Ibu, Ternyata Dewasa Tanpamu Bukan Hal yang Mudah Ku Lalui

Ibu, apa kau masih ingat impianku dulu? Sederhana saja. Aku ingin jadi wanita dewasa yang tangguh sepertimu.

Advertisement

Ibu, apa kau makan dengan teratur di rumah? Kudengar kau sering sakit akhir-akhir ini. Rupanya, Ibuku tak setangguh dulu.

Ibu, kau tidak pernah mengajarkanku bagaimana caranya menjadi perempuan yang kuat. Tidak, bukan dengan mengajarkan. Kau membuatku belajar sendiri, dari caramu bertahan hidup, dari caramu menyembunyikan air mata, dari caramu berdiri saat sakit. Aku merekam segalanya dalam kepala kecilku, dan kau hanya diam tanpa pernah berkata 'Perempuan harus seperti ini dan itu'. Aku menyimpan semuanya dan berangan-angan bisa menjadi sepertimu saat aku dewasa.

Aku masih ingat betul, bagaimana Ibu berkata bahwa Ayah tidak jahat saat dia meninggalkan rumah. Bagaimana Ibu tak pernah membenci Ayah sekalipun dia menelantarkan kita di rumah. Bagaimana Ibu selalu membuka pintu setiap kali mendengar kabar Ayah akan pulang dari tetangga, meski itu hanya dongeng belaka.

Advertisement

Aku masih ingat betul, bagaimana Ibu berangkat pagi-pagi dan pulang selepas senja untuk menghidupiku. Bagaimana Ibu menempuh terik matahari dan dingin hujan, berkendara melewati batas-batas kota, tanpa pernah mengeluh kala rebah di sampingku. Aku hanya menatap Ibu dengan mataku yang sendu. Ibu tak pernah berkata Ibu lelah, tapi aku tahu, garis halus di bawah mata Ibu lebih dari sekedar kata lelah.

Aku masih ingat betul, betapa derai air mata Ibu jatuh sendu kala aku terbaring karena kenakalanku sendiri. Bagaimana kerasnya hardik Ibu karena ulahku sewaktu SMA. Betapa rendah suara Ibu memintaku untuk menjaga mahkotaku, dan betapa lunak nada bicara Ibu memintaku tak menyia-nyiakan masa mudaku.

Advertisement

Aku selalu mengeluh pada Ibu, bahwa hidupku sulit tanpa Ayah. Tapi Ibu hanya mendengarkanku. Kelak saat dewasa aku sadar, bahwa Ibu jauh lebih sulit membesarkanku tanpa Ayah.

Ibu ingat, hari pertama aku meninggalkan rumah? Ibu menangis karena aku memutuskan hidup terpisah dengan Ibu. Aku beralasan ingin hidup sendiri selepas SMA, jauh dari kota kecil kita, dan berhenti bergantung pada Ibu. Saat itu, Ibu mengukir rasa takut paling besar di ambang pintu, sedangkan aku adalah anak paling angkuh. Kupikir, aku bisa hidup di luar sana tanpa tersesat.

Ibu ingat, bulan demi bulan aku tak pernah menghubungi Ibu? Hanya pesan-pesan singkat kukirim, sekedar memberi kabar bahwa aku baik-baik saja. Sedangkan Ibu terus bertanya, aku tahu firasat Ibu melebihi kelihaianku berdusta.

Waktu terus berjalan sedangkan aku semakin terlunta. Di sela hening malam aku merangkai tanya, "beginikah kehidupan orang dewasa?" "sesulit inikah hidup tanpa orang tua?" "seberat inikah waktu yang Ibu lalui dulu?"

Ya, aku gagal membuktikan bahwa aku bisa menjadi wanita tangguh seperti Ibu.

Bahkan hal-hal kecil pun melumpuhkanku.

Aku tak sekuat Ibu saat tubuhku kubanting keras mencari rupiah, bahkan untuk diriku sendiri. Aku bahkan lumpuh hanya karena cinta memporak-porandakan hatiku, jauh berbeda dengan Ibu yang begitu tegar saat Ayah meninggalkan kita. Aku juga menangis seperti bayi saat teman-temanku menjauh, tak seperti Ibu yang tabah saat tetangga memfitnah Ibu dengan tuduhan macam-macam. Kita ternyata jauh berbeda. Aku ternyata hanya pecundang, dan Ibu terlalu malaikat untuk kutandingi.

Aku ingin pulang dan kembali ke pelukan Ibu. Sejenak, aku ingin kabur dari dunia orang dewasa. Aku hanya ingin lelap di pangkuanmu seperti anak kecil yang lupa pada umurnya.

Ibu, kapan waktu yang tepat untukku pulang? Aku ingin menyerahkan tubuhku yang terlampau lelah, dan memelapkan kepalaku yang sudah begitu berat. Masih pantaskah aku pulang dengan timbunan kesalahanku, dan noda-noda di tubuhku? Seandainya waktu bisa kuulang, aku ingin belajar lagi dari awal, di sampingmu. Karena ternyata, aku tak mampu dewasa tanpamu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Author Amatir Ig: @puisimei

15 Comments

  1. Lumba Sihombing berkata:

    Bagi yg mencintai seorang IBU, saat membaca ini, semoga dapat menyadari bagaiaman sebenarnya peran seirang ibu dalam membesarkan anak-anaknya.

    Mari saudara ku, kalau masih ada Ibunda tercinta, sempatkanLah memberikan yg terbaik buatNya. Saya percaya saudara pasti tidak seprti yg saya sebutkan in.! Mari kita Jujur, adakah yg terbaik kita lakukan sama Ibu? Jawaban singkatnya, ada.! Tetapi kalau kita Jujur, saya mengatakan tidak.! Mengapa? Seorang anak, laki atau perempuan sering Berbeda pendapat tentang Ibu. Apalagi sudah berumahtangga. Ibu ke dua belah puhak sering sekali terlupakan, terlepas besar dan kecilnya.! Tulisan ini hanya mengajak kesadaran bagi yang punya Ibu semasa hidupnya.

    Ketika suami mengatakan, mah? Ini mau dekat Hari Natal, kirimlah sedikit uang buat Ibu di kampung karena Ibu sangat butuh. Sebahagian istri, benar juga pap.

    Ada juga istri mengatakan, Pap? Mengapasih papah ini? Sidikit2 kirim uang sama Ibu dikampung.! Seorang suami yg Terlalu mencIntai istrinya berfikir, ialah kapan kapan saja ya mah.

    Tetapi, kerika istri mengatakan pada suami, Pap? Kita kirim sediki uang buat mertua mu yah? Seirang suami sangat jarang mengatakan jangan. Yg ada ialah, oh tentu Mam, kirimbsajalah sesuai keinginan mu. Sang oapah mengatakan itu, tanpa mengingat Perangai istri tadi terhadap Ibunya.

    Saudara, saat ini Ibu pasti mengingat anaknya di rantau dan bertanya dalam hati pulangkah anakku Hari libur tahunan ini? Ah mungkin ekonomonya lagi tidak bagus. Perasaan seirang Ibu.

    Namun, dengan ketidak hadiran anak2 pulang kampung, ternyata anak mengirimkan sedikit buat buat belanja Ibu.

    Yg terjadi di hati Ibu, bangga dan meningkatkan Doa untuk mu, untuk saya, untuk kita.!

    Bagi yg Telah di tinggal Ibu (alm) dapat saya rasakan bagimana sedih, pahitnya mengenang Ibu yg sudah pergi menepati janji “Tuhan”. Hanya dapat mengenang dan mengenang, tidak sedikit orang seperti ini Menjadi lemah dalam “Iman”.

    Dari itu, mari mumoung masih ada Ibu, mari saudarku sempatkan waktu berbuat yg terbaik pada Ibu. Terimakasih.!

    Dalam tanggapan tulisan ini, tidak tertutup kemungkinan ada kekurunagan, sehingga membuat saudara tersinggung.
    Saya haturkan mohon maaf yg de dalam2nya.!

  2. Aaaaa kok dunangis aku :((

CLOSE