Ini tentang Kita: Sepasang Keras Kepala yang Berusaha Saling Membahagiakan

Adalah kau, yang isi kepala nya tak pernah berhasil kuterjemahkan. Yang riuh isinya bagai kegembiraan pasar malam. Menyenangkan. Menyeretku hingga seperti anak kecil yang riang bermain sampai tak terpikir untuk pulang. Yang magis pikirannya bagai mantra. Membuatku betah sampai terpikir untuk ada disana berlama-lama. Didalam kepalamu yang gaduh. Ribut bertebaran bahagia. Aku ingin jadi bagian didalamnya.

Kau sering menggantung bermacam tanya. Yang tak juga kutemukan jawabannya. Aku tak paham. Kau ingin jadi misterius? Percuma, aku mahir dalam hal itu. Kau harus tahu dan catat itu. Tapi untuk kali ini aku memang seperti hampir menyerah. Ternyata, menerka isi kepalamu tak semudah yang aku kira.

Bagaimana tidak?

Kau bisa jadi orang yang seperti punya beribu list cerita. Bawel. Menceritakan ini dan itu tak habis-habisnya. Menyenangkan sekali mendengarkan kata demi kata yang bagaikan cerita paling menarik di dunia. Mungkin karna semua itu keluar dari mulutmu, orang yang dengan sangat aku cintai. Tapi sedetik kemudian, kau bisa jadi orang paling diam sejagad. Mengurungku dalam Tanya yang terus menua. Menggantung banyak sekali teka-teki yang sulit sekali kupecahkan.

Kau seperti menyimpan luka. Seperti telah terjadi perkelahian yang berseliweran didalam hati dan dada. Kau kenapa? Bagi ceritamu padaku. Aku ingin memahami semuanya tentangmu. Senangmu juga lukamu. Bagikan padaku. Bawa aku kedalamnya. Agar kubantu kau menenangkan resah-resah yang tersimpan dalam dada. Biar kutidurkan mereka agar tak selalu membuatmu terluka. Kau harus tahu, aku selalu disini untukmu.

Tapi kau memang tak pernah berubah. Tetap seorang keras kepala yang paling merasa gagah. Kau tak harus menjadi superhero untuk bersamaku. Aku tahu, kau juga pasti bisa lelah. Pasti bisa merasa gundah. Kau tak harus membahagiakanku setiap hari dengan berbagai usaha yang melelahkan. Aku tetap bisa berbahagia, walau disebelahku kau menangis sebab terluka. Aku akan berusaha menenangkan. Percayalah.

Tapi ngototmu tetap tak berubah.

“Cinta takkan mengecewakan. Ia hadir untuk dipilih apakah akan diperjuangkan atau dipertahankan. Tergantung takdir akan membawa kita pada pilihan yang mana. Kita harus bisa terus berlagak ikhlas tanpa berharap. Agar nanti tak ada yang merasa sakit pada akhirnya. Jangan berharap apapun padaku. Aku hadir dihidupmu bukan sebagai pemberi rasa sakit.” Entah bagaimana aku harus menafsirkan semua isi kepalamu. Bagaimana cara berpikirmu?

Bagaimana bisa kita mencintai tanpa berharap? Bagaimana bisa? Kalaupun bisa, itu nampaknya hanya kau yang sanggup. Aku tidak. Bagiku, perasaan membuat kita harus berani berjudi. Terhadap apapun yang akan kita jalani. Entah itu nantinya akan menghadirkan senang atau sedih. Tawa atau tangis. Kita harus berani.

“Kau tak akan bisa menahan pedihnya. Aku khawatir sakit hatimu akan berkepanjangan. Mengertilah, itu sakit. Dan aku tak akan pernah membiarkan itu terjadi. Ini caraku. Kau harus mengerti dan hargai”. Itu katamu, Lagi!

Padahal aku mengungkapkan perasaanku padamu. Berulang kali. Melalui mataku, melalui senyumku, melalui telingaku, melalui ceritaku, melalui candaku, melalui rapal doa doa yang telah hafal vokal dan konsonan namamu– melalui segala perasaan yang tak terkatakan.

Sayangnya, kau memang tidak peka. Dan aku tahu benar, tanpa kata yang merambat pada udara menuju dengarmu, kau tak akan pernah percaya. Rasaku sia sia. Kau tetap takkan peduli.

Jalan pikiranmu keras. Lebih keras dari bayangan perpisahan yang sering menampar dengan sarkas.

Aku dan Kau; tetaplah sepasang kepala batu yang terus memaksakan pilihannya masing-masing.

Yang satu tentang keikhlasan. Yang lain tentang keras berjuang. Butuh yang beda tubuh. Beda kepala. Beda cara pikir. Tapi sama sama jatuh cinta. Dan akhirnya harus Berpisah karna hal yang tak bisa dipercaya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Semoga kita tetap berpikir melangit, dengan hati yang selalu membumi