Rasa Nano-Nano Pesantren Ramadhan Pertama

Rasanya, dulu tidak pernah ada kegiatan apapun di bulan Ramadhan. Sejak SD, hanya diminta untuk mengisi buku Ramadhan tentang ibadah sehari-hari yang kami lakukan. Tentu saja kegiatan tersebut tidak menguras waktu dan Ramadhan bisa kulalui dengan cukup waktu longgar. Namun, ketika di awal memasuki bangku SMA, baru saja menjadi siswa baru, sudah disambut dengan pesantren Ramadhan.

Mau tidak mau, aku harus mengikuti serangkaian acara yang diwajibkan oleh sekolah tersebut. Menginap di sekolah selama 4 hari 3 malam, shalat fardhu berjamaah, mendengarkan ceramah, shalat tarawih berjamaah, tadarus Al-Quran, shalat tahajud, sahur, dan olahraga. Jangan bertanya perasaanku kala itu, nano-nano karena merasakan dunia pesantren dalam 4 hari dan mungkin berikut adalah hal-hal yang juga pernah dialami oleh orang yang pertama kali menjalani pesantren Ramadhan.

1. Tidak bisa tidur Hari pertama yang selalu kubayangkan adalah, andaikan berada di rumah, pasti aku bisa memanjakan kantukku di kasur yang empuk. Namun, di sini hanya tidur beralaskan tikar dan berbantalkan tas atau bahkan terkadang tanpa bantal. Jika lupa membawa selimut, selamat menikmati hawa dingin. Belum lagi dengan ukuran ruang kelas yang disulap menjadi tempat penginapan yang harus menampung 30 orang. Tentu saja kami harus berbagi tempat tidur dengan 30 orang lainnya. Dan sudah pasti di hari pertama, aku susah memejamkan mata, mengubah posisi tempat tidur, membenahi tas untuk dijadikan bantal, atau melingkarkan tubuh agar lebih hangat.

2. Tidur ketika sujud di saat kita baru terlelap beberapa jam, sangat mengganggu sekali suara-suara panitia yang membangunkan kami dengan mengetuk-ngetuk pintu kelas kami. Aku sendiri masih enggan membuka mata, tapi suara mereka justru semakin keras membangunkan kami. Dengan terhuyung, kami mengikuti panitia menuju musholla dan mengambil wudhu untuk shalat tahajud. Singka cerita, entah karena memang capai atau kantuk atau sedang ada setan, beberapa di antara kami tidur ketika sujud dan tidak kunjung bangun hingga salam dan baru bangun ketika teman sebelahnya membangunkannya seusai shalat.

3. Berharap tarawih dan tadarus cepat selesai mendengarkan imam membaca surat-surat panjang, rasanya dalam hati ikut berujar ‘cepat dong bacanya’, apalagi jika ditambah dengan intonasi yang indah dan dilagukan, dalam hati berujar ‘kenapa lama sekali sih?’, ‘aduh kakiku udah pegel nih’. Walaupun sebenarnya memang jauh lebih indah jika kita beribadah dengan sungguh-sungguh, membaca ayat Al-Quran dengan baik dan melaksanakan shalat dengan tenang, tapi tak ayal kerap kali bisikan-bisikan setan mengganggu kekhusyukan shalat kita. Setan menggoda dengan memukul-mukul kaki kita agar kaki terasa pegal berdiri lama, meniupi hidung kita, agar merasa ngantuk, dan mengusik hati kita. Astaghfirullah.

4. Tidur ketika ceramah malamnya bertadarus sampai larut, dan masih ditambah tidur yang tidak nyenyak dan harus dibangunkan kembali jam 3 dini hari untuk tahajud setelah itu sahur dan seusai shalat subuh mendengarkan ceramah. Nah, it’s time to sleep. Biasanya waktu ceramah dimanfaatkan sebaik mungkin untuk tidur. Di awal masih semangat untuk mendengarkan, beberapa menit kemudian mulai menguap, satu jam kemudian terlelap.

5. Diam-diam membawa HP karena merasa akan sepi 4 hari tanpa HP, ada beberapa anak yang nekat membawa HP, walaupun di awal sudah diberi larangan keras untuk membawa HP. Alhasil, ketika panitia melakukan sidak banyak sekali berbagai macam cara tipu penyembunyian yang dilakukan oleh siswa.

6. Curi pandang dengan ikhwan tentu saja selama pelaksanaannya, kami dipisah akhwat (perempuan) dan ikhwan (laki-laki). Namun, tetap saja terkadang beberapa diantara kita curi-curi pandang tatkala di momen bersamaan yang mempertemukan akhwat dan ikhwan. Satu hal yang masih kuingat adalah, ketika shalat berjamaah. Akhwat berada di lantai dua, sedangkan ikhwan berada di lantai 1. Saat itu pula, akhwat melongok melihat ikhwan yang berada di lantai 1. Astaghfirullah.

7. Nikmatnya berbuka bersama meskipun didera rindu dengan keluarga, lelah tiada tara, tapi nikmatnya pesantren Ramadhan tetap bisa kami nikmati. Berbuka bersama dengan teman satu angkatan, mengenalnya lebih akrab dan ikut merasakan sama-sama susahnya menjadi santri kilat membuat kenangan tersendiri bagi kami. Menciptakan kebersamaan yang ingin terulang kembali.

8. Menangis ketika malam renungan di saat kita tengah menampilkan persembahan, tiba-tiba lampu mati? Terus ada suara musik mendayu-dayu? Terdengar lirih suara seseorang yang syahdu? Berarti saat itu kalian tengah menjalani malam renungan. Di malam itu, dibentuk lingkaran yang semula diisi dengan canda tawa tapi seketika berubah menjadi air mata. Kita diingatkan tentang perjuangan orang tua menyekolahkan kita, diingatkan dengan pahala dan dosa, diingatkan dengan Ramadhan yang hanya 30 hari dan belum tentu di tahun depan dapat berjumpa kembali. Di sana, kita merasa menjadi makhluk paling berdosa karen tidur selama ceramah, tidur ketika sujud, buru-buru tadarus dan shalatnya, diam-diam bawa HP, dan melongok melihat ikhwan. Sesenggukan? Iya pasti.

9. Tidur seharian ketika berjumpa kasur tatkala pesantren Ramadhan sudah usai, tidur menjadi jalan yang tepat untuk menteralkan lelah kita, walaupun tidurnya bisa sampai seharian. Walaupun lelah mengikuti pesantren ramadhan, tetapi di tahun berikutnya justru aku menjadi panitia pesantren Ramadhan. Dan untuk pertama kalinya aku tidur di kelas karena terlalu lelah menjadi panitia, karena bagi kami panitia tetap diharuskan untuk mengikuti pelajaran di pagi hari. Jika mengingat pengalaman pertama kali mengikuti pesantren Ramadhan, rasanya betapa lugunya diri saat itu.

Meskipun demikian, aku mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Mungkin tidak di semua tempat mendapatkan hal ini. Mbak mentor atau ustadzah yang menjadi pengajar selama pesantren Ramadhan memberi kami video tentang menulis mimpi-mimpi kita di atas secarik kertas. Sebenarnya sudah banyak video tentang ini, tapi kala itu aku baru mengetahuinya.

Dan kekuatan menulis sangat luar biasa. Dengan menuliskan mimpi-mimpi kita di secarik kertas, kita akan terus mengingatnya dan tak ingin berhenti sebelum mewujudkannya. Hingga kelak, ketika satu per satu mimpi itu terwujud, hanya senyum yang terurai ketika mengenang perjuangannya. Semoga, kita bisa bertemu kembali dengan Ramadhan tahun depan. Jangan pernah sia-siakan suatu pertemuan, karena kita belum tentu mendapat kesempatan kedua untuk bertemu kembali setelah ia pergi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Hanya setitik noktah di dunia bernama cerita.