki-laki Jawa adalah khitan. Hal tersebut pula yang jadi salah satu syarat penting bagi para remaja untuk menjalani masa pergowokan.

 

Tugas intinya memang mempersiapkan perjaka yang berkualitas pada malam pengantin, tapi ini bukan hanya soal seks

Termasuk urusan rumah tangga juga

Termasuk urusan rumah tangga juga via farm8.static.flickr.com

Lamanya masa pergowokan biasanya berlangsung hanya beberapa hari, dan maksimal selesai satu minggu. Menurut Tohari, mempersiapkan seorang perjaka yang handal untuk malam pertama merupakan hal yang tak usah dijelaskan tapi harus diketahui oleh semua orang. Ternilai erotis sekali memang jika mendengar pernyataan tersebut.

Namun Tohari menjelaskannya lagi, seorang gowok akan memberi pelajaran kepada remaja laki-laki yang jadi kliennya banyak hal perihal kehidupan rumah-tangga. Dari keperluan dapur, kata Tohari dalam Ronggeng Dukuh Paruk, sampai cara memperlakukan seorang istri secara baik, semua dibimbing gowok.

“Misalnya bagaimana mengajak istri kondangan dan sebagainya. Selama menjadi gowok dia tinggal hanya berdua dengan anak laki-laki tersebut,” kata Tohari.

Belum banyak buku yang menjelaskan kisah gowok. Namun satu novel karya Budi Sardjono wajib kamu baca biar lebih paham soal gowok

Bukunya baca deh

Bukunya baca deh via www.tokobukukarisma.com

“Wanita paling senang jika disentuh dengan lembut. Pelan-pelan, tidak usah tergesa-gesa.”

Begitulah salah satu kutipan yang bisa tertera pada sebuah novel karya Budi Sarjono, Nyai Gowok. Novel yang baru berusia kurang dari tiga tahun tersebut menceritakan tentang pergowokan antara Nyai Lindri dengan remaja jelang dewasa, Bagus Sasongko, di Temanggung. Berlatar pedesaan tahun 1955, selayaknya gowok, Nyai Lindri mengajarkan beragam hal dalam rangka memperlakukan tubuh istrinya nanti.

Akan tetapi, bagi kita yang terlanjur menaruh kesan negatif pada seorang gowok atau tradisi pergowokan, Hipwee Boys mengajak kamu membaca terlebih dahulu buku ini. Banyak sekali pesan-pesan yang disampaikan, terutama bagi para laki-laki, untuk bisa memperlakukan mulia perempuan.

Dalam sebuah potongan bagian kecil dari novel, ada sebuah petuah dari Nyai Lindri untuk Bagus Sasongko, yang berbunyi, “Menjadi seorang lelaki yang bisa disebut sebagai lelanangin jagad itu kalau dia bisa mengendalikan hawa nafsunya.”

“Ingat itu ya, Mas. Hargailah wanita, jangan sekali-kali memandang bahwa mereka hanya sekadar objek pemuas nafsu. Jangan. Bagaimanapun Mas Bagus lahir dari rahim seorang wanita, bukan lahir dari batu gunung,” lanjut Nyai Lindri yang kata-katanya ini bisa ditemukan di halaman 323.

Oh ya, maksud dari lelanangin jagad adalah lelaki mempesona yang mampu meluluhkan hati setiap wanita. Pesona abadi yang terpancar, selalu bersinar sepanjang masa. Takkan luruh oleh zaman, takkan lekang oleh waktu. Seperti itulah kira-kira jika diartikan.

Paling itu informasi yang bisa Hipwee Boys bagi tentang gowok dan pergowokan di masyarakat Jawa masa lampau. Akhir kata, bagaimana pun, kita perlu menghormati ini sebagai sebuah tradisi yang pernah eksis di masa lalu. Karena kita saat ini adalah hasil dari tradisi. Entah kita anggap tradisimu sendiri baik atau buruk, kamu, dia, mereka, kita saat ini adalah bagian dari tradisi itu sendiri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

A brocoli person.