Jatuh Bangun Kamu yang Bukan Siapa-Siapa, tapi Bertekad Jadi Penulis Ternama

Dulu waktu kecil saya belum punya bayangan yang jelas soal cita-cita. Saat ditanya mau jadi apa ya jawabnya kalau nggak dokter ya jadi insinyur. Padahal sedari kecil aslinya saya sudah menyukai dunia literasi. Semasa SD bukan cuma cerita-cerita Disney yang saya lahap, tapi juga buku cerita rakyat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Bahkan saya tak hanya jadi pembaca setia Majalah Bobo atau Tabloid Fantasi, tapi koran seperti Pos Kota sampai Majalah Misteri dan Sabili pun dilahap meski selalu bikin ngeri.

Di masa SMP, saya tak hanya mengenal penulis seperti Nh. Dini, Sultan Takdir Alishahbana, Abdul Muis atau Chairil Anwar, tapi sudah sok-sokan membikin puisi. Saya senang duduk menyediri di teras rumah saat malam hari. Melihat langit seperti mencari-cari peta harta karun, sampai akhirnya menulis bait demi bait yang saya anggap itu puisi. Meski saat itu, saya belum terpikirkan untuk jadi penulis.

Lalu SMA, saya merasakan proses pencarian jati diri. Hampir semua kegiatan saya coba. Jadi OSIS, ikut teater, ikut basket, ikut paduan suara, sampai yang terakhir saya ikut ekskul Jurnalis. Kala SMA, saya pun berkenalan dengan penulis-penulis baru yang sedang naik daun pada masanya. Mulai menulis cerpen dan dengan beraninya mengirim ke redaksi Majalah Gadis. Meski sayangnya ditolak dan membuat semangat menulis saya kempis.

Apalagi di SMA saya dulu belum ada kelas bahasa, hanya ada IPA dan IPS. Membuat keinginan saya untuk kuliah di jurusan sastra ciut, karena saya tak ingin masuk kelas IPS yang ada pelajaran ekonomi dan akutansi. Singkat cerita, saya akhirnya menceburkan diri di ilmu pasti. Tapi semua berubah lagi, saat saya berhasil keluar dari pusaran yang tak semestinya diikuti, dan bercita-cita saya harus jadi penulis. Ternyata meniti cita-cita yang baru saya tetapkan di usia hampir seperempat abad itu cukup sulit, sama seperti mencari tema untuk #hipweejurnal ini.

Jatuh bangun jelas saya alami, tapi itu tak membuat saya mengundurkan diri dari dunia literasi.

Kuliah di ilmu pasti membuat orang selalu komentar, ‘emang bisa nulis fiksi atau puisi?’ minder sih tapi mereka tak berhak menjatuhkan cita-cita ini

Aslinya tak banyak yang tahu kalau saya pengagum dunia literasi. Tak banyak yang juga peduli dengan blog receh yang diam-diam saya tekuni. Bahkan keluarga pun tak pernah menyangka kalau saya akan segigih dan sekeras kepala ini saat ingin jadi penulis. Apalagi saat saya mulai giat membikin puisi atau coba-coba ikut komunitas menulis di dunia media sosial, banyak akhirnya yang berkomentar.

Sejak kapan kamu suka nulis?

Kok kamu bisa bikin tulisan-tulisan puitis gitu sih?

Emang kamu bisa nulis cerpen atau puisi?

Sedih, minder dan kadang justru kesal sendiri karena apa yang saya pilih untuk ditekuni setelah jadi Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan diremehkan orang. Saya dianggap tak mumpuni untuk terjun ke dunia literasi. Mereka yang sudah lama ikut komunitas menulis pun sering kali menganggap dirinya dewa yang jauh lebih tinggi dari saya. Sampai akhirnya saya belajar sendiri. Mencari tahu bagaimana caranya mengembangkan cerita agar lebih menarik. Memperkaya diksi dan perbendaharaan kata. Memperbaiki logika kalimat yang berantakan. Sampai memberanikan diri ikut lomba-lomba penulisan.

Berkali-kali gagal, jangankan masuk final, seleksi semi final saja cuma jadi harapan. Tapi saya tak lantas berhenti menulis

Jangan berhenti via unsplash.com

Kamu yakin mau ikut lomba itu? Emang tulisanmu sebagus apa?

Ciut memang nyali saya saat mendengar komentar itu. Tapi saya nggak akan belajar dan tahu di mana letak kesalahan saya kalau tak mengikutinya. Toh gagal bukan akhir dari sebuah usaha. Jadi lomba pertama boro-boro masuk semi final, saya rasa membaca judul atau paragraf awalnya saja juri sudah malas. Setelah beberapa waktu belajar menilai sendiri cerpen saya yang kalau dibaca sekarang malu sendiri jadinya, karena ternyata tulisannya terlalu klise dan membosankan.

Belajar dari kegagalan pertama, saya pun mengikuti lomba lagi tapi skalanya lebih kecil dan saya berusaha menuliskan sesuatu yang lebih sederhana. Untungnya kali ini lolos. Dari sana saya terpacu lagi untuk belajar, dan ikut lomba selanjutnya. Sampai akhirnya saya bertemu teman-teman yang bisa diajak belajar menulis dengan sangat rendah hati. Saya belajar mengembangkan ide, tak melulu menulis kisah cinta, tapi semua hal yang saya lihat, dengar, dan rasakan, bahkan bunga tidur pernah saya tulis. Random memang, tapi bukankah cerita tentang kehidupan terkadang absurd sekali.

Bercita-cita menerbitkan buku, tapi sampai saat ini naskahnya teronggok di penerbit tanpa kejelasan. Tapi toh saya bersyukur masih ada wadah untuk menulis dan belajar

Literasi via Foto%20pribadi

Mas, kira-kira naskah saya kapan ya diterbitkannya?

Iya nih, kita masih nunggu momen?

Ternyata benar kata orangtua, apapun yang kamu tekuni pasti akan terlihat hasilnya minimal lima tahun lagi. Pelan tapi pasti saya bisa membanggakan diri kalau kemampuan menulis saya meningkat setiap hari. Mulai dari bekerja di surat kabar lokal, majalah online anak-anak, aktif di komunitas menulis cerpen yang orang-orangnya punya misi untuk belajar bersama, sampai sekarang jadi bagian dari tim redaksi Hipwee. Jelas bukan hal yang mudah untuk ada di sini. Ada proses yang membuat saya menangis, mencaci maki diri, bahkan hampir putus asa dan berpikir “mungkin harusnya gue jadi PNS aja lah!”.

Tapi toh semua kesulitan tadi justru membuat saya lebih keras kepala lagi untuk menekuni dunia literasi. Belajar dari mana dan siapa saja, lebih banyak membaca buku saat merasa puas dengan hasil yang sekarang. Karena saya khawatir tak bisa berkembang jika cepat merasa puas. Sementara saya ingin jadi penulis yang bisa menulis apa saja. Dari pengalaman naskah yang digantung penerbit pun membuat saya punya cita-cita untuk membuat penerbitan buku indie, yang menerima naskah tak hanya dari orang yang sudah punya nama.

Terdengar muluk-muluk memang, tapi toh mimpi tak pernah salah dan bisa saja jadi nyata.

#HipweeJurnal adalah ruang dari para penulis Hipwee kesayanganmu untuk berbagi opini, pengalaman, serta kisah pribadinya yang seru dan mungkin kamu perlu tahu 

Baca tulisan #HipweeJurnal dari penulis lainnya di sini!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Tukang catat yang sering dilanda rindu dan ragu