Salawaku: Kisah Perempuan yang Terluka di Tengah Keindahan Laut Maluku. Ironis, Tapi Wajib Nonton!

Salawaku adalah film Indonesia yang diputar di Tokyo International Film Festival (TIFF) ke-29. Film yang disutradarai oleh Pritagita Arianegara ini berkesempatan untuk bersaing dengan 9 film lainnya demi memperebutkan Best Asian Future Award di festival bergengsi itu. Lagi, sineas Indonesia membuktikan taringnya di kancah perfilman internasional. Film yang baru akan tayang tahun depan ini ternyata sempat ditolak masuk bioskop tanah air lho.

Advertisement

Problematika perfilman kita, diapresiasi negara lain, tapi sulit mendapat tempat di negeri sendiri. Mungkin juga karena tema yang diangkatnya cukup kontroversial dan terlalu tabu untuk digugat, yakni tentang rentannya posisi perempuan dalam tatanan masyarakat kita. Film yang juga mengangkat keindahan alam Pulau Seram di Timur Indonesia ini, secara hati-hati membahas masalah cinta, kehamilan di luar nikah, sampai pilihan aborsi yang membuat perempuan makin dihujat.

Popularitas memang tak selalu menggambarkan kualitas. Debutan sutradara tak dikenal dengan tema kontroversial, tak mengherankan jika film ini tidak mendapat perhatian dari khalayak luas

Kru dan pemain Salawaku di TIFF 2016.

Kru dan pemain Salawaku di TIFF 2016. via qubicle.id

Sebelum membesut film pertamanya ini, Pritagita adalah asisten beberapa sutradara kenamaan tanah air, yakni Hanung Bramantyo, Kamila Andini, dan Ismail Basbeth. Meski film ini adalah karya pertama dari sang sutradara, namun hasilnya tak mengecewakan. Salawaku nyatanya berhasil jadi nominasi untuk 8 kategori FFI 2016 dan membawa pulang 3 piala atas kategori pengarah sinematografi terbaik (Faozan Rizal), pemeran pendukung wanita terbaik (Raihaanun) dan pemeran anak terbaik (Elko Kastanya).

Film yang dibintangi oleh aktris cantik Karina Salim (Saras) dan pendatang baru Elko Kastanya (Salawaku) ini memanjakan penonton dengan pemandangan laut biru dan keindahan pantai pulau Seram. Pulau cantik nan eksotis di Timur Indonesia.

Advertisement

Tokoh Saras melarikan diri dari perkotaan demi menyembuhkan luka, hanya untuk mendapati bahwa masalah perempuan di pedalaman pun sama saja. Sama-sama lemah dan rentan hujatan

Ketika tengah berlibur di Pulau Seram, Saras bertemu dengan Salawaku.

Ketika tengah berlibur di Pulau Seram, Saras bertemu dengan Salawaku. via www.thejakartapost.com

Saras – adalah seorang perempuan asal Jakarta yang dikisahkan tengah berlibur di Pulau Seram. Suatu ketika ia diselamatkan oleh anak berusia 10 tahun bernama Salawaku. Lantaran hutang budi, Saras akhirnya turut mendampingi Salawaku yang ingin mencari kakaknya yang kabur dari rumah – Binaiya. Dalam perjalanannya bersama Salawaku dan Kawanua, itulah Saras mendapat banyak pelajaran hidup. Bahwa hidup itu hanya tentang meninggalkan dan ditinggalkan.

Saras mendapati bahwa apa yang dialami oleh Binaiya ternyata sama dengan yang dihadapinya beberapa waktu lalu. Sama-sama hamil di luar nikah, namun bedanya Saras memilih untuk menggugurkan kandungannya. Sementara Binaiya tetap mempertahankan anak yang dikandungnya. Binaiya lebih beruntung karena ayah dari janin yang dikandungnya– yakni Kawanua, bersedia bertanggung jawab. Sebuah masalah klasik yang menimpa banyak perempuan, tak peduli di kota besar atau pulau kecil sekalipun.

Kecewa dengan pria yang meninggalkan dan masyarakat yang mencemooh, tokoh Sarah tak lagi ingin berkomitmen dengan siapapun kecuali dirinya sendiri

Saras (Karina Salim) memilih untuk tidak berkomitmen dengan siapa-siapa.

Saras (Karina Salim) memilih untuk tidak berkomitmen dengan siapa-siapa. via mdalexmusic.id

Mantan pacar yang enggan bertanggung jawab dan lantas meninggalkannya, membuat Saras akhirnya memilih untuk tak berkomitmen dengan siapa-siapa, kecuali dengan dirinya sendiri. Ini menjadi salah satu pesan yang ingin disampaikan dalam film berdurasi sekitar 82 menit ini. Bahwa masih banyak perempuan yang memilih untuk melajang lantaran masih dibayangi oleh luka lama. Kadang alasan yang bersifat personal seperti ini sulit untuk diterima masyarakat. Disepakati atau tidak, cewek itu harus membangun keluarga dan kalau bisa di usia yang ideal, yakni maksimal usia 30-an.

Advertisement

Mau pilih hamil di luar nikah maupun aborsi, perempuan tak akan bisa terlepas dari hujatan. Meski mengambil keputusan yang berbeda, dua tokoh ini menghadapi krisis yang sama

Binaiya (Raihaanun) yang melarikan diri dari rumah lantaran tak kuat menanggung malu.

Tokoh Binaiya yang melarikan diri dari rumah lantaran tak kuat menanggung malu. via tempo.co

Di akhir kisah akan terungkap bahwa Saras ternyata mengalami hal yang sama seperti Binaiya, ia hamil di luar nikah. Namun, bedanya ia memilih untuk menggugurkan kandungannya. Isu sosial ini juga menjadi salah satu pesan penting dalam film ini. Yang mana kejadian itu bisa menimpa perempuan muda di mana pun, tak peduli di kota besar seperti Jakarta ataupun pulau kecil seperti Seram. Pada akhirnya perempuan menjadi pihak yang paling rentan disudutkan dan menanggung beban sendirian. Seperti Binaiya yang memilih meninggalkan rumah lantaran tak kuasa menanggung malu dan cibiran orang.

Jadi perempuan yang serba salah, film ini menggambarkan kondisi yang dihadapi kaum hawa secara realistis. Tak banyak diperindah dengan cerita cinta yang nyatanya memang banyak berakhir derita

Binaiya yang

Binaiya yang posisinya tersudutkan. via Bintang.com

Meski tak sampai hati untuk menggugurkan kandungan, pada akhirnya ketakutan akan reaksi keluarga dan digunjingkan masyarakat, membuat perempuan akhirnya mengambil jalan pintas, yakni aborsi. Pun, jika memberanikan diri untuk melahirkan dan membesarkan sang anak, tetap saja komentar masyarakat begitu menyudutkannya dan sang anak. Dosa dan aib membayangi perempuan yang hamil di luar nikah. Yang sayangnya, beban berat itu seringnya hanya mereka pikul sendirian. Tanpa bermaksud mengecilkan peran lelaki, itulah yang benar terjadi.

Pesan menarik lainnya dalam film ini adalah traveling sebagai salah satu cara perempuan untuk menyembuhkan luka

Saras yang memilih untuk mengobati luka hati dengan berlibur.

Saras yang memilih untuk mengobati luka hati dengan berlibur. via harnas.co

Saras memilih Pulau Seram sebagai tempat untuknya menyegarkan pikiran. Ia memilih untuk mengobati luka hati pasca dicampakkan dengan berlibur ke tempat yang jauh dari tempat tinggalnya – Jakarta. Nampaknya, apa yang dilakoni Saras juga dilakukan oleh banyak perempuan lainnya. Menjelajah tempat baru dan berkenalan dengan orang baru bisa menjadi cara untukmu berdamai dengan luka hati. Pada akhirnya orang yang kamu temui di tempat baru bisa memberimu pelajaran hidup yang membuatmu bisa lebih bijak menanggapi permasalahan.

Dengan pesannya yang kuat, film ini penting untuk ditonton kaum hawa. Bahwa perempuan saat ini masih menjadi pihak yang rentan tersudutkan dan menanggung beban pada kasus hamil di luar pernikahan.

Ada kutipan lain dalam film ini yang tak kalah pentingnya, yakni hidup itu hanya tentang meninggalkan dan ditinggalkan. Jadi, kamu memilih untuk menjadi pihak yang mana?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Belum bisa move on dari Firasat-nya Dewi Dee.

CLOSE