Janganlah Biarkan Produk Impor Merajai Indonesia! Negara Merdeka Tapi Selera Pasarnya Masih Terjajah

Mungkin sulit untuk anak muda zaman sekarang untuk membayangkan betapa beratnya perjuangan pahlawan-pahlawan nasional untuk mengibarkan sangsaka merah putih di Hotel Yamato Surabaya, tepat hari ini 10 November, 71 tahun yang lalu. Pertempuran Surabaya yang selanjutnya dikenang sebagai Hari Pahlawan tersebut, adalah salah satu peristiwa paling ikonis sebagai aksi mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang saat itu baru seumur jagung. Meski tak harus lagi memegang senjata dan mempertaruhkan nyawa, semua penerus bangsa tetap punya tanggung jawab untuk mempertahankan negara.

Advertisement

Sekarang arti kemerdekaan tentu saja bukan lagi masalah kedaulatan. Tapi justru karena artinya yang meluas dan makin abstrak, seringkali kita tak menyadari bahwa bangsa kita masih terjajah. Mungkin bukan lagi penjajahan militer, tapi penjajahan ekonomi, budaya, sampai kehidupan sosial yang di dikte negara lain. Makanya dalam rangka memperingati Hari Pahlawan ini, Hipwee ingin angkat nih bagaimana tren kekinian di masyarakat Indonesia yang makin menggilai produk-produk asing atau impor, itu juga termasuk bukti bahwa kita belum merdeka sepenuhnya.

Mau debat kusir sampai kiamat, memang susah bikin beras lokal jadi lebih murah dari beras impor. Tapi, bicara kualitas, beras nusantara itu juara!

Beras lokal (beas-rmd.blogspot.com) nggak kalah kok dengan beras impor (sumbarsatu.com).

Beras lokal (beas-rmd.blogspot.com) nggak kalah kok dengan beras impor (sumbarsatu.com) via sumbarsatu.com

Alasan orang Indonesia lebih memilih beras impor adalah karena harganya yang lebih murah. Lho kok bisa beras impor lebih mahal dari beras lokal? Hal ini dikarenakan sebelum dijajakan pada konsumen, harus melewati 7 hingga 8 mata rantai lebih dulu. Sementara itu, beras impor bisa langsung didapatkan dari distributor. Yup, dengan kata lain beras lokal hanya kalah dari segi pengelolaannya saja. Sementara itu dari segi kualitas, beras lokal tetap punya kualitas yang oke punya. Sebut saja beberapa daerah di Jawa Barat yang tenar sebagai penghasil beras yang cukup berkualitas, yakni Indramayu dan Karawang.

Bukan hanya soal beras, jangan kaget kalau Indonesia masih mengimpor cangkul. Ini sesungguhnya bisa dijadikan peluang bagi anak muda Indonesia untuk menghasilkan cangkul berkualitas!

Cangkul impor Tiongkok dan cangkul lokal.

Cangkul impor Tiongkok dan cangkul lokal via jabar.pojoksatu.id

Sebagian kamu mungkin akan terperangah, ya ampun masak cangkul aja ngimpor? Ya begitulah kenyataannya dan ini sudah berlangsung jauh sebelum berita ini terendus media. Lebih tepatnya dari sejak 2014 lalu, beberapa daerah di Indonesia sudah menjajakan cangkul impor dari Tiongkok. Seperti misalnya toko-toko alat bangunan di Bandung yang lebih banyak menjajakan cangkul impor ketimbang cangkul lokal dengan alasan kualitas.

Advertisement

Menurut banyak konsumen, cangkul impor jauh lebih baik dari segi kualitas. Wah, kenyataan ini sebetulnya bisa diubah jadi peluang oleh anak muda Indonesia untuk berbisnis cangkul. Yup, bagaimana caranya agar anak muda Indonesia yang kreatif bisa berkreasi menghasilkan cangkul yang jauh lebih berkualitas ketimbang cangkul impor. Setuju nggak nih guys, kalau ini bisa diubah jadi peluang?

Kasus apel impor berbakteri tahun lalu, sempat menjadikan apel lokal primadona. Semoga ke depannya apel dan buah-buahan lokal merajai pasar nusantara

Apel lokal (idnusantara.com) dan apel impor (riaupos.co).

Apel lokal (idnusantara.com) dan apel impor (riaupos.co) via riaupos.co

Masih inget nggak nih kasus apel dari Amerika Serikat yang berbakteri hingga menyebabkan tiga orang meninggal? Beberapa jenis apel impor dari Amerika Serikat yang dilarang untuk dijual di tanah air diantaranya Granny Smith dan Royal Gala lantaran mengandung bakteri berbahaya, yakni Listeria monocytogene. Kasus tersebut bisa dibilang sebagai ‘blessing in disguise’ atau keberuntungan bagi popularitas apel lokal.

Sebut saja apel Malang yang penjualannya mendadak meningkat setelah adanya kasus apel impor berbakteri tersebut. Semoga saja ke depannya, apel lokal merajai pasar buah-buahan tanah air. Sebab apel dan buah-buahan lokal juga punya kualitas yang juara. Kesegarannya juga boleh diadu dan jarang dilapisi lilin. Jadi, masih mau makan buah impor? Atau mau setia aja sama buah lokal?

Advertisement

Kekayaan kopi nusantara nyatanya masih kalah dengan segelas kopi berselubung gengsi. Padahal ngopi di angkringan nggak kalah nikmatnya kok dengan ngopi di kedai kopi Amerika!

Kopi Joss nggak kalah nikmat kok sama kopi dari kedai kopi ternama itu.

Kopi Joss nggak kalah nikmatnya kok sama kopi dari kedai kopi ternama itu via food.detik.com

Indonesia punya banyak ragam kopi yang nggak kalah nikmatnya dengan kopi impor. Percaya deh, banyak juga orang Indonesia terutama anak mudanya yang paham dengan kekayaan kopi nusantara. Bahkan sebagian besar kamu yang sudah menyesap kenikmatan kopi Aceh Gayo, Toraja, hingga Bali Kintamani, sudah pasti tambah yakin kalau kopi nusantara punya rasa yang juara.

Sayangnya hal tersebut terkalahkan oleh prestise yang sudah terlanjur melekat pada kopi franchise Amerika. Sehingga anak muda kekinian merasa naik level saat ngopi di kedai kopi waralaba Amerika. Karenanya, sesekali cobain deh menyesap kopi joss di angkringan kalau kamu tengah berlibur ke Yogyakarta. Rasanya, dijamin juara!

Pemikiran boleh saja mengadopsi gaya barat, tapi soal kuliner, masa iyah kita rela dijajah dengan produk negara barat?

Ayam penyet (resepharian.com) vs ayam goreng a la Amerika (lifedaily.com).

Ayam penyet (resepharian.com) vs ayam goreng a la Amerika (lifedaily.com). via www.%20lifedaily.com

Nggak sulit untuk mencari kedai ayam goreng a la Amerika di Indonesia. Di setiap kota hampir dipastikan ada, bahkan untuk ukuran kota kecil sekalipun. Amat disayangkan sih, karena itu tak ubahnya penjajahan dari bidang kuliner. Padahal Indonesia punya juga menu berbahan dasar ayam yang nggak kalah nikmatnya dari fried chicken! Sebut saja ayam penyet yang gurih dan pedenya juara banget!

Seorang pengusaha asal Indonesia bernama Edy Ongkowijaya berhasil mempopulerkan ayam penyet ke beberapa negara ASEAN, yakni Singapura, Malaysia, Brunei, dan Myanmar. Edy dengan merek dagang ayam penyetnya, yakni D’Penyetz berhasil menjadi pengusaha kuliner yang sukses di negara orang. Tuh, ayam penyet aja udah go international, tentu kuliner nusantara lain juga bisa menembus pasar luar negeri!

Indonesia juga punya produk clothing line yang berkualitas, clothing line Daniel Mananta ini contohnya. Mantan VJ ini berani menjalani misi untuk mempopulerkan produk Indonesia

Padahal produk lokal (kiri) nggak kalah kok sama produk luar.

Padahal produk lokal (kiri) nggak kalah kok sama produk luar (kanan). via andriewongso.com

Soal penampilan, masyarakat Indonesia tergolong pribadi yang silau dengan merek impor. Sesuatu yang berbau impor, baik pakaian atau kosmetik, selalu laris diburu. Nggak salah kalau gerai pakaian asal luar negeri atau reseller-nya, selalu banjir pembeli. Sebetulnya tak menjadi soal jika benar demikian, hanya saja akan lebih baik jika masyarakat Indonesia lebih senang mengenakan pakaian produk lokal. Nyatanya banyak juga kok produk pakaian asal Indonesia yang berkualitas, sebut saja clothing line miliknya Daniel Mananta – DAMN I Love Indonesia atau Peter Says Denim.

Kenapa harus malu beli sepatu kulit di Cibaduyut? Kualitasnya nggak kalah kok dengan yang impor

Sepatu kulit Cibaduyut (aslicibaduyutbandung.blogspot.com) vs sepatu kulit impor (tokopedia.com).

Sepatu kulit Cibaduyut (aslicibaduyutbandung.blogspot.com) vs sepatu kulit impor (tokopedia.com) via tokopedia.com

Buat kamu yang selama ini addict dengan sepatu impor atau brand kelas dunia, mbok sekali-kali mampir ke Cibaduyut buat belanja sepatu. Sepatu kulitnya punya kualitas yang oke punya dan harganya ramah di kantong pula. Dijamin deh, kamu nggak bakal nyesel belanja sepatu di sana. Yuk, galakkan cinta produk lokal dari sekarang!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Belum bisa move on dari Firasat-nya Dewi Dee.

CLOSE