Aku Pinjam, Ya…

Tahu apa yang menyenangkan dari seseorang yang terkenal atau penting dalam sebuah lingkungan? Mereka mendapatkan banyak perhatian dari orang-orang. Ya, diperhatikan, diutamakan, diberi pujian dan dijadikan bahan omongan hampir setiap orang.

Advertisement

Aku sedang dalam posisi itu. Banyak sekali orang-orang yang memperhatikanku. Padahal, aku merasa tindakanku normal-normal saja. Banyak juga dari mereka yang mengutamakan aku, memberikan jalan kepadaku lebih dulu, jika jam istirahat tiba. Dan, ada juga beberapa yang memuji, menjadikan aku sebagai topik pembicaraan mereka dalam kelompok bermainnya. Aku hanya diam saja, memperhatikan. Bukan tidak peduli, aku mendengar, bahkan mengingat hampir setiap ucapan yang mereka katakan tentang aku. Ada yang berbisik dan menoleh beberapa detik ke arahku. Ada yang sembunyi-sembunyi menunggu aku pergi cukup jauh dari posisi mereka, dan ada yang dengan santai berbicara seenaknya didepan ku.

Tersenyum… itu yang biasanya aku lakukan.

Tapi, ada beberapa hal juga yang rasanya tidak enak dalam posisi ini. Aku tidak punya teman… bukan, bukan. Aku punya banyak teman. Tetapi, tidak ada satupun yang bersedia tinggal untuk menjadi teman baikku. Tidak ada satupun.

Advertisement

Aku berpikir, “mungkin mereka tidak cukup pantas untuk menjadi temanku.”

***

Advertisement

Ibu bilang aku sakit. Tapi aku tidak merasakan apa-apa. Aku bangun pagi, aku makan, aku sekolah, aku pulang, aku mengamati barang kesayangan aku, aku les piano, aku mandi, aku tidur, dan aku lakukan lagi. Terus seperti itu. Normal bukan?

Ibu bilang aku normal. Hanya saja ada satu hobiku yang tidak wajar. Aku tidak mengerti. Bagaimana hobi yang tidak wajar itu terjadi? Aku suka bermain piano, aku suka mengamati barang-barang kesayanganku, aku suka hal-hal itu. Jadi, apa yang menurut aku wajar yang tidak wajar menurut ibu? Apa aku melakukan kesalahan? Aku salah, aku minta maaf, aku normal, aku mau wajar, aku normal, aku salah, aku minta maaf.

***

Aku tidak tahu, salah aku apa? Semakin hari semakin banyak orang-orang yang tahu kalau aku sakit. Mengapa orang-orang menjadi sama seperti ibu? Mengapa orang-orang bilang aku sakit? Mengapa aku masih sekolah jika aku sakit? Tetapi, mungkin mereka benar. Orang-orang selalu bersekolah penuh dalam satu minggu selain hari minggu. Aku selalu melewatkan hari senin. Aku tidak pernah mengikuti upacara bendera, dan hormat kepada merah putih bersama ratusan siswa di sekolahku. Bukan aku tidak kuat untuk berdiri diatas teriknya matahari. Aku sudah terlanjur punya janji. Oh tidak, maksudku. Ibu sudah terlanjur punya janji, dengan seorang wanita paruh baya yang rambutnya dicat coklat tua, juga lipstick merah merona itu yang selalu terlihat disetiap lekukan bibirnya.
Aku tidak suka wanita itu. Ia terlalu banyak bertanya tentang aku. Bagaimana hari-hariku, bagimana keadaan sekolah aku, teman-temanku, bahkan pelajaran-pelajaran di sekolahku. Ia terlalu banyak ingin tahu. Aku tidak suka itu. Tapi, hanya aku yang ia tanya. Ibu tidak. Padahal, rasanya mereka banyak berbicara jika aku tidak ada. Entahlah…

***

“Harus berapa kali Ibu katakan, Nak… jika kamu mau, kamu bisa bilang kepada Ibu”

Lagi-lagi Ibu memarahiku…

“Aku tidak menginginkannya, Bu. Aku hanya meminjamnya saja” jelasku membela, lagi.
Ibu mendekat kepadaku, “kalau begitu, kembalikan ya. Barang yang dipinjam itu harus dikembalikan, bukan?”

“Iya nanti, nanti pasti aku kembalikan Bu.”

“Ya sudah itu kamu simpan saja, nanti Ibu belikan yang baru untuk temanmu.”

Aku tidak mengerti. Setiap kali aku meminjam sesuatu, Ibu pasti menggantikannya dengan yang baru. Padahal aku pasti akan mengembalikannya, nanti. Memang apa yang salah dengan hobiku? Aku tidak menginginkannya, aku hanya senang melihatnya. Mengamatinya. Benda-benda kesayangan aku itu. Entah mengapa Ibu selalu tidak suka dengan hal itu. Aku tidak mengerti, hobiku ini normal, biasa saja. Hanya Ibu saja yang terlalu membandingkan hobiku dengan anak-anak lain yang hobinya mengikuti jaman. Tidak bisakah Ibu menyukai hobiku, sama seperti hal sederhana saat aku mengumpulkan barang-barang kesayanganku?

Mungkin menurut sebagian orang bolpoin itu biasa saja. Tetapi aku menyukainya, garis hitam putih yang melengkung sepanjang badan bolpoin, dengan ujung tutup bolpoin yang mempunyai gantungan kecil gemerincing. Aku suka melihatnya… makanya aku pinjam.

***

“Dasar Klepto!!!”

“Bolpoin aja dicuri, gak mampu beli?”

“Mau pinjem tapi gak bilang, itu namanya mencuri. Bodoh!”

“Pantes gak punya temen. Orang kaya tapi hobinya mencuri hahaha…”

Apa?! Kenapa?! Ada apa ini?! Aku bukan pencuri. Aku meminjam. Aku kembalikan. Aku minta maaf. Aku hobi. Aku melihat. Aku mengamati. Tolong, maafkan aku. Aku maaf. Aku bolpoin. Aku bukan pencuri. Aku normal. Aku meminjam. Aku tolong. Aku maaf… tolong.

***

Aku tidak lagi bertemu dengan orang-orang jahat itu. Aku sekarang bahagia. Aku tidak lagi meminjam tanpa bilang. Sekarang aku selalu bilang jika aku ingin meminjam…

Seperti kemarin, ada seorang Ibu menggendong boneka. Ia bilang itu anaknya. Mungkin ia gila. Aku melihat kain untuk menggendong boneka itu. Bagus sekali, batik coklat dengan beberapa garis ungu dan hijau diujung setiap sisinya. Kemudian, ketika ia duduk dan menaruh boneka tersebut dibangku, disamping aku duduk. Aku mengambil kain tersebut, kemudian lari ke tempat barang-barang kesayangan aku berkumpul, sambil berteriak, “Aku pinjam, Ya…”

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE