Kenapa Ibu Suruh Kita Bercermin? Kamu Jarang “Ngaca Diri”

Dulu waktu kita kecil, Ibu sering menyuruh kita untuk “bercermin” terlebih dulu sebelum berangkat ke sekolah.

Kita diajarkan untuk mengecek pakaian seragam kita sudah rapi atau belum. Disuruh ngaca, udah cakep apa belum? Udah pantes apa belum? Lalu, apa hubungannya pakaian seragam dengan ngaca ya?

Advertisement

Ibu kita memang bukan orang pintar. Tapi dia bisa mengingatkan kita. Kalau kita niat kita untuk belajar, maka pakaian seragam kita juga harus rapih. Baju dimasukkan, badge sekolah lengkap. Ya, ngaca agar fisik pakaian kita sejalan dengan niat baik kita untuk belajar. Itu cerita dulu. Ajaran dari Ibu kita. Salut banget sama Ibu kita, terima kasih ya Bu…

Bagaimana orang tua sekarang? Apakah kamu pernah menyuruh anak-anakmu untuk ngaca, bercermin?

Mungkin usia kita sudah cukup tua. Atau dewasa, gitulah kira-kira. Kata orang kita udah matang, udah bijak. Apakah kita pernah menyuruh anak-anak kita untuk “bercermin” sebelum berangkat sekolah? Jawab yang jujur ya…

Jujur saya tidak pernah melakukannya. Paling anak saya pamitan sebelum berangkat ke sekolah. Sekarang, orang tua dan anak punya kesibukan masing-masing. Sibuk masing-masing. Boro-boro kita nyuruh ngaca diri, nemenin belajar juga jarang. Bisa jadi, tidak pernah. Maaf, itu saya, bukan yang baca tulisan ini hehe.

Advertisement

Ya, judulnya “ngaca diri”. Ngaca diri sama aja dengan bercermin diri. Melihat ke dalam diri sendiri. Bukan ke orang lain. Apapun yang terjadi di sekitar kita, coba melihat ke diri sendiri. NGACA DIRI. Itu lebih baik. Apalagi buat yang jarang melakukannya. Jangankan orang jelek, orang ganteng juga perlu "ngaca diri". Udah bener apa belum ….

Lha, emangnya kenapa gue disuruh ngaca diri?

Ya gak kenapa-kenapa. Ngaca diri aja susah banget. Tinggal jalan ke cermin, lihat diri sendiri. Lalu katakan pada yang ada di depan cermin, “Emang elo udah bener apa?”.

Advertisement

Ngaca Diri. Agaknya penting saat ini. Kenapa?

Ya. Karena di negeri ini, sekarang kita terlalu mudah menyalahkan orang lain. Sedikit saja orang lain membuat kesalahan, langsung kita kecam. Kita cemooh dan sering dicaci-maki. Oarng salah malah dihujat abis-abisan. Gak ada lagi kata maaf. Tapi giliran kita yang bikin salah, gak pernah berasa. Ngomong terus seolah bener. Pantes, kita makin sulit mengoreksi diri sendiri.

Guru spontan marah, jika saat mengajar melihat ada muridnya yang tertidur. Lalu membentak dan mencubit. Tapi sang guru, gak pernah “ngaca diri” mungkin si murid tertidur karena sang guru ngajarnya gak enak.

Seorang cewek marah besar dan melabrak kekasihnya saat terlihat sedang berjalan dengan cewek lain. Si cewek gak pernah merasa kekasihnya melakukan itu juga karena dipicu ulahnya yang suka jalan bareng ama cowok lain.

Teman kita gak suka kalo kita becanda melulu di grup WA atau BBM, akhrnya left grup. Dia lupa kalo gak pernah komen dan gak pernah juga kasih nasehat yang bener. Duhh pucing banget, banyak orang yang gak mau ngaca diri, terlalu cepat nyalahin orang lain.

Ya kata orang bijak, ada akibat pasti ada sebabnya. Iya juga ya. Tapi intinya, kita perlu “ngaca diri”, gitulah kira-kira. Gak tahu tuh orang bijak dari mana …?

Kata pepatah, “Semut di seberang lautan tampak, sedangkan gajah di pelupuk mata tak tampak”. Kayaknya cocok buat kita yang jarang ngaca diri. Mungkin karena kita merasa paling benar, paling hebat. Seremmm juga ya …

Ya, ngaca diri. Udah ngaca diri aja, kita udah bener apa belum?

Kita akan jadi orang yang merugi karena gak mau “ngaca diri” atas kehidupan kita sendiri. Kejelekan orang lain seolah tak ada hubungannya dengan diri kita sendiri. Dan sebaliknya, kita akan jadi orang yang selalu menjadikan segala kejadian sebagai cermin bagi diri kita sendiri. Untuk selalu introspeksi dan berbenah diri. Ohhh indahnya akhirat, bukan dunia ya.

Jadi, gue harus gimana dong?

Gak tau. Kenapa nanya ama gue. Tapi kata Allah, "Apabila engkau berbuat baik maka kebaikan untuk dirimu, dan jika engkau berbuat jelek maka kejelekan untuk dirimu". Maka, kita gak perlu ragu untuk “ngaca diri”, introspeksi diri saja. Kita gak perlu membungkus diri dengan citra palsu, yang bukan diri kita.

Sahabat, ketahuilah: "All you do specify that you made, and then determines the value and your price is other people – Yang kamu lakukan menentukan yang kamu hasilkan, dan kemudian yang menentukan nilai dan hargamu adalah orang lain."

Udah ahh nulis mulu capek tahu. Yukk kita ngaca diri aja. Mumpung masih bisa ngaca, masih bisa bercermin. Kalo udah gak bisa malah repot nanti. Biarkan hidup kita memberi warna terbaik dari yang kita miliki. Karena kita mau “ngaca diri”. Salam ngaca …

#BelajarDarOrangGoblok

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pekerja alam semesta yang gemar menulis, menulis, dan menulis. Penulis dan Editor dari 28 buku. Buku yang telah cetak ulang adalah JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, dan Antologi 44 Cukstaw Cerpen "Surti Bukan Perempuan Metropolis". Konsultan di DSS Consulting dan Dosen Unindra. Pendiri TBM Lentera Pustaka dan GErakan BERantas BUta aksaRA (GeberBura) di Kaki Gn. Salak. Saat ini dikenal sebagaipegiat literasi Indonesia. Pengelola Komunitas Peduli Yatim Caraka Muda YAJFA, Salam DAHSYAT nan ciamik !!

CLOSE