Pernikahan Bukan Soal Mampu Sewa Gedung dan Resepsi. Tenang, Jodohmu Nggak Akan Pergi

“Akhirnya halal juga!”

Advertisement

Menyoal perjuangan menuju pelaminan memang bukan hal yang sederhana. Ada banyak tahap yang harus dilalui untuk akhirnya bersanding di pelaminan. Mulai dari menjalani hubungan penjajakan yang berisiko bubar di tengah jalan, kerja keras mencari modal, hingga pontang-pontang mencari restu orangtua harus dilakukan untuk menikah dengan tenang.

Banyak yang berpikir bahwa pernikahan adalah ujung dari perjalanan panjang cinta kamu sudah kamu jalani. Hari-H yang tertera di undangan dianggap sebagai puncaknya. Setelah itu, kamu bisa berleha-leha dan tak perlu lagi mengusahakan apa-apa. Hubungan yang kamu jalani dalam pacaran dianggap sudah terkunci aman dalam sebuah ikatan berupa buku nikah dan cincin perkawinan. Barangkali karena itulah banyak yang berlomba-lomba untuk melangkah ke sana.

Namun pernikahan tidak sesederhana itu. Tanpa perjuangan keras, pernikahan tidak menjanjikan rasa aman. Pernikahan bukan hanya soal janji di hari-H resepsi, tapi perjuangan bersama setiap hari.

Advertisement

1. Masih banyak yang mengira bahwa puncak sebuah hubungan adalah ketika sudah dinyatakan ‘halal’. Padahal itu justru baru permulaan

Ini justru permulaan

Ini justru permulaan via www.theeventlightpros.com

Halalnya status sebagai suami istri bukanlah ujung dari perjalanan cinta, melainkan justru permulaan. Riuhnya hari resepsi yang diwarnai kebahagian semua orang barangkali mempi terbesar setiap orang. Namun jangan lupa, bahwa setelah itu ada hidup baru yang kamu jalani. Hidup baru yang juga membawa masalah baru, yang tentunya lebih kompleks daripada permasalahan orang pacaran.

Butuh hati yang lebih besar, dan komitmen yang lebih besar untuk menjalani setiap harinya setelah hubunganmu dengan dia sudah ada akta.

2. Komedi romantis dan taburan foto-foto relationship goal selebriti membuat kita mudah berpikir bahwa pernikahan memang selalu indah. Namun di belakang itu, kita tak pernah tahu

Advertisement
#Relationshigoal tak selalu seindah kelihatannya

#Relationshigoal tak selalu seindah kelihatannya via www.huffingtonpost.com

Akui saja kita sering berkata “Aiih unyu banget siih mereka. Nikah muda seru juga ya. Aaak jadi pengin nikah” saat melihat pasangan selebritis pamer kemesraan di media sosial. Atau setidaknya, kamu sering mengagumi temanmu yang sudah menikah terlebih dahulu. Belum lagi kalau kamu hobi nonton film komedi romantis atau kisah cinta super unyu ala drama korea.

Namun apa yang terlihat di foto dan di layar kaca belum tentu menerangkan apa yang sebenarnya. Meski di sana mereka tampak bahagia, kamu kan tidak tahu bagaimana kehidupan rumah tangga mereka yang sebenarnya. Bisa jadi mereka bertengkar karena ada yang kelupaan dititipi minyak goreng saat pulang kerja. Kamu juga tidak tahu ada suami yang menahan kesal karena istrinya tanpa sadar menendanginya dalam tidur setiap malam.

3. Setiap detik dan setiap hari setelah ijab qabul dilakukan, banyak hal-hal yang harus kamu lakukan demi mempertahankan apa yang sudah kalian janjikan

Butuh tekad untuk mempertahankan komitmen

Butuh tekad untuk mempertahankan komitmen via unsplash.com

Apa yang harus kalian jaga setelah terikat dengan buku nikah, jelas lebih berat daripada apa yang kalian jaga saat masih pacaran. Bila saat pacaran kamu bisa dengan tenang bilang putus ya udah tinggal cari lagi, apakah bisa dengan mudah mengatakan cerai ya udah tinggal nikah lagi? Tentunya tidak.

Kini kamu dan dia harus benar-benar bekerja sama demi membuat roda rumah tangga terus berputar. Ada tanggung jawab yang lebih besar di pundakmu. Namun sisi positifnya, setidaknya perjuangan itu dilakukan berdua.

4. Menyatukan dua kepala untuk bekerja sama menjalankan roda rumah tangga tak semudah yang kamu lihat. Banyak keinginan diri yang harus kamu pangkas atas nama kompromi

Menyatukan dua kepala itu sulit

Menyatukan dua kepala itu sulit via en.freejpg.com.ar

Karena rumah tangga hanya bisa dipertahankan dengan kerja sama dari kedua pihak, banyak hal yang harus kamu pangkas. Dulu saat masih single, kamu bebas menentukan hidupmu sendiri. Kamu bebas mengambil keputusan. Namun kini ego yang tinggi hanya akan menghancurkan pernikahan.

Kamu yang dulu suka traveling secara spontan dan suka-suka saja, kini tentu tak bisa. Kamu yang lebih suka tidur dalam gelap, mungkin harus berusaha memahami bila pasanganmu tak bisa tidur dalam kegelapan. Atas nama kompromi, sedikit banyak, kamu memang perlu mengorbankan diri.

5. Pernikahan juga bukan hanya soal kamu dan dia. Diluar kalian berdua, banyak hal yang harus kamu ikuti dan bisa menjadi beban bila kamu tak siap sepenuhnya

Pernikahan bukan lagi soal kamu dan dia saja

Pernikahan bukan lagi soal kamu dan dia saja via ginabrocker.com

Saat kamu menikahi seseorang, kamu tidak hanya menikahinya. Tapi juga menikahi keluarga dan lingkungannya. Kini hubungan bukan lagi soal kamu dan dia. Beradaptasi dengan keluarga pasangan barangkali bukan hal yang mudah untuk semua orang. Belum lagi bila mertua atau keluarga terlalu ingin tahu dan ikut campur urusan rumah tangga.

Banyak hal-hal yang harus kamu akrabi sehari-hari, yang barangkali mengharuskanmu pandai-pandai menyabarkan diri. Itu belum seberapa. Ketika nanti hadir si buah hati, beban dan tanggung jawab pun bertambah lagi.

6. Sudah mapan dari sisi materi belum tentu kamu sudah siap dari segi hati. Pernikahan bukan soal sewa gedung resepsi, tapi bagaimana dua hati berjanji untuk saling melengkapi

Materi bukan satu-satunya penentu kesiapan

Materi bukan satu-satunya penentu kesiapan via unsplash.com

Apa yang paling penting untuk seseorang hingga bisa dikatakan siap menikah? Apakah kesiapan materi agak kelak kamu dan dia bisa berdiri sendiri tanpa merepotkan orang tua lagi? Namun siap dari sisi materi pun bukan kriteria satu-satunya. Sebab mampu menyewa gedung resepsi berikut katering dan souvenir belum tentu kamu mampu mengatur emosi dan mengurangi ego diri. Mampu membeli rumah dan kendaraan untuk keluarga, tidak berarti kamu siap menjalani hari-hari sebagai seorang istri atau suami.

7. Belum siap meski dari segi umur memang sudah saatnya tidak berarti kamu pengecut. Sebab dalam pernikahan, umur memang bukan faktor utama

Umur juga bukan alasan satu-satunya

Umur juga bukan alasan satu-satunya via stocksnap.io

“Dia aja yang lebih muda dari kamu berani nikah, kamu yang udah mau dua lima, mana nyalinyaa?”

Stigma di masyarakat timur memang selalu mengedepankan umur. Bila sudah masuk usianya, namun kamu masih terlihat santai-santai saja, maka orang-orang di sekitarmu yang akan mulai resah dan gelisah. Dia yang masih lajang di usia-usia ibu muda, akan disebut perawan tua. Karena itulah deadline bukan lagi soal kerja, tapi juga pernikahan. Namun pernikahan tentu bukan semata-mata karena usia. Ada banyak yang dipersiapkan, dan bila kamu belum siap sekarang, bukan berarti kamu pecundang. Tidak perlu berkecil hati, karena memang hak kamu untuk mempersiapkan diri.

Pernikahan bukan soal mendapatkan status resmi dari Kantor Urusan Agama, bukan pula semata soal pesta. Pernikahan adalah komitmen untuk hidup berdua dan saling bekerja sama. Tak perlu terburu-buru, karena pernikahan memang bukan lomba. Tak perlu dipaksa, bila memang kamu belum siap sepenuhnya. Ada banyak hal yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan. Sebab tentu kita ingin sebuah pernikahan pernikahan menjadi yang pertama dan selamanya.

Suka artikel ini? Yuk follow Hipwee di mig.me

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi

CLOSE