Menikah: Menyegerakan atau Tergesa-gesa?

Dalam perbincangan seputar pernikahan, seringkali kita mendengar istilah “menyegerakan atau tergesa-gesa?”

Advertisement

Sebenarnya apa sih yang membedakan 2 kalimat ini? Apakah soal berapa lama kita ada dalam masa penantian? Ataukah tentang seberapa cepat dan pada usia berapa kita bertemu sang pangeran dan bersanding di pelaminan?

Ternyata tak sepenuhnya demikian.

Menyegerakan dan tergesa-gesa lebih pas jika dimaknai dalam konteksnya seberapa matang persiapan yang kita lakukan untuk menuju gerbang pernikahan. Ia berbicara masalah waktu dan seberapa matang persiapan.

Advertisement

Seseorang yang menikah di usia 20 tahun, akan tetapi sejak usia 15 tahun ia telah mempersiapkan diri. Menghabiskan 5 tahun untuk mempersiapkan diri. Ia belajar bagaimana menjadi suami/istri yang baik, ia belajar bagaiamana menjaga keharmonisan rumah tangga, ia belajar bagaimana menjadi orang tua terbaik untuk anak-anaknya kelak, dan sebagainya. Ini namanya menyegerakan.

Berbeda dengan seseorang yang menikah di usia 30 tahun misalnya, tapi baru melakukan persiapan dengan penuh kesadaran 6 bulan sebelum menikah. Ini masuk kategori tergesa-gesa.

Advertisement

Beberapa tahun lalu, saat saya masih bujang, saya sedang dalam perjalanan ke rumah nenek di kota Batu. Saat itu hampir tengah malam, kami berhenti sejenak dan saya turun dari mobil untuk pesan nasi goreng di seberang alun-alun kota apel ini. Ternyata di sana sudah ada beberapa anak punk yang ngumpul dan ngobrol heboh. Secara fisik penampilan mereka tidak jauh beda dengan anak-anak punk kebanyakan. Rambut di cat warna warni, pakai tindik di beberapa titik, pakaian dominan hitam dan bertampang “sangar”. Bukan berniat mencuri dengar pembicaraan mereka, tapi karena volumenya tidak kecil, mau tidak mau saya juga bisa ikutan dengar.

Ada yang menarik, saat salah satu dari mereka bercerita dengan sangat antusias tentang pacar barunya. Tentang keindahan fisiknya, tentang kemolekan tubuhnya, tentang kelincahan sikapnya. Wow banget deh menurutnya. Bikin gak malu kalau digandeng jalan-jalan. Tapi tiba-tiba ada salah seorang diantara meraka yang bertanya: emang cewek itu mau kamu jadikan istri?

Spontan dijawab oleh sang pacar: ya enggak lah.. Yang bener ajaaa. Aku kalau cari istri ya yang sholehah, minimal pakai jilbab. Secara gitu, dia gak hanya akan jadi istriku, tapi juga bakal jadi ibu dari anak-anakku!”

Mak jlebbbbb..

Saya terkejut dengan jawaban spontannya.

Bahkan ternyata mereka juga mendambakan sosok istri yang shalihah sebagai pendamping hidupnya dan ibu dari anak-anaknya kelak.. Subhanallah…

Kitapun pasti juga demikian. Mendambakan sosok pasangan hidup yang baik, yang shalih dan berharap menjadi pasangan dunia akhirat, berjodoh sampai surgaNya.

Tapi pertanyaannya adalah : apakah kita sudah mempersiapkan sebuah memontem besar ini ? apakah kita sudah membekali diri dengan berbagai ilmu untuk menyongsong sebuah prosesi sakral yang bahkan Allah menyebutnya sebagai "mitsaqan ghaliza" atau perjanjian agung? Suatu perjanjian yang kokoh lagi berat. Bahkan saat Ijab Kabul terucap, langit Arsy-Nya seolah berguncang karena beratnya perjanjian dan tanggung jawab yang dibuatnya di hadapan Allah dengan disaksikan para malaikat dan diaminkan oleh seluruh hamba Allah yang menjadi saksi

Saking sakralnya, dalam Al-qur’an, kalimat Mitsaqan Ghaliza sendiri hanya disebutkan Allah sebanyak tiga kali.
Pertama, saat Allah membuat perjanjian dengan Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. (Al-Ahzab 33:7)
Kedua, saat Allah mengangkat bukit Thur di atas kepala bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia pada Allah. (An-Nissa 4:154)
Dan yang ketiga,Allah menyebutnya dalam pernikahan. (An-Nissa 4:21)

Sekali lagi, (kelak) saat kita menikah, maka kita termasuk kategori yang mana ? menyegerakan atau tergesa-gesa? Semoga kita semua termasuk yang menyegerakan.

Jodoh itu Allah yang atur. Siapa orangnya, kapan waktunya, Allah sudah tentukan yang terbaik untuk kita.

Menikah itu bukan tentang siapa yang lebih cepat. Tapi yakinlah, Allah sudah pilihkan waktu yang paling tepat. Memantaskan diri bukan untuk si dia, tapi fokus memperbaiki diri di hadapanNya.

Selamat berbenah dan memantaskan diri 🙂

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Hanya seorang manusia biasa yang berusaha memetik hikmah....

CLOSE