Angeline dan Anak Kita; Cinta Mengapa Harus Menyakiti

 

Hai orang tua, kamu yang bilang cinta pada anak-anak. Lalu, mengapa kamu sakiti anak-anakmu?

Advertisement

Masih ingat, Angeline. Ya Angeline. Si gadis mungil nan cantik di Denpasar Bali. Awalnya dikabarkan hilang. Nyatanya, Angeline dibunuh. Ia tewas di tangan orang dewasa. Sungguh memilukan sikap dan perilaku orang dewasa. Katanya orang yang lebih tua, jauh lebih dewasa dari anak-anak. Kalo cinta, mengapa harus menyakiti? Mengapa harus membunuhnya? Sungguh orang dewasa tidak dewasa.

Hanya itu? Tidak. Katakan, ada yang salah dari orang tua, dari orang dewasa kepada anak-anak?

Orang tua atau orang dewasa, kini terlalu mudah menyakiti anak kecil. Terlalu gampang memarahi anak-anak. Setelah itu berdalih, atas dasar untuk melindungi anak-anak kecil mereka. Mendidik anak-anak mereka. Sungguh, itu hanya alasan yang dibuat orang tua, orang dewasa.

Menyakiti anak kecil, memarahi. Hingga membunuhnya. Bukan soal benar salah. Tak hanya soal cara mendidik atau bukan. Alih-alih, secara subjektif, itulah cara yang dianggap orang dewasa, orang tua benar. Sungguh, kita semua harus introspeksi diri. Orang tua, orang dewasa yang usianya terpaut jauh dari anak-anak kecil. Jangan ada lagi Angeline, Angeline yang lain di negeri ini.

Advertisement

Katanya, kita orang tua kandung. Katanya, kita menyanyangi anak-anak kita.

Tapi karena kesibukan, mungkin karena kelelahan kita merawat mereka. Mengapa menjadi mudah untuk memarahi? Mengapa terlalu mudah untuk mencaci maki. Atau mungkin memukuli? Kita yang belikan mereka ice cream, tapi kita yang marahi pula mereka ketika ice cream itu terjatuh di lantai. Kita yang belikan mainan buat mereka, tapi kita yang memukuli mereka di saat mainannya tidak dirapihkan kembali. Sungguh, ambigu sikap orang tua kepada anak-anaknya.

Katanya, kita orang yang lebih dewasa. Lebih tua dan bijak dari anak-anak.

Tapi kepintaran, bahkan banyaknya pengalaman orang tua malah sering menyakiti mereka dengan kata-kata. Memarahi, lalu berkata-kata yang tidak baik kepada anak-anak kecil itu. Kita yang mengajari mereka untuk bisa menyapu lantai, tapi kita pula yang mencaci bodoh ketika mereka menyapu tidak bersih.

Advertisement

Kita yang ajari mereka untuk belajar setiap malam, tapi kita pula yang mencaci maki mereka saat tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah. Sungguh, ego orang dewasa yang tidak jelas juntrungannya.

Katanya, kita guru dari anak-anak di sekolah.

Tapi justru terlalu cuek atas ketidakmampuan yang dialami anak-anak di kelas. Kita yang meminta mereka untuk pintar, tapi kita pula yang terlalu mudah bilang bodoh pada mereka. Kita yang didik mereka agar berilmu, tapi kita pula yang membuat mereka frustasi dan semakin takut untuk belajar. Sungguh mungkin hari ini, anak-anak semakin takut bukan pada pelajarannya, tapi pada gurunya.

Sebagai anak kecil, tentu Angeline tidak salah. Seperti anak-anak pada umumnya. Ia sedang gemar bermain. Mungkin juga gemar mencoret dinding. Bahkan mungkin menonton TV. Tapi sayang, kita yang menjadi orang tua, orang dewasa bahkan guru mereka. Lebih senang memarahi, mengancam, dan berkata-kata buruk. Mengapa harus begitu? Serentak orang tua, orang dewasa dan guru menjawab, untuk mendidik mereka.

Hai orang tua, orang dewasa juga guru. Kesal kepada anak itu lumrah. Tapi memukuli, menyakiti anak-anak sama sekali tiada guna. Jangan sakiti anak-anak kita. Hanya karena kita lelah. Jangan pukuli mereka, hanya karena kita stres. Jangan mencaci maki mereka, hanya karena kita tidak mau mengajari mereka.

Jangan dan jangan, apalagi berdalih atas nama cinta dan pendidikan. Karena masih ada banyak cara yang lebih baik untuk mengajari dan menasehati anak-anak kita. Tentu, tanpa perlu menyakiti hati dan fisik anak-anak kita.

Sahabat orang tua, sahabat orang dewasa. Cinta pada anak-anak itu gak perlu menyakiti. Mereka tak membawa sedih, bahkan pedih. Mereka adalah obor keceriaan, kegembiraan kita. Kita sering terjebak frustasi, stress, dan sebagainya yang kita buat sendiri.

Lalu, mengapa dilampiaskan kepada anak-anak kita. Sungguh, kita tidak fair. Kamu yang ingin hidup bebas, kamu yang sedang bertengkar, kamu sendiri yang lelah. Apa salahnya, anak-anak kita? Sungguh, kamu itu orang tua, orang dewasa yang sulit dipercaya. Dikritik begini, mau marah ? Silakan aja …

Sahabat orang tua, ketahuilah:

Anak-anak kita hari ini lebih butuh contoh daripada kritik. Mereika pasti akan mengenang kita di kemudian hari, bila kita mau menjadi bagian hidup mereka di hari ini. Maka, tak usah ajarkan anak-anak kita untuk menjadi ORANG KAYA. Tapi didiklah mereka menjadi ORANG BAHAGIA. Agar ketika mereka dewasa nanti, tidak seperti kita. Mereka akan lebih menghargai NILAI suatu barang dibanding HARGANYA.

Ketahuilah orang tua, ketahuilah orang dewasa: Tidak ada yang lebih indah di dunia ini ketika anak kita tertidur pulas karena sang Ibu atau Ayah telah menidurkannya. Lakukanlah hal yang sederhana untuk membahagiakan anak kita, ketimbang menyakitinya.

Anak-anak kita adalah rezeki dan jalan ke surga untuk kita. Dan berhentilah untuk menyakiti mereka. Agar kita tidak menyesal seumur hidup. Akibat kita lalai dan ingkar pada anak-anak kita. Sayangi anak-anak kita, agar kita tidak menyesal nantinya … #Tersenyumlah untuk anak-anak kita

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pekerja alam semesta yang gemar menulis, menulis, dan menulis. Penulis dan Editor dari 28 buku. Buku yang telah cetak ulang adalah JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, dan Antologi 44 Cukstaw Cerpen "Surti Bukan Perempuan Metropolis". Konsultan di DSS Consulting dan Dosen Unindra. Pendiri TBM Lentera Pustaka dan GErakan BERantas BUta aksaRA (GeberBura) di Kaki Gn. Salak. Saat ini dikenal sebagaipegiat literasi Indonesia. Pengelola Komunitas Peduli Yatim Caraka Muda YAJFA, Salam DAHSYAT nan ciamik !!

CLOSE