Cara Paling Bijak Menemukan Kedamaian di Tengah Kegilaan Zaman

Hiruk-pikuk yang setiap hari dijalani sering kali membuat diri mempertanyakan di mana keberadaan kedamaian itu, setiap orang yang seringkali dijumpai pasti terlihat seperti tertekan berat dan ingin segera keluar dan mengakhiri rutinitas ini. Mereka terkadang menyembunyikan perasaannya terhadap orang lain dengan tertawa, mencoba menganggap semuanya berjalan dengan baik-baik saja bahkan menghamburkan uang demi segelintir barang yang mereka anggap sebagai "kedamaiannya", tetapi setelah berjalannya waktu, mereka kembali lagi mempertanyakan "kedamaiannya".

Jadi, di manakah kedamaian itu didapatkan? Apakah dengan uang kita bisa mendapat jaminan bahwa kita selalu damai? Atau kedamaian itu dapat tercipta melalui midnset yang kita ciptakan sendiri?

Ini sering kali muncul dan terus menghantui di dalam pikiran, perasaan ingin mendapatkan kedamaian sejati terus dikumandangkan di dalam hati, tapi terus saja rutinitas ini seperti membelenggu sanubari.

Terkadang hati menjadi haru setiap kali mendapat kenyataan bahwa usaha yang kita lakukan selama ini dalam mencari kedamaian selalu menemui jalan buntu, "selalu saja bertemu dengan rutinitas ini" keluh dalam hati.

Setiap orang pastinya menginginkan sebuah kedamaian hakiki, tak ada mereka yang mau selalu dihadapkan dengan riuhnya hiruk-pikuk yang membelenggu seperti tertekan beban yang teramat sangat, seperti penyakit psikis yang menggerogoti jiwa dengan perlahan-lahan.

"Inilah kedamaianku", "Inilah kedamaian yang kuidamkan selama ini", "Damainya berada di tempat ini", dan masih banyak lagi kata-kata yang terlontar dari mulut mereka yang pura-pura merasakan sebuah Kedamaian, padahal di balik itu semua di dalam hati mereka timbul perasaan was-was akan "kedamaian" yang mereka dapatkan selama ini, entah itu dengan cara "baik" atau "jahat", mereka selalu saja mempertanyakan kedamaian itu dan di waktu yang sama mereka tetap mencoba menikmati kedamaian tersebut.

Sungguh ironis memang seringkali kita mencoba menyembunyikan perasaan jenuh itu, dan menganggap rutinitas yang kita jalani selama ini adalah sebuah kedamaian "sementara" sebelum kedamaian sejati itu ditemukan, tetapi seringkali hati menolak dan menganggap semuanya tidak baik-baik saja, dan yang kita lakukan adalah mempertanyakan kembali kedamaian tersebut dengan berpikiran di dalam hati bahwa apakah yang kita jalani selama ini adalah sebuah "kedamaian" atau "keriuhan".

Kedamaian hanya bisa dicapai jika kita berpikiran sangat terbuka, percaya bahwa sang khalik mengatur dan menjaga kita, menumpahkan segala keluh kesah kita dalam sebuah doa serta menerima semua kenyataan yang terjadi di dalam kehidupan kita, dan menyatakan bahwa tidak semua hal di dunia ini dapat dibeli atau ditebus dengan uang, kadang hal kita mempunya uang dan menghamburkan nya demi mendapatkan kedamaian tersebut, tapi apa yang kita dapatkan? hanya sebuah keriuhan yang jauh dari kata damai, seringkali kita mencoba keluar dari rutinitas yang melelahkan tersebut dengan berpergian ke luar kota mencari tempat yang sepi dan bebas dari polusi tetapi seringkali juga Kita seperti dikejar rutinitas yang Kita jalani selama ini, entah itu pekerjaan kantor yang belum diselesaikan, rumah yang ditinggalkan tanpa pengawasan, atau cicilan mobil dan masih banyak hal lainnya yang menyebabkan tujuan sebelumnya untuk keluar kota demi mencari kedamaian malah menjadi tempat baru bagi kita untuk memikirkan "keriuhan" dari rutinitas yang kita jalani.

Sesekali kita perlu meninggalkan "keriuhan" dari rutinitas yang selama ini kita jalani, tidak perlu sampai keluar kota atau merogoh kantong cukup dalam membeli suatu barang, mencurahkan kasih sayang dengan orang yang kita cintai entah itu keluarga atau pasangan dalam bentuk hal kecil sekalipun dapat menimbulkan rasa damai yang tak akan tergantikan, atau mencari tempat yang hanya ada kita dan diri kita sendiri untuk berpikiran lebih terbuka, berdoa kepada sang khalik atau memanjakan diri dengan sebuah perawatan kecil, menikmati alunan lagu yang kita sukai, atau berendam air hangat untuk menghangatkan hati yang selama ini menjadi dingin karena Keriuhan dari rutinitas yang kita jalani sebelumnya, dan kedamaian tersebut akan tercipta dengan sendirinya.

Akhirnya kita sadar bahwa hal kecil sekalipun dapat menimbulkan kedamaian di dalam diri dan kita percaya bahwa keriuhan yang selama ini tercipta sebenarnya muncul dari mindset salah yang kita bangun selama ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

C'est la vie

12 Comments

  1. Sobirin berkata:

    Saatnya jadi diri sendiri.. Wajib DP 300k :v

  2. Ivan Natama berkata:

    Mgkn mirip dr cerita copas ini :

    *NGOPI*
    *Ngolah Pikiran.*

    *Kyai:*
    _Tolong buatkan kopi dua gelas untuk kita berdua, tapi gulanya jangan engkau tuang dulu, bawa saja ke mari beserta wadahnya._

    *Santri:*
    _Baik, Kyai._

    Tidak berapa lama, sang santri sudah membawa dua gelas kopi yang masih hangat dan gula di dalam wadahnya beserta sendok kecil.

    *Kyai :*
    _Cobalah kamu rasakan kopimu nak , bagaimana rasa kopimu?_

    *Santri:*
    _Rasanya sangat pahit sekali Kyai_

    *Kyai:*
    _Tuangkanlah sesendok gula, aduklah, bagaimana rasanya?_

    *Santri:*
    _Rasa pahitnya sudah mulai berkurang, Kyai._

    *Kyai:*
    _Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?_

    *Santri:*
    _Rasa pahitnya sudah berkurang banyak, Kyai._

    *Kyai:*
    _Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?_

    *Santri:*
    _Rasa manis mulai terasa tapi rasa pahit juga masih sedikit terasa, Kyai._

    *Kyai:*
    _Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?_

    *Santri:*
    _Rasa pahit kopi sudah tidak terasa, yang ada rasa manis, Kyai._

    *Kyai:*
    _Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?_

    *Santri:*
    _Sangat manis sekali, Kyai._

    *Kyai:*
    _Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?_

    *Santri:*
    _Terlalu manis._
    _Malah tidak enak, Kyai._

    *Kyai:*
    _Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?_

    *Santri;*
    _Rasa kopinya jadi tidak enak, lebih enak saat ada rasa pahit kopi dan manis gulanya sama-sama terasa, Kyai._

    *Kyai:*
    _Ketahuilah nak.. pelajaran yg dapat kita ambil dari contoh ini adalah.. jika rasa pahit kopi ibarat kemiskinan hidup kita, dan rasa manis gula ibarat kekayaan harta, lalu menurutmu kenikmatan hidup itu sebaiknya seperti apa nak?_

    Sejenak sang santri termenung, lalu menjawab.

    *Santri:*
    _Ya Kyai, sekarang saya mulai mengerti, bahwa kenikmatan hidup dapat kita rasakan, jika kita dapat merasakan hidup seperlunya, tidak melampaui batas. Terimakasih atas pelajaran ini, kyai._

    *Kyai:*
    _Ayo santriku, kopi yg sudah kamu beri gula tadi, campurkan dengan kopi yang belum kamu beri gula, aduklah, lalu tuangkan dalam kedua gelas ini, lalu kita nikmati segelas kopi ini._

    Sang santri lalu mengerjakan perintah kyai.

    *Kyai:*
    _Gimana rasanya?_

    *Santri:*
    _Rasanya nikmat, kyai…_

    *Kyai:*
    _Begitu pula jika engkau memiliki kelebihan harta, akan terasa nikmat bila engkau mau membaginya dengan org2 yang kekurangan._

    *Santri:*
    _Terima kasih atas petuahnya, Kyai._

  3. Aris Nugroho berkata:

    tinggi amat diksi loe min min.. zaman kagak pernah gila.. yg gila itu manusianya..