Ramadhan Pertamaku Sebagai Santri

Semua berawal di tahun 2009 saat kedua orang tuaku memutuskanku untuk melanjutkan sekolah menengah pertama di sebuah pondok pesantren di daerah pandeglang. Rasanya begitu berat untuk berpisah dan jauh dari orang tua, namun aku harus tetap bertahan guna mencapai cita-cita dan menjadi kebanggaan kedua orang tuaku.

Advertisement

Hari berganti hari, hingga akhirnya tamu kehormatan pun tiba, bulan penuh magfiroh, bulan suci Ramadhan. Di pesantrenku ada kegiatan pawai ramadhan yang diselenggarakan satu hari sebelum bulan Ramadhan dengan tujuan menyambut bulan suci ramadhan, Kegiatan ini dilakukan di luar pesantren yakni di perkampungan sekitar pesantren yang dikomadoi oleh kakak-kakak kelas 6 KMI (3 SMA). Dalam pawai ini para santri dikelompokkan berdasarkan asrama dan melantunkan sholawat serta lagu-lagu penyambutan ramadhan sesuai dengan kesepakatan asrama. Masih ku ingat, lirik lagu yang asramaku lantunkan, “Ahlan wa sahlan ya marhaban bi syahrin romadhon syahru shiyam” yang artinya selamat datang bulan yang dicintai bulan suci ramadhan, bulan berpuasa”.

Setelah melaksanakan pawai akbar di sore hari, tak lupa pada malam harinya kami melaksanakan shalat tarawih berjamaah. Tak bisa dipungkiri, hatiku sedih. Ini adalah Ramadhan pertamaku jauh dari orang tua. Ketika itu aku shalat di shaff (barisan) depan bersama teman-temanku sesama santri baru. Saat doa dilantunkan setelah shalat isya, aku melihat teman-temanku yang tengah meneteskan air matanya karena haru dan sedih. Namun aku mencoba untuk menahan tangisku kala itu. Hingga akhirnya shalat pun selesai dilaksanakan, setelah itu diadakan halal bihalal dengan iringan merdu shalawat yang dilantunkan oleh salah seorang kakak kelasku, dan itulah yang berhasil membuat bendungan air mataku meluap. Aku hanya bisa berdoa semoga di bulan Ramdhan ini, Allah swt senantiasa memberikan rahmat dan ampunan-Nya bagi kedua orang tuaku.

Tak lama kemudian bel untuk masuk asrama dan tidur pun berbunyi. Seperti rutinitas sehari-hari, kami mempersiapkan tempat tidur dan berdoa bersama kemudian bergegas tidur. Suasana pun hening, tak ada suara apapun, semua dalam kondisi terlelap. Tiba-tiba pukul 03.00 suasana menjadi sangat ramai, tim pembagun sahur siap membangunkan seluruh santri dengan segala macam alat qosidah yang dibawanya. Aku terbangun dari tidurku setelah mendengar suara pukulan qasidah dekat telingaku. Aku dan teman-temanku bergegas bangun dan berganti pakaian, kemudian mengambil alat makan, mengunci lemari dan berjalan menuju dapur umum yang jaraknya lumayan jauh dari asramaku. Dengan kondisi setengah sadar dan ngantuk, tak sedikit dari kami yang berjalan menuju dapur umum dengan kondisi mata terpejam hingga kemudian tersandung ataupun jatuh dan membuat mata secara otomatis segar melihatnya. Seampainya di dapur umum, ada sebuah pemandangan yang terkadang membuatku kesal melihatnya, itulah antrian panjang santriwati. Antrian ini terjadi jika kami terlambat sepersekian detik untuk beranjak dari asrama apalagi ketika menu makannya enak maka antrian akan bertambah panjang. Beda sekali dengan di Rumah yang dibangunkan lembut dan tidak perlu antri untuk sahur.

Advertisement

Setelah sahur, aku dan teman-temanku pergi menuju masjid tercinta untuk persiapan shalat shubuh. Shalat shubuh pun dilakukan berjamaah kemudian dilanjutkan dengan ceramah yang biasa disebut kulshub (kuliah shubuh) oleh Bapak Pimpinan Pesantren. Dalam cermahnya beliau memberi tahu bahwa tujuan puasa ialah untuk membentuk muslim dan muslimat agar mau menjadikan al-qur’an sebagai pedoman hidup. Maka akan lebih baik jika kita dapat memperdalam al qu’an pada bulan suci ramdahan ini. Itu yang memotivasiku untuk mengkhtamkan al-qur’an di bulan suci Ramadhan ini dan Alhamdulillah Ramadhan kali ini aku dapat menkhatamkan tilawahku.Bapak pimpinan juga memberitahukan tentang keutamaan sabar, dalam sebuah pepatah arab dikatakan ‘man shobaro zhofiro’ yang artinya barang siapa yang bersabar maka beruntunglah ia, sehingga orang yang sabar akan mendapatkan kemanisan dari buah kesabarannya.Oleh karena itu, kunci utama dalam menuntut ilmu di pesantren adalah sabar.

Tak terasa hari perpulangan akan segera tiba. Ini adalah liburan pertamaku, kali pertama aku kembali menjajakan kaki ku di Rumah bersama kedua orang tua dan adikku setelah 3 bulan aku menuntut ilmu. Tapi tak semudah itu, aku harus menyetorkan hafalan beberapa surat pilihan sebagai salah satu persyaratan untuk pulang dan berlibur. Sedikit demi sedikit aku mulai mengahafal, terkaddang sudah hafal namun lupa lagi, terkadang lancar namun ketika menyetor gugup dan lupa. Aku pun terus bersabar dan berudaha untuk menjaga hafalanku. Hingga akhirnya aku dapat menyelesaikan hafalan dan semua persyaratanku untuk berlibur dan berkumpul bersama keluargaku, inilah manisnya buah kesabaran atas segala perjuangan yang dilalui.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswi Pendidikan Matematika Untirta

CLOSE