Kepada Kekasih Masa Lalu dan Kekasih Masa Depanku, Aku Hanya Ingin Sekedar Menyapamu

Assalamualaikum, kekasih…

Yang dahulu pernah sekali menjadi bagian dari hati, yang selalu hadir dalam doa, yang selalu menemani berangan dan bermimpi indah akan masa depan, dan yang pernah berjuang saling memantaskan.


Apa kabar? Alhamdulillah, berkat doamu aku baik-baik saja.

Lama tak berjumpa bahkan bertegur sapa. Lama sudah tak saling bercanda dan tersenyum kepadaku. Lama kita berpisah, dipertemukan kembali pun juga tidak.


Namun, jangan sampai kau menaruh prasangka yang buruk kepadaku. Karena sampai saat ini aku tak menaruh prasangka buruk kepadamu. Walau, jika kita mengurut cerita masa lalu, bukan aku yang menginginkan perpisahan itu. Aku pun tak merasa sudah melakukan kesalahan. Bahkan aku berusaha dengan gigih mengubah diriku menjadi seseorang yang lebih baik agar kau tak merasa kecewa dan menyesal memiliki aku saat itu atau pun saat kita di sandingkan dalam ikatan pernikahan nanti.

Aku pun sama sepertimu, bukan manusia sempurna dan manusia yang baik. Sama-sama pernah melakukan banyak kesalahan, banyak melakukan dosa, dan pernah melakukan keburukan. Namun, karena pengertian dan toleranmu kepadaku, kau mau menerima semua itu dan sama-sama berjuang untuk menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya.

Berjuang memang berat, tapi lebih berat lagi jika kita tak saling memperjuangkan.


Wahai kekasih, apa kau tau arti dari berjuang itu sendiri?

"Mengubah kebiasaan yang selama ini sudah biasa kita lakukan, entah itu baik menurut kita namun ternyata buruk atau menyebalkan bagi yang lain." -Dita shavitri-


Perjuangan yang berat saat itu ialah mengubah kebiasaan burukmu, aku tau itu bukanlah hal mudah untukmu dan juga untukku. Di saat yang lain menolak untuk percaya, aku yang selalu ada di sampingmu mengingatkanmu dan berusaha memberi kepercayaan penuh terhadapmu.


"Kau pasti bisa merubah itu."


Saat kau mulai berhasil meninggalkan satu kebiasaan burukmu, kau pun mencoba meninggalkan satu keburukanmu yang lain. "Alhamdulillah, dia mampu," dalam batin.

Pernahkah kamu sekarang mengingat bahwa dahulu, kau adalah orang yang dengan gigih melawan orang-orang yang berusaha menyakiti teman-temanmu padahal kau tak tahu benar teman seperti apa yang kau bela itu? Dahulu, kau adalah orang yang penuh dengan kata kasar dan buruk namun sadarkah kau tak pernah melakukan hal demikian terhadapku? Dahulu, kau adalah seseorang yang tak bisa jauh dari tembakau dan mungkin kamu pun pernah meminum minuman yang "menjijikan" itu bagiku.


Namun, kamu tak pernah melakukan hal itu di depan maupun didekatku. Dahulu, mungkin kamu tak sadar berapa banyak wanita yang kau bilang "sayang" atau panggilan akrabmu kepada wanita-wanita sebelum aku.

Memang, kau tak seperti demikian di depan kedua mataku. Namun, saat aku tahu kau melakukan hal itu di dalam handphonemu, apa kau ingin tau bagaimana rasanya?


Aku tak akan memberitahunya, karena kamu sudah merasakannya sendiri saat ini mungkin.

Dahulu, apakah kamu lupa bahwa kau pun pernah sekali jauh dari Tuhan? Bahkan untuk kata "basmallah" yang sering kau lihat di dalam buku agama dan kau ucapkan waktu itu, kau tak bisa menunjukannya padaku.


Aku tersenyum dan ku berikan satu buku kecil bertuliskan Iqra’ yang entah masih kau simpan atau kau buang atau bahkan kau tak tau di mana keberadaannya.


Dahulu, apa kau ingat bahwa kau bukan seorang yang dengan mudah mendapatkan pekerjaan yang kau sukai seperti saat ini? Aku tau bagaimana perjuanganmu saat itu. Di saat yang lain sudah mendapatkan gaji pertama, kedua dan ketiga, atau bahkan ke-duabelas kau masih saja terus mencari yang terbaik. Bahkan aku tak tau, terbaik menurutmu itu seperti apa.

Memang berjuang tak semudah seperti aku membalikan telapak tangan ini.


Saat aku sudah meyakinkan diri dan berusaha berkata, "semoga, kamu adalah yang terakhir",

tapi nyatanya kamulah yang berkata, "maaf, kamu bukan yang terakhir".


Kau tau bagaimana perasaanku waktu itu? bahkan sampai saat ini pun mungkin aku belum bisa melupakan kejadian saat itu. Bagaimana bisa seseorang yang sudah terlanjur masuk ke dalam doa, sudah berjuang sedemikian hebat demi mengubah kebiasaan buruknya dengan tenangnya mengatakan kata-kata itu.


Kau tau betapa ku berpikir seberapa besar kerugianku saat itu? Waktuku rugi, ibadahku rugi, bahkan dari uang pun aku rugi karena berjuang untuk sekedar bertemu atau berkomunikasi denganmu memang bukanlah hal yang "murah".

Maaf bukanlah kata-kata yang ku mau saat itu, tapi kembali


Mengubah kebiasaan saat sudah terbiasa denganmu juga bukanlah hal yang mudah.

Saat mengubah kebiasaan mengatakan "hai" menjadi sekedar melihat percakapan saja tanpa bisa berbuat apa-apa. Saat kebiasaan pergi ke luar kota demi bertemu dan melepas rindu. Saat kebiasaan makan bersama denganmu menjadi makan bersama televisi ditemani teh tawar hambar bahkan masih terasa hambar setelah ditambahkan gula.

Kebiasaan saat orang lain bertanya "kapan kalian nikah?" menjadi "kok bisa, kapan kalian putus?"


Dan yang paling sulit adalah, mengubah kebiasaan yang dulunya "biasa denganmu menjadi harus biasa tanpamu." -Dita Shavitri-


Tahukan kamu kekasih?


Wanita yang pernah sakit hati dan patah hati kemudian dia bisa mengobati lukanya mesKi dengan susah payah, maka dia tidak akan pernah sama lagi dengan yang dulu kita kenal. Dia sudah berubah menjadi perempuan yang lebih tangguh, lebih kuat dan lebih mandiri.


Sama seperti itu, aku pun perlahan menjadi perempuan yang mandiri dan lebih kuat dari aku yang sebelumnya.

Tenang saja, aku sudah memaafkanmu, kekasih masalaluku. Aku sudah memaafkan semuanya. Tapi, ingatlah selalu jika aku tak akan pernah bisa melupakannya. Biarkanlah semua rasa amarah dan rindu ini ku simpan dalam kenangan saja di masa lalu.

Tetaplah berbahagia tanpaku.


Aku memang pernah begitu serius, namun kau tak pernah belajar mencintai dengan tulus.


Sekarang semua sudah terlanjur terkenang. Mungkin sudah saatnya kamu pulang. Kita tak akan pernah bisa mengulang. Carilah rumah baru, karena hatiku sudah tak mampu menempatkanmu.

Dan untukmu kekasih masa depanku, aku bukan merindu tapi merasa kosong karena tak ada yang ku rindu, tapi tak apa karena aku tau ada kau yang baik sedang merindukan keberadaanku.

Aku pun sedang melakukan hal yang sama.


Menunggu dalam keadaan taat, bersabar dalam usaha dan ikhtiar. -Dita Shavitri-


Maafkan masa laluku bersama kekasih di masa laluku wahai teman hidup di masa depanku. Biarkanlah sekarang aku sendiri dalam taat, mungkin kau sekarang belum bisa menjagaku, kau belum ada di sisiku dan bersanding denganku dan tak perlulah kau khawatir akan aku. Karena Allahlah yang sampai saat ini selalu menjagaku.

Duhai kekasihku di masa depan, aku menunggumu dan tak sabar ingin segera bertemu dan dipersatukan denganmu.


Assalamualaikum kekasih dunia dan akhiratku.

Semoga pada akhirnya kau dipertemukan bukan untuk berpisah denganku, tapi untuk menikah denganku. -Pidi Baiq-


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

si Alay adalah anak pertama dari 4 bersaudara, LDR dengan pasangan sudah biasa. Bagaimana jika LDR dengan Mama, Papa dan adik-adik? penyuka musik dan hobi menulis puisi. mantan anak mesin, lulusan listrik dan pekerja tekhnik di pabrik "Downy"