Bukan Masalah 7 Hari Atau 7 Tahun, Keputusan Terima Pinangan Nikah Itu Harus Penuhi 7 Kriteria Ini!

Ketika berita tentang Rey Utami mengemuka ke publik, tak sedikit yang meragukan umur pernikahan sang presenter olahraga tersebut. Bermula dengan berkenalan via Tinder, dilanjutkan dengan hadiah-hadiah mewah, hingga tepat di hari ke-7 mereka kenalan, Rey resmi menikah dengan sang suami ā€“ Pablo Putera Benua.

Sungguh waktu yang begitu singkat untuk menerima pinangan seseorang. Tidak seperti orang kebanyakan yang berani melangkah menuju pelaminan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah perkenalan. Bukan soal waktu, tapi lebih kepada sejauh mana kamu mengenal dia dan seluk beluknya? Sudahkah kamu membersamakan langkah menapaki masa depan dengannya? Sebab kamu tentu tak ingin menua dengan orang yang salah bukan?

1. Pribadi yang dekat dengan Tuhan selaras dengan kehidupan yang tenteram. Terima dia yang fondasi agamanya tak tergoyahkan, supaya hidup kalian terarah

photo-1473993702977-1706a7f23164

Memiliki kesamaan pedoman hidup adalah kunci via unsplash.com

Agama adalah fondasi hidup. Mereka yang mengenal Tuhan cenderung lebih bijak dalam menghadapi kesulitan. Mereka percaya bahwa di atas daya dan upaya, ada tangan Tuhan yang bekerja. Karenanya dia yang religius layak untuk kamu pertimbangkan. Namun, bukan hanya sisi religiusnya saja, ada satu hal yang seharusnya menjadi hal utama, yakni tentang apakah kamu sudah seiman dengannya? Boleh jadi dia religius, namun akan percuma saja jika dia tidak seiman denganmu. Karenanya persoalan spiritualitas yang terbilang sensitif ini jangan sungkan untuk kamu bicarakan dengannya di masa pendekatan.

2. Jangan hanya fokus menilai cara dia perlakukanmu, tilik juga sikapnya terhadap orang lain. Nantinya kalian akan berbagi identitas dan jadi cerminan satu sama lain di mata orang, jadi pilihlah dia yang tahu cara menghargai orang lain

photo-1439539698758-ba2680ecadb9

Berbagi hidup dan berbagi identitas via unsplash.com

Kepribadian adalah hal mendasar yang perlu kamu pertimbangkan ketika menilai seseorang yang akan kamu pilih sebagai pendamping hidup. Kamu bisa memperhatikan dari bagaimana diaa memperlakukan keluarga, sahabat, dan orang lain. Kamu tentu engganĀ  hidup dengan seseorang yang mendapat stigma buruk di lingkungan ā€˜kan? Sebab setelah menikah nanti, kamu akan berbagi identitas dengannya. Baik buruknya perilaku pasanganmu juga melekat dalam dirimu.

3. Meski saat ini bukan lagi zaman feodal, mengetahui latar belakang keluarga calon pasangan semata untuk memahami riwayatnya. Termasuk riwayat penyakit yang tak kalah pentingnya

photo-1458323679487-2ebd81b13c5f

Mengenal mereka yang akan jadi keluargamu via unsplash.com

Tanpa bermaksud untuk menghakimi, mengetahui riwayat keluarga calon pasangan semata untuk memahami kondisi. Seperti misalnya saat kamu sudah mengetahui bahwa orangtuanya bercerai, tak lantas kamu menolak pinangannya. Sebaliknya, kamu dan dia bisa mengambil pelajaran dari perceraian orangtuanya. Dengan belajar memahami keluarganya, secara tidak langsung kamu tengah mendekatkan diri dengan keluarganya. Sebab keluarganya kelak juga menjadi keluargamu.

Tak hanya itu, mengenal latar belakang keluarganya juga sekaligus mengulik riwayat penyakit yang berpotensi menurun padanya ā€“ calon suamimu. Apakah dia berpotensi terkena diabetes atau gangguan mental sekalipun. Mengetahui ini bukan untuk menjugde, semata untuk lebih memahami. Agar kelak ke depannya kamu bisa bijak mengambil sikap.

4. Ingat saja, kamu butuh partner untuk menapakiĀ masa depan. Pilihlah dia yang tak keberatan untuk berjuang bersama

photo-1447302325121-30ef3bab8b65

Menikah bukanlah garis akhir, tapi permulaan menuju selamanya via unsplash.com

Boleh jadi dia berlatar belakang keluarga berada, namun sifatnya sungguh kekanak-kanakan dan manja. Bahkan sukar untuk diajak berjuang berdua. Jika dia enggan untuk diajak merangkai mimpi dari bawah, baiknya tolak saja ajakannya untuk melangkah menuju pelaminan. Karena kamu butuh seseorang yang bersedia untuk berjalan seiringan menapaki masa depan. Seseorang yang ketika badai tetiba menghadang, tidak lantas mengeluh dan merutuk. Melainkan bisa dengan bijak menghadapinya.

5. Nantinya akan banyak keputusan yang harus kalian buat bersama. Jadi pastikan dia adalah pribadi yang bisa kamu ajak berdiskusi dalam membuat keputusan

photo-1470081924114-1a2d730dd92c

Menyatukan pemikiran untuk selamanya via unsplash.com

Life is 10% what happens to you and 90% how you react to it.

-Charles Swindoll

Jangan buru-buru mengiyakan pinangannya. Kenali dulu bagaimana dia mengambil keputusan. Cara dia mengambil keputusan merupakan proyeksi bagaimana kalian akan mengatasi masalah-masalah di depan. Sebagai pasangan seumur hidup, semua masalah dari yang sepele sampai perihal hidup mati harus diambil bersama-sama. Maka dari itu terimalah dia yang bijak dalam mengambil keputusan. Karena tak peduli rintangan apa pun yang akan kalian hadapi, mampu mengambil keputusan yang baik sebagai pasangan adalahĀ resep utama untuk hidup yang bahagia.

6. Pastikan kamu bisa membayangkan tiap langkah membesarkan ā€˜kehidupanā€™ dengannnya. Jadi, kenali potensinya dengan baik

img_6140edit

Kehidupan baru yang harus jadi warisan terbaik kalian di dunia ini via www.letsabrakadothis.com

Pikirkan juga apakah dia berpotensi menjadi orangtua yang baik untuk anak-anakmu kelak? Di luar keindahan fisik dan kecerdasan yang mumpuni, telaah dengan baik bagaimana dia berinteraksi dengan anak kecil. Meski tak berarti mereka yang nggak suka anak kecil lantas tak layak menjadi orangtua. Diskusikan dengannya, ingin menjadi orangtua yang seperti apakah dia. Perbincangan ini perlu ada dalam proses pendekatanmu dengannya.

7. Menikah sejatinya tentang membersamakan langkah. Sudah sevisikah kamu dengannya?

photo-1475721042966-f829c9b42aab

Jangan sampai keluar jalur via unsplash.com

Pun ketika agama yang kokoh, keindahan fisik, latar belakang keluarga yang sudah kamu kenali, hingga kecakapan dalam mengambil keputusan, ada dalam dirinya, jangan lupakan satu hal penting lainnya. Yakni tentang menyamakan visi tentang rencana kalian ke depan. Sebab akan menjadi percuma manakala calon pasanganmu memiliki kualitas yang baik, namun berbeda visi denganmu. Percuma saja jika dia punya kriteria yang kamu harapkan sebagai calon pasangan, namun enggan membersamakan langkah denganmu dalam menapaki masa depan.

Mengenalnya tujuh hari, tujuh bulan, atau tujuh tahun sekalipun bukan menjadi soal yang perlu dimasalahkan. Bukan soal waktu, tapi tentang seberapa kompatibel kalian membangun masa depan.

Suka artikel ini? Yuk follow Hipwee diĀ mig.me !

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Belum bisa move on dari Firasat-nya Dewi Dee.