Meski Masih Sendiri di Umur 25, Kamu Bukan Produk Gagal atau Reject! Ini Alasan untuk Tak Obral Diri

Saran untuk kamu yang masih sendiri di usia 25

Akan tiba masanya kamu mendapatkan pertanyaan: apa sih yang kamu cari? Ketika kamu sudah tiba pada usia berkeluarga yang sesuai dengan kesepakatan bersama, namun kamu masih asyik sendiri saja. Kamu akan diminta untuk mengevaluasi diri. Jauh sebelum itu, kamu mungkin sudah diperingatkan berulang kali, agar tidak terlalu sibuk mengejar karier sehingga lupa soal mencari pendamping. Alasannya saat itu, waktu dan ruang gerakmu masih luas. Sekarang dengan makin bertambahnya usia, pilihan juga semakin menipis.

Kamu akan dihadapkan dengan berbagai pertanyaan. Apakah selama ini kamu mematok standar yang terlalu tinggi? Haruskah mulai menurunkan beberapa level, agar lebih terjangkau dan akhirnya laku? Sudah bukan waktunya lagi kamu untuk jual mahal. Semakin tinggi usia, makin banyak celotehan ‘ada yang mau saja sudah untung’ yang bakal kamu dengar.

Seperti barang reject, yang harus dijual dengan harga super murah. Agar laku dan tak sia-sia modal produksinya

Aih, kejamnya.

Susahnya menjadi perempuan. Ada usia keemasan yang harus dimaksimalkan. Lepas dari itu sering dianggap barang reject, yang harus diobral agar laku di pasaran

Semakin tua usia, katanya daya jual semakin berkurang

Semakin tua usia, katanya daya jual semakin berkurang via stocksnap.io

Menjadi perempuan tak pernah semudah kelihatannya. Masa keemasan perempuan seakan terhenti di usia 22-25. Saat itu kamu bebas memilih. Kamu bebas menentukan standar mau pasangan yang bagaimana dan bagaimana. Lepas dari usia itu, kamu harus mulai menurunkan sedikit standarmu. Dan saat usiamu sudah lewat 30, kesempatanmu sudah habis. Siapapun yang datang untuk meminang, harus diterima, sebab itulah kesempatanmu satu-satunya. Bukan saatnya lagi kamu memilih yang mana, melainkan hanya tinggal menunggu yang mau saja.

Batasan usia produktif memang benar adanya, tapi tak seharusnya jadi satu-satunya ukuran untuk merasa kedaluwarsa

photo-1473707669572-40d832255b5e

Jangan merasa produk buangan via unsplash.com

Salah satu alasan mengapa perempuan selalu didesak untuk segera menikah, adalah karena masa produktif perempuan ada batasnya. Tak seperti pria yang bisa subur seumur hidup. Perempuan sering disamakan dengan susu formula, yang punya expired date dan akan kadaluwarsa bila tidak segera dikonsumsi. Soal usia produktif jelas tidak bisa dipungkiri. Namun itu juga bukan satu-satunya pertimbangan untuk mempercepat pernikahan.

Ada banyak hal yang harus dipikirkan dalam memilih pasangan yang diharapkan jadi teman sampai ajal datang. Sementara usia bukan pula indikator kedewasaan maupun pertanda bahwa sudah harus bertemu jodoh. Tak semua beruntung dapat bertemu dengan padanan jiwa sebelum berumur 25 tahun. Kalau memang belum siap melepas status lajang, pun belum bertemu dia yang sepadan, kenapa juga harus dipaksakan. Terutama hanya karena bilangan angka.

Meski sudah lewat masa keemasan, kamu tetap berhak punya standar. Jangan menyerah pada keadaan, kalau tak mau menyesal pada komitmenmu untuk bersama selamanya

Jangan asal mau-mau saja, nanti masa depanmu suram

Jangan asal mau-mau saja, nanti masa depanmu suram via unsplash.com

Mungkin kita bertanya-tanya mengapa pernikahan selalu dikaitkan dengan usia. Mengapa bila usianya sudah sekian, kita selalu dihadapkan pada pertanyaan ‘Kapan nikah?‘ dan ‘Nunggu apa lagi?’. Percuma beralasan bahwa kamu masih ingin mengejar yang lain dulu, baru memikirkan pernikahan. Sebab di mata orang, kamu sudah dianggap keluar jalur.

Apapun itu, yang tak umum selalu dianggap menyimpang. Namun jangan biarkan ini menyurutkan langkahmu. Kamu yang keasyikan mengejar cita-cita hingga lupa pada usia yang semakin beranjak, tak perlu menurunkan standar yang kamu buat. Meskipun kamu sudah melewati usia keemasan, bukan berarti kamu harus menerima siapapun yang datang.

Waktu yang panjang karena tak terburu-buru justru memberimu ruang untuk meningkatkan kualitas diri. Apa kamu rela mendapatkan seseorang yang hanya mengharapkan barang obralan?

Kamu itu berharga, jangan mau sama dia yang menganggapmu murahan

Kamu itu berharga, jangan mau sama dia yang menganggapmu murahan via unsplash.com

Menunda pernikahan tidak selalu berarti menyia-nyiakan waktu. Kamu yang saat ini masih sendiri meski keluarga dan teman sudah lelah menanyai, tentu tidak menunggu tanpa alasan yang pasti. Waktu yang kamu miliki selama menanti itu juga punya nilai. Kamu tidak duduk berpangku tangan menunggu jodoh yang entah kapan datang, tapi kamu terus berusaha meningkatkan kualitas diri.

Kamu memperbaiki sikap-sikap burukmu, berusaha menggapai sebanyak mungkin prestasi. Kamu juga terus belajar dari setiap momen kehidupan untuk menjadi sosok yang kian baik setiap harinya. Dengan segala yang sudah kamu tempuh ini, apakah kamu rela membiarkan dirimu seperti barang obralan? Tak perlu menurunkan harga. Sebab jodoh adalah cerminan diri, kamu berhak mendapatkan dia yang sama baiknya.

Karena untuk sebuah hubungan, tak pernah ada kata terlalu tua atau terlalu muda. Kesiapan itu ada di dalam jiwa, setiap orang berbeda-beda

Harus siap menuju pelaminan

Siap berkomitmen untuk bersanding selamanya itu tak bisa diukur umur via unsplash.com

Soal menentukan kapan kita harus mulai menjalin hubungan serius dan melaju ke jenjang pernikahan tentu tak bisa dipukul rata seperti kapan saatnya kita masuk sekolah dasar. Sama seperti harga yang tak selamanya menentukan kualitas.

Beberapa hanya tentang gengsi yang tertuang dalam simbol brand saja

Usia juga tidak selalu menentukan tingkat kedewasaan. Sementara sebuah pernikahan, tentu mensyaratkan dua orang yang sudah bisa menyikapi segala sesuatu dengan dewasa. Ada yang sudah merasa siap di usia 17 tahun, ada yang baru mantab di usia 24 tahun. Ada juga yang belum merasa perlu meski usianya sudah 30-an. Tak perlu diperbandingkan. Karena setiap orang punya standar sendiri tentang kesiapan itu.  Tak perlu ditinjau kembali, apalagi dikoreksi. Itu keputusan pribadi.

Daripada obralan atau barang kedaluwarsa, mending anggap dirimu seperti sebotol wine. Yang semakin lama disimpan justru semakin malah harganya

Tambah mahal dan berkualitas

Tambah mahal dan berkualitas via blog.vitalchek.com

Sekeras apapun kamu berusaha menjelaskan, namun persepsi setiap orang memang berbeda. Uniknya, dengan persepsi yang berbeda-beda ini kita punya hobi menghakimi. Tapi sudahlah, barangkali memang begitulah seni kehidupan. Yang lebih penting adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Biarkan saja orang menganggapmu barang reject yang harus diobral, namun jangan sampai kamu pun beranggapan demikian.

Selama kamu percaya bahwa dirimu punya kualitas yang bisa dibanggakan, selama itulah nilaimu jauh lebih tinggi dari barang obralan. Namun bila percaya bahwa kamu memang sudah tak punya pilihan, orang lain juga tak akan bisa menghargaimu tinggi. Daripada menganggap diri seperti barang reject, lebih baik anggap dirimu seperti wine. Semakin tua, justru semakin mahal harganya, karena asam garam kehidupan sudah lebih banyak yang kamu rasakan.

Terkadang jalan jodoh memang membingungkan. Teruslah mencari sambil tak lupa memantaskan diri. Suatu saat nanti pasti akan hadir dia yang tangannya terasa pas di sela jari

Suatu saat pasti ada yang mengisi sela-sela jari

Suatu saat pasti ada yang mengisi sela-sela jari via stocksnap.io

Ah, membicarakan jodoh memang membingungkan. Ada yang bertemu dengan begitu mudahnya via aplikasi pencarian jodoh dan memutuskan menikah tak lama setelah itu, ada juga yang menjalani hubunga bertahun-tahun lamanya namun belum benar-benar yakin satu sama lain untuk melaju ke jenjang pernikahan. Ada yang mencari jodoh sebegitu jauhnya, namun ternyata orang yang dicari sudah berada di dekatnya sejak lama. Ada yang sudah bertemu tapi harus berpisah dulu karena satu dan lain hal, dan ada yang harus berputar-putar dulu untuk akhirnya bisa bertemu di sebuah persimpangan jalan.

Sambil menunggu dia yang pantas, kamu bisa membuat dirimu menjadi orang yang pantas juga. Jangan hanya sibuk mencari, tapi lupa untuk memperbaiki diri sendiri. Saling memantaskan diri meski belum saling mengenali, bukankah itu hal paling romantis yang pernah kita pikirkan?

Bagaimana kita memandang diri sendiri lebih penting daripada apa kata orang. Tentu ada sisi positif dari memikirkan usia yang makin bertambah dan tak mungkin berkurang. Dengan begitu kamu akan semakin termotivasi. Namun terlalu risau akan usia keemasan yang tak bisa terulang, itu hanya akan membebani diri sendiri. Sebab bila sudah ditakdirkan bertemu, jelas kalian akan bertemu, berapa pun usiamu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi