Sekarang, yang Penting Ibu Bahagia. Kebahagiaan Saya, Nanti Pasti Ada Waktunya

Membahagiakan ibu

Halo, Bu? Apa kabar di sana? Harapanku semoga Ibu selalu baik-baik saja. Mungkin Ibu sedikit merasa aneh melihat surat yang di antar tukang pos ternyata dari saya. Sebenarnya, saya bisa saja menelepon Ibu seperti biasa. Tapi rasanya mengirim surat membuat semua gundah akan tersampaikan dengan sempurna.

Advertisement

Kepulangan saya kini pasti jadi yang paling Ibu tunggu-tunggu. Sayangnya, padatnya rutinitas pekerjaan membuat saya tak cukup punya waktu. Seperti bulan-bulan sebelumnya, lagi-lagi saya gagal menjenguk Ibu. Tapi percayalah Bu, anakmu ini pun sebenarnya sungguh rindu. Hanya saja, sekarang ini masih banyak hal yang harus saya lakukan. Bukan untuk diri saya sendiri, tapi justru demi Ibu yang paling saya cintai.

Perkara pekerjaan kini memang jadi prioritas utama. Saya sedang sekuat tenaga berjuang demi karir dan masa depan nantinya

Maaf selalu sibuk dengan pekerjaan | Photo by Darya Tryfanava via unsplash.com

Jauh-jauh hari sebelum resmi menyandang gelar sarjana, saya mantap memilih pergi merantau. Bukan tanpa alasan atau sekadar ingin kehidupan yang bebas, tapi kota besar pastilah tempat yang paling pas. Saya ingin punya karir yang tak terbatas, dengan penghasilan tinggi dan segala kebutuhan yang bisa terpenuhi.

Advertisement

Berpisah dari keluarga memang awalnya terasa berat. Tapi saya ingat, ketika itu Ibulah salah satu alasan yang membuat saya kuat. Meski keinginan untuk pulang terus saja menghantui, sekuat tenaga saya memantapkan hati. Karena dengan cara ini kelak kehidupan yang jauh lebih baik akan saya dapati.

Tak lagi ada waktu untuk senang-senang, termasuk kumpul dengan teman dan usaha untuk menemukan pasangan

Advertisement

Tak ada waktu bersenang-senang, aku harus pergi menaklukkan dunia | Photo by Anya Osintsova via unsplash.com

Hari-hari di perantauan hanya diisi dengan kerja dan kerja. Lebih dari 8 jam perhari saya habiskan di kantor, dan sisanya sekadar untuk nonton DVD di kamar lalu tidur. Ketika akhir pekan, biasanya saya disibukkan dengan urusan bersih-bersih kamar kosan. Tak lagi ada waktu untuk senang-senang yang menurut saya sama halnya dengan menghambur-hamburkan uang.

Di usia ini saya pun mulai mengesampingkan soal pergaulan. Teman-teman sepermainan toh juga sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka juga sedang berjuang dengan karir dan cita-cita yang ingin diraih. Selain itu, saya tak lagi punya waktu untuk memikirkan soal perasaan, Bu. Perkara mencari pasangan sepertinya bukan hal penting yang harus saya pikirkan sekarang. Bagaimana pun, jodoh itu kelak akan datang jika sudah sampai waktu yang ditentukan Tuhan.

Saya sedang berpacu dengan waktu, sehingga sah-sah saja mengorbankan kesenangan khas anak muda yang dirasa tak lagi perlu

Banyak yang kukejar | Photo by Sydney Liao via unsplash.com

Tak sedikit rekan yang berkomentar, katanya saya kurang bergaul dan bersenang-senang. Tapi di usia yang sekarang, rasanya mengejar kesenangan-kesenangan khas anak muda memang bukan lagi masanya. Saya hanya ingin fokus dengan pencapaian dan masa depan saja.

Meski banyak hal yang harus dikorbankan, sah-sah saja jika dilakukan demi masa depan nantinya. Saya sering membayangkan punya karir dan penghasilan yang mapan. Bisa pulang ke rumah sewaktu-waktu lalu mengajak keluarga dan Ibu pergi liburan. Saya ingin bisa mencukupkan semua kebutuhan, memastikan Ibu dan orang-orang yang saya sayangi tak merasakan kekurangan.

Ikhtiar saya ini semata-mata demi keinginan itu. Keinginan membahagiakan Ibu selagi saya masih punya kesempatan dan waktu

Yang penting ibu bahagia | Photo by Elly Fairytale via www.pexels.com

Semua yang saya lakukan adalah bentuk perjuangan. Tujuannya hanya satu, yaitu semata-mata demi bisa membahagiakan Ibu. Sejak kecil hingga sekarang dewasa, Ibu sudah khatam segala susah payahnya membesarkan saya. Kini biarkan saya melakukan hal yang sama.

Selagi masih ada waktu dan kesempatan, saya hanya ingin melihat Ibu merasakan kebahagiaan. Saya akan berusaha mencukupkan segala yang Ibu butuhkan. Saya pula yang akan berjuang agar Ibu tak pernah merasa susah dan kekurangan. Jujur saja, saya hanya tidak mau merasakan penyesalan jika nanti Ibu pergi dan saya belum tuntas memberimu kebahagiaan.

“Jadi sekarang, yang penting Ibu bahagia. Kebahagiaan saya nanti saja, pasti akan tiba waktunya…”

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Suka kopi, puisi, band beraliran folk, punya hobi mikir dan pacaran di bangku taman.

CLOSE