Memasuki Waktu Indonesia Bagian Selow Soal Jodoh dan Pernikahan

Beberapa tahun lalu keningmu akan mengernyit ketika mendapati pertanyaan,

Gimana rasanya kalau usiamu sudah 28 tapi belum menikah juga?” 

Sedikit terkikik, kamu menggeleng pelan. Rasanya itu tidak akan jadi jalan hidupmu. Selama ini kamu selalu jadi pribadi yang lurus-lurus saja. Selalu berhasil mencentang semua kotak dalam check list sebagai orang dewasa. Tapi seperti banyak hal lain di dunia selalu ada plot twist yang tidak terduga.

Di sinilah kamu sekarang. Ibarat permainan bola, bagi orang Indonesia usiamu sudah masuk injury time. Beberapa orang mengajakmu berhitung dengan rasional. Semuanya menghasilkan pertanyaan, “Tunggu apa lagi sih? Apa yang masih kurang?”

Yang bisa kamu jawab dengan jelas dan lantang: kurangnya banyak.

Anehnya, berbeda dengan versi dirimu 5 tahun lalu dirimu sekarang merasa ini bukan masalah besar. Akan tiba masa belum menikah di usia yang kata orang sudah matang tidak lagi jadi hal yang membuatmu resah. Tetek bengek soal jodoh malah membuatmu berkata, “Dipikirin sampe bego juga nggak kelar. Ya sudah dijalani aja…” 

Di titik itulah sekarang kamu berada. Dan herannya kamu merasa nyaman, biasa, juga bahagia.

Butuh banyak fase untukmu sadar. Jodoh terlalu overrated untuk dikeluhkan

Jodoh kadang overrated

Jodoh kadang overrated via unsplash.com

Bicara soal perjuangan, hidup selepas seperempat abad jelas memberimu banyak cerita. Mari kita bicara soal bagaimana kamu menuntaskan kewajiban pendidikan sebagai anak ke orangtua. Malam-malam panjang memandangi layar Microsof Word sambil menuliskan apapun yang kamu bisa. Saat skripsi jadi seperti dementor yang membuatmu berjalan a la zombie selama 2 bulan lamanya.

Proses panjang interview, FGD, user interview demi membawamu jadi budak kapitalis yang lupa apa artinya renjana. Kerja sampai tak pernah lagi melihat panas matahari demi transferan rutin yang habis dalam 2 minggu pertama. Kamu mulai percaya kalau urusan hati bukan satu-satunya masalah terbesar di dunia.

Jika sekarang ditanya apa yang paling ingin kamu dapatkan, kamu akan menunjukkan to do lists yang kian panjang. Kamu ingin membangun bisnis sendiri. Ingin bisa punya pekerjaan fleksibel yang memberimu kesempatan bekerja di rumah, pakai piyama dan tetap dibayar setiap bulan. Kamu ingin punya lebih banyak waktu untuk melakukan hal yang ingin kamu coba. Mendapatkan pasangan yang bisa diajak bobo halal bersama ada di prioritas ke sekian yang hanya jadi bonus saja.

Rasa tenang muncul karena percaya. Kamu tidak perlu diobral. Semakin lama datang harga jualmu makin mahal

Tenang. Kamu bukan barang obralan

Tenang. Kamu bukan barang obralan via unsplash.com

Pendapat orang soal pilihan yang makin sedikit semakin kamu berumur, bagaimana nanti kamu harus ikhlas menurunkan standar terdengar tidak masuk akal. Berlian akan selamanya jadi berlian di manapun dia ditempatkan. Dan kamu sudah melalui seluruh fase pembentukan hingga bisa jadi batu mulia yang kekal.

Mau orang bilang apa sekarang kamu bisa menjalani hidup dengan tenang saja. Menunggu berarti bisa memberikan yang terbaik demi meningkatkan kualitas. Kamu akan datang padanya dengan sederet pencapaian. Kamu akan bilang, “Ini yang kulakukan selama menunggumu Sayang. Terima kasih sekarang sudah datang.”

Ini seperti hukum kelangkaan. Semakin lama kalian dipertemukan makin tinggi pula kurva permintaan. Kamu bukan barang reject yang harus dijual di etalase obral demi meraih pelanggan.

Tuhan hanya sedang mengatur agar kamu dirindukan, ditunggu dan didoakan kehadirannya dengan mati-matian.

Akan ada masa dia jadi pusat dunia. Sebelum orbit kalian ada di garis yang sama, tolong jangan manja

Sebelum orbit kalian ada di garis yang sama

Sebelum orbit kalian ada di garis yang sama via unsplash.com

“Perhaps not to be is to be without your being.”

Pablo Neruda

Proses menjadi seseorang yang pantas bukanlah one fit jacket for all yang selalu sama ceritanya. Buatmu bisa jadi proses untuk menggenapi dia yang nanti datang adalah belajar untuk hidup dan berkembang dulu tanpanya. Tidak menggantungkan kebahagiaanmu pada orang lain seberapa besar pun rasa cinta. Sedikit memaksa diri agar merasa mampu dan selalu baik-baik saja, dengan atau tanpa kehadirannya.

Kalian hanya sedang diminta memecahkan beragam kode a la Interstellar sebelum bisa masuk ke galaksi yang sama. Sampai saat itu tiba cobalah bertanya ke perasaanmu sendiri. Haruskah kamu jadi pribadi yang mellow dan sobby? Haruskah kamu menangguhkan semua ambisi karena harus merasa lengkap sebelum bisa berlari?

Semoga kamu, saya, kita tidak terjebak dalam kepicikan yang manja ini. Hati yang tangguh adalah hati yang sudah diajak maraton berkali-kali. Berhenti sekarang membuatnya lupa caranya berlari. Saat nanti partner finish 10K nya datang dia malah kehilangan stamina lalu mati.

Suka artikel ini? Yuk follow Hipwee di mig.me !

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat puisi dan penggemar bakwan kawi yang rasanya cuma kanji.