Sifon, Tradisi Sunat Super Unik dari Suku Atoni Meto. Butuh Mental Baja Kalau Mau Baca

Buat para cowok, masih ada yang inget nggak gimana rasanya waktu disunat? Hipwee yakin semua udah pada lupa. Tapi beda cerita soal rasa pasca sunat. Beuhhh, jadi penderitaan sendiri deh pokoknya. Gerak dikit aja perih. Ngelihat ada temen main bola aja bikin sakit hati. Rasanya itu pengen banget ikutan, tapi apa daya, takut si otong kena bola terus entar disuruh sunat lagi. Begitulah penderitaan kaum cowok dalam masa recovery dari cedera sunat. Enaknya cuma pas diamplopin banyak orang doang.

Pada masa penyembuhan luka akibat sunat, umumnya, kaum cowok akan menggunakan bantuan angin untuk membuat sakitnya lebih reda. Entah itu pakai kipas tangan, kipas angin, atau bahkan sampai minta ditiupin ayah ibunya (ngaku aja!). Nah kalau kita pakai angin buat meredam rasa sakit, beda sama orang-orang sebuah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka punya cara ekstrim sendiri. Penasaran ‘kan? Yuk scroll ke bawah aja.

Sifon, sebuah tradisi sunat yang ekstrim dari suku Atoni Meto. Sebaiknya kita tahu, meski banyak dari mereka mulai meninggalkan tradisi ini

Suku Atoni Meto pada masa kolonial

Suku Atoni Meto pada masa kolonial via aklahat.files.wordpress.com

Suku Atoni Meto adalah salah satu dari 300 lebih suku yang berada di Indonesia. Namun mereka memiliki keunikan tersendiri dalam masalah sunat – tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan penis. Mereka menamainya dengan sifon. Bahkan bisa dibilang, sifon bukan hanya sebuah proses, melainkan rangkaian tradisi.

Karena artikel ini agak mengerikan, di tengah-tengah ini, Hipwee sih menyarankan: kalau nggak kuat untuk membayangkan atau membacanya, mending tutupin matanya pake telapak tangan dan cukup baca lewat sela-sela jari yang sedikit terbuka.

Sifon merupakan sebuah fakta bahwa tradisi unik pernah hidup di NTT.  Tradisi ini hanya bisa diterapkan pada cowok-cowok yang dianggap sudah menginjak dewasa. Suku Atoni Meto mempunyai kepercayaan, ketika seorang cowok siap disunat dengan tradisi sifon, maka cowok tersebut sudah siap melewati gerbang kedewasaan.

 

Sifon nggak bisa dilakukan sembarang waktu. Suku Atoni Meto biasanya menggunakan musim panen sebagai momen tepat untuk melaksanakan sifon

Sifon, tradisi punya Indonesia nih

Sifon, tradisi punya Indonesia nih via i.ytimg.com

Penyakralan tradisi sifon bisa dilihat dari intensitas tradisi tersebut. Buktinya, tradisi ini nggak bisa dilakukan setiap hari dan hanya digelar pada masa panen saja. Umur dari seorang cowok untuk bisa melakukan ritual tersebut pun dibatasi. Minimal mereka yang sudah menginjak umur 18 tahun baru diizinkan untuk di-sifon.

 

Bukan pisau atau gunting yang jadi alat potong, melainkan BAMBU! Kebayang?

Gimana coba ya pake bambu

Gimana coba ya pakai bambu via upload.wikimedia.org

Bagi cowok mana pun, sunat menggunakan tradisi sifon bakal menjadi mimpi buruk. Kalau kita biasanya disunat menggunakan alat-alat kesehatan yang dijamin kebersihannya, suku Atoni Meto berbeda. Sifon dilakukan dengan cara tradisional. Jadi ujung kulit penis dipotong menggunakan bambu yang tajam. Menurut beberapa sumber, cowok digiring ke sungai untuk berendam sebagai awalan. Mungkin biar kulitnya nggak kaku, ya? Jadi semacam direndam dulu.

Proses sunat tradisional kemudian dilakukan dengan menjepit kulit kelamin bagian atas dengan menggunakan bambu. Setelah itu ahelet akan langsung membalut bagian yang luka dengan daun kom, daun yang biasa digunakan untuk membantu mengawetkan mayat di Sumba, agar tidak terjadi pendarahan.

Kebayang sakitnya. Usia dewasa pun pasti membuat seorang bakal lebih merasa kesakitan ketika kulit pada penisnya dipotong. Kalau kita masih kecil mah kan adeknya juga masih kecil, jadi bagian yang dipotong pun kecil.

 

Setelah prosesi sunat, penis si cowok dibungkus daun khusus biar nggak pendarahan. Habis itu, mulailah prosesi sakral persetubuhan yang jadi puncak sifon

Puncaknya adakag bersetubuh

Puncaknya adakah bersetubuh via s-media-cache-ak0.pinimg.com

Walaupun telah disumbat daun khusus agar tak pendarahan, tetap saja perih-perih mah pasti ada.  Nyeri-nyeri, perih dan panas gimana gitu. Eh, si cowok harus langsung menghadapi ritual puncak tradisi sifon, yaitu bersetubuh.

Dengan kondisi yang masih penuh luka, mau nggak mau – memang sudah tradisi – cowok tersebut harus melakukan hubungan seks dengan seorang cewek yang bukan istri atau calon istrinya. Tahap itulah yang disebut sifon. Menurut kepercayaan suku Atoni Meto, persetubuhan dilakukan untuk membuang ‘panas’ agar organ seksual cowok tersebut bisa kembali berfungsi dengan baik. Gokil juga ya.

Lalu, siapa cewek yang harus disetubuhi cowok yang baru disunat?

Siapa?

Siapa? via greatist.com

Persoalan ini selalu jadi pertanyaan. Siapakah cewek yang harus menjadi ‘pendingin’ dari penis cowok yang baru disunat. Menurut beberapa orang di sana, rahasia mengenai siapa yang bisa jadi ‘pendingin’ hanya diketahui ahelet. Dia yang jadi pemimpin tradisi sifon dan sekaligus yang merekomendasikan cewek-cewek untuk ritual puncaknya. Namun saking suci dan keramatnya, maka bisa jadi ahelet nggak bakal banyak ngomong soal itu.

Ada satu hal yang nggak kalah unik: setelah prosesi sifon selesai, si cowok nggak boleh berhubungan seks lagi dengan wanita yang melayani dalam ‘proses penyembuhan’ tersebut seumur hidupnya! Suku Atoni Meto percaya, si cewek sudah mendapatkan ‘panas’ dari cowok tersebut. Dan jangan sampai, ‘panas’ kembali menghinggapi si cowok lewat persetubuhan di kesempatan lain yang tak mengatasnamakan tradisi sifon.

Sebagai salah satu tradisi dan warisan leluhur, sifon sepertinya perlu dilestarikan. Namun kalau bicara soal hukum di Indonesia, perbuatan tersebut dilarang. Pemerintah daerah pun dikabarkan telah melarang tradisi tersebut. Namun ada yang menyebutkan, beberapa masyarakat di sana masih melaksanakan tradisi itu sambil sembunyi-sembunyi.

Meskipun cenderung menurun, sifon masih digandrungi kaum cowok yang sudah berkeluarga maupun lajang di salah satu daerah di kabupaten Timor Tengah Selatan. Dikutip dari Kupang Pos , pernyataan tersebut dilontarkan seorang tokoh adat Desa Tubuhue, Kecamatan Amanuban Barat, Jonathan Alunpah. Menurutnya, praktik sunat secara tradisional masih ada di masyarakat. Akan tetapi sudah banyak syarat yang ditinggalkan, seperti tak lagi disediakannya cewek untuk ‘pendingin’. Mereka berkeyakinan tradisi tersebut harus dilestarikan, meskipun sudah tak sebanyak pada masa lalu. Bagaimana? Tertarik untuk pergi ke NTT dan ikut ritual sifon?

Suka artikel ini? Yuk follow Hipwee di mig.me!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

A brocoli person.