Saat Perpustakaan Menjadi Tempat Rumpi

Belakangan ini, saya jadi rajin mengunjungi perpustakaan kampus. Bukan hanya lantaran terdesak oleh tuntutan penggarapan skripsi yang sudah molor, sehingga membutuhkan amunisi lebih untuk sumber referensinya, melainkan ruangan perpustakaan itu mendadak jadi solusi yang tepat tatkala kondisi cuaca panas akhir-akhir ini yang membuat sumuk tidak ketulungan. Maklum, fasilitas Air Conditionernya bisa menentramkan siapa pun yang ada di situ, termasuk saya.

Di perpustakaan kampus, sudah tersedia ruang baca yang cukup luas. Jadi, bagi siapa yang ingin menikmati bacaan, bisa memanfaatkannya. Setiap kali saya ke situ, pasti ruangan baca tersebut penuh oleh mahasiswa yang sedang membaca. Kalau sudah begitu, saya kadang lebih memilih membaca di antara rak-rak buku. Selain sepi, juga mudah bagi saya untuk membaca dalam posisi apapun, entah duduk, berdiri, maupun tiduran. Yang terakhir disebutkan itu sering saya lakukan. Yang disebutkan terakhir itu, tidak jarang membawa saya sampai ke alam mimpi. Ya, tidur beneren. Dinginnya kadang bikin mata jadi terkantuk-kantuk.

Ada satu hal yang bikin saya tidak nyaman ketika sedang membaca. Suara-suara pengunjung yang berbicara, kerap menganggu konsentrasi. Saya curiga, jangan-jangan mereka tidak sedang dalam keadaan sadar saat datang ke perpustakaan. Jadi, tidak bisa membedakan mana perpus, mana pasar.

Sekali waktu, pada saat sedang khusyuk membaca, dua mahasiswi di barisan rak sebelah tiba-tiba tertawa cekikan-cekikin. Semakin lama, semakin menjadi. Tidak menerima atas keadaan yang demikian, saya pun langsung menegur dengan cara mengetuk-ketuk dasar rak. Diam beberapa saat, kemudian, eh berisik lagi. Dari situ timbul keusilan saya. Diam-diam, saya bangkit dan berjalan menuju ke arah mereka berdua. Tanpa basa-basi, langsung saya mendelikan mata.

Sedikit informasi, tampang Indonesia timur yang saya miliki, berikut tetek-bengek lainnya seperti karakter nada suara yang keras, didukung pula dengan rambut keriting, bagi siapapun yang tidak mengenal saya, akan berpikir negatif. Nah, kuat dugaanku, dua cewek cantik itu dengan kacamata lebar pasti berpikir macam-macam. Sebab, hanya dalam hitungan detik, mereka pamit secara teratur tanpa ada suara apapun yang terdengar, termasuk langkahnya sunyi. Hahahahaha…

Kealpaan kita dalam melihat situasi dan kondisi di mana kita sedang berada kerap menjadi bumerang. Lama-kelamaan, karena sudah terbiasa, akhirnya berbuah jadi kebiasaan buruk. Ini bukan hanya terjadi di ruang perpustakaan saja. Di ruang kuliah, tatkala dosen sedang menyampaikan materi kuliah, ada di antara mahasiswa yang malah asyik bercengkerama tanpa beban, kemudian lainnya bermain ponsel. Tidak perlu jauh-jauh mencari siapa, saya sendiri termasuk mahasiswa paling parah dalam urusan seperti itu.

Sebisanya, bila sedang berada di perpustakaan, fokus saja pada apa yang menjadi tujuan kita ke situ. Fungsikan indra penglihatan secara optimal kemudian minimalkan indra-indra lainnya, termasuk Indra Bekti.

Sudah, begitu saja.[]

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Bukan seorang penulis, hanya penikmat kopi yang baik. Percaya memelihara jenggot berarti memelihara kesetiaan. Intinya, tidak ada yang penting untuk ditampilkan dari diri.