Ketika Niatan Mencari Uang, Justru Berujung Dimintai Uang

Suatu hari ada pembukaan tenaga kerja di suatu perusahaan besar. Aku tertarik untuk memasukkan lamaran di sana. Teman-temanku yang belum bekerja juga ramai memasukkan lamaran bekerja di sana. Tak terkecuali dengan gadis teristimewa yang bersamaku semasa kuliah bahkan sampai sekarang aku masih bersamanya. Winda.

Advertisement

Ya, dia juga ternyata ikut memasukkan lamaran ke sana. Bahkan aku dan dia berbarengan memasukkan lamaran di perusahaan tersebut.

Winda. Yah, dia gadis terbaik yang pernah aku miliki. Bahkan, terlalu baik untukku. Ia sangat sayang dan hormat kepadaku. Ketakutannya adalah jika ia terlihat buruk di depanku. Padahal aku tidak pernah mempermasalahkan penampilannya karena ia selalu tampil modis.

*****

Advertisement

Sudah hampir sebulan, namun tidak ada juga panggilan untuk tes dan wawancara datang. Aku berniat mengunjungi dan menanyakan tentang kejelasan lowongan tersebut.

Aku naik menuju lantai tiga ke bagian HRD-nya. Langkahku terhenti ketika melihat beberapa dari para pendaftar yang bersamaan mendaftar denganku kemarin, sudah terlihat sibuk bekerja. Ada yang membuat mataku lebih terpaku dan menatap lekat pada kerumunan pegawai yang sedang bekerja. Di antara mereka terlihat Winda juga sedang sibuk-sibuknya bekerja.

Advertisement

Ada beberapa pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya saat itu juga. Akan tetapi, sepertinya tidak etis jika aku mengganggu orang yang sedang bekerja.

Aku urungkan niatku, lebih baik aku ajak dia bertemu nanti sore lalu aku akan tanyakan perihal ini. “Mengapa ia tidak pernah bercerita kepadaku? Ia sudah lama bekerja atau baru-baru?” semua pertanyaan itu menumpuk di kepalaku.

Aku lanjutkan langkah kaki ini menuju bagian HRD untuk menanyakan perihal lamaranku.

“Ada yang bisa saya bantu?” sapa pegawai lembut.

“Saya ingin menanyakan perihal lamaran yang saya masukkan kemarin terkait dengan lowongan di perusahaan ini. Berdasarkan informasi yang ada di papan informasi waktu pendaftaran. Pemanggilan untuk tes dan wawancara akan segera dilaksanakan paling lambat dua minggu setelah batas akhir penerimaan lamaran.

Sekarang sudah hampir mau sebulan dari batas akhir penerimaan lamaran namun belum ada juga pemanggilan untuk tes dan wawancara. Mohon penjelasan atau informasinya.”

“Baik terkait dengan pemanggilan untuk tes para pelamar akan kita hubungi via telepon. Ada beberapa orang yang telah kami panggil dan sekarang sudah bekerja di sini. Mungkin secara serentaknya akan kami hubungi kembali.”

Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku pulang dengan wajah tertunduk. Cari perkerjaan saat-saat ini, memang susah.

Malamnya aku bertemu dengan Winda, pacarku. Aku langsung saja mencari tahu, mengapa ia tidak memberi tahu kabar gembira bahwa ia sudah bekerja.

“Apa kau sudah diterima bekerja?”

“Bekerja, dimana?” tanyanya balik.

“Di perusahaan X. Mengapa kau tidak pernah memberi tahuku? Apa kita mau main sembunyi-sembunyian?”

“Iya aku sudah bekerja,” ungkapnya mengakui. “Habisnya, kau tidak pernah bertanya.” Ia sedikit terlihat murung ketika mendapati rautku yang berubah pitam.

Aku bertanya, “Mengapa sampai bisa diterima sebagian gitu?” Aku bertanya begitu karena aku merasa perusahaan tersebut tidak adil. Bahkan untuk dipanggil tes saja belum, sedangkan di sisi lain aku melihat ada beberapa pelamar yang sudah bekerja.

Winda tidak mengeluarkan kata, wajahnya muram menunduk. Ia menjawab dengan menggelengkan kepalanya, yang mengartikan bahwa ia tidak tahu.

Tapi aku tidak yakin bahwa Winda tidak mengetahui mengapa hal tersebut bis terjadi. Aku menanyakan kembali. “Kenapa Win, aku butuh bantuanmu. Biar saya tidak terlalu berharap dengan perusahaan tersebut.”

“Mungkin ada penutupan untuk sebagian,” akhirnya ia menjawab.

“Oh…, apakah itu mengartikan bahwa kata-kata si pegawai HRD hanya harapan palsu saja.”

“Aku tidak tahu,” rengeknya kebingungan.

“Tolong, Win… katakan apa yang sebenarnya terjadi.”

“Sebenarnya, aku memberikan uang dan hadiah kepada salah satu tim perekrutan beserta istri dan anaknya.”

“Jadi… begitu,” keluhku ketika menyadari semua yang terjadi.

Aku tidak mempunyai uang untuk melakukan praktik KKN (Korupsi Kolusi & Nepotisme) dan aku tidak mau mendukung tindakan kotor itu. Sekarang, aku hanya ingin berjalan dan terus berusaha mencari pekerjaan dengan cara yang baik dan benar, sesuai dengan jalan yang diridhoi-Nya.

*****

Dunia sogok menyogok kerap terjadi di dunia kerja. Para pencari kerja yang sedianya membutuhkan uang, malah harus memberikan sejumlah uang kepada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Hal ini dikarenakan karena tingginya angka para pencari kerja di tengah sempitnya lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, dibutuhkan para entrepreneurs muda yang yang harus digerakkan pemerintah melalui berbagai kebijakan yang bisa mendukung para pengusaha, terlebih pengusaha yang baru-baru atau usaha-usaha kecil dan menengah (UKM).

Say no to ‘sogok menyogok’ . Jadilah masyarakat yang cerdas dan berjiwa entrepreneurship.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Dari sebuah desa terpencil di pulau yang juga kecil. Pulau Lombok— Pulau dengan level kepedasan paling tinggi dari pada pulau-pulau yang lainnya di Indonesia.

3 Comments

  1. Serafina berkata:

    Hello,
    Ini adalah untuk memaklumkan kepada orang ramai bahawa Puan Jane Alison, pemberi pinjaman pinjaman peribadi mempunyai membuka peluang kewangan untuk semua orang yang memerlukan apa-apa bantuan kewangan. Kami memberi pinjaman pada kadar 2% kadar faedah kepada individu, syarikat dan syarikat-syarikat di bawah terma dan syarat yang jelas dan mudah difahami. hubungi hari ini kami melalui e-mel supaya kita boleh memberikan syarat-syarat pinjaman dan syarat-syarat kami di: (saintloanss@gmail.com)

CLOSE