Sebuah Cerita Pendek Tentang Surti

Matahari belum lagi meninggi. Surti beranjak dari tempat duduknya. Menghampiri Tono, sang suami. Memegang kedua pundaknya. Bertatapan mata, tepat di hadapannya. Suara yang lembut, namun tegas.

Advertisement

“Mas, terus terang aku bangga menjadi istrimu” ujar Surti pada Tono.

Entah, ada apa gerangan Surti memuji suaminya di pagi hari. Tidak biasanya. Tono pun hanya tersenyum simpul. Dan berucap terima kasih. Jarang-jarang istriku memuji begini, pikir Tono dalam hatinya.

Surti dan Tono, sebagai suami istri memang terlihat bahagia. Hidup alam harmoni, dan saling melengkapi. Hampir tiap hari, keduanya selalu menyempatkan diri bercengkrama. Ngobrol tentang apa saja, tentang kehidupan yang seharusnya. Hingga masalah rumah tangga pun, mereka tak pernah menyerah untuk menyelesaikannya. Konflik memang tetap ada, namun gak boleh ada yang tidak kelar.

Advertisement

Tono bekerja sebagai motivator. Ia sering dipanggil ke sana ke mari. Memberi motivasi kepada khalayak ramai. Menyemangat orang banyak yang sekarang gandrung dimotivasi. Wajar, ribuan orang terkagum saat menyaksikan sesi motivasi Tono. Energik. Penuh inspirasi. Tepuk tangan penonton selalu terdengar. Dan Surti, selalu hadir mendampingi suaminya. Sungguh, Tono memang senang menjalani profesinya. Sebagai motivator untuk orang banyak.

Suatu ketika, Tono menjadi pembicara di suatu seminar. Memotivasi ratusan orang Jakarta yang agak galau. Menjadi pembicara tentang "KEBAHAGIAAN". Surti pun duduk di bangku bagian depan.

Advertisement

“Saudara-Saudara, bahagia adalah perasaan senang. Bebas dari kesulitan” kata Tono kepada hadirin. Jadi mungkinkah kita bahagia?

“Bahagia bukanlah kesuksesan. Sukses finansial, pengakuan diri, nama baik, bahkan keluarga belum tentu dapat mencapai titik kebahagiaan. Kita mungkin bahagia pada jam ini namun jam berikutnya belum tentu” kata Tono lagi sambil menutup seminar. Tepuk tangan pun bergemuruh. Semua orang di ruang seminar tercengan. Sungguh, luar biasa!

Sesi tanya jawab pun tiba. Seorang wanita berdiri. Mengacungkan tangan dan bertanya, “Pak Tono, apakah istri Anda merasa bahagia menikah dengan Anda?"

Pertanyaan yang bagus. Hadirin pun terdiam. Tono sejenak tertunduk. Berpikir memilih jawaban terbaik. Lalu apa yang terjadi.

Surti, istri Tono berdiri dari bangkunya. Ia membantu suaminya untuk menjawab. “Bapak/Ibu yang terhormat, sebagai istri Pak Tono, motivator yang berdiri di depan ini. Saya merasa tidak bahagia”.

Saya tidak bahagia karena Pak Tono, jawab Surti. Seluruh hadirin terkejut. Tono pun terkejut, bagaimana bisa istrinya merasa tidak bahagia? Tono merasa malu. Seluru peserta seminar menoleh ke arah Tono, si motivator ulung. Surti melanjutkan jawabannya.

"Ketahuilah Baak/Ibu, Pak Tono adalah seorang suami yang baik. Ia tidak pernah berjudi. Tidak suka mabuk. Ia suami yang bertanggung jawab pada keluarga. Selalu memenuhi kebutuhan saya dan anak-anak saya, jasmani dan rohani. Namun, ia tetap tidak dapat membuat saya bahagia.."

"Mengapa?” kata wanita yang bertanya tadi.

"Ingatlah Bapak/Ibu, tidak ada seorang pun di dunia ini yang bertanggung jawab atas kebahagiaan saya selain diri saya sendiri. Suami saya sekalipun tidak akan dapat membuat bahagia. Orang tua saya, anak, sahabat, uang, rumah, bahkan harta tidak akan pernah bisa membuat saya bahagia. Karena yang dapat membuat saya bahagia adalah diri saya sendiri. Saya yang bertanggung jawab atas kebahagiaan saya sendiri. Bukan suami saya atau anak saya” jawab Surti penuh antusias.

“Jika saya selalu merasa cukup, bersyukur. Tidak merasa minder. Selalu percaya diri. Maka saya selalu bahagia. Jadi, yang menentukan diri kita bahagia atau tidak adalah diri kita sendiri. Bahagia bukan karena faktor di luar diri kita. Sebagai istri, kebahagiaan saya bukan karena hebatnya suami saya atau sesukses apa hidup saya. Bagi saya, BAHAGIA adalah PILIHAN SAYA SENDIRI” jawab Surti lagi menutup penjelasannya.

Luar biasa. Hadirin pun berdiri dan bertepuk tangan. Kagum pada jawaban Surti, istri seorang motivator. Sebuah argumen sederhana tentang kebahagiaan. Sementara ribuan manusia malah mencari kebahagiaan di luar dirinya sendiri.

Seminar pun usai. Cahaya ruangan kembali terang. Dan Tono pun mendekat kepada istrinya. Berbisik dengan lembut ke telinga Surti, “Terima kasih Bu. Terus terang aku bangga menjadi suami kamu….. Itulah yang kita mau. Karena bahagia, tidak ada pada barang-barang yang kita punya. Tapi ada di dalam diri kita".

Tono pun memeluk erat istrinya. Sungguh menjadi cerita bahagia Surti. Bahagia yang bukan dibuat-buat seperti mentari menyinari alam di hari ini.

#CukstawCerpen

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pekerja alam semesta yang gemar menulis, menulis, dan menulis. Penulis dan Editor dari 28 buku. Buku yang telah cetak ulang adalah JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, dan Antologi 44 Cukstaw Cerpen "Surti Bukan Perempuan Metropolis". Konsultan di DSS Consulting dan Dosen Unindra. Pendiri TBM Lentera Pustaka dan GErakan BERantas BUta aksaRA (GeberBura) di Kaki Gn. Salak. Saat ini dikenal sebagaipegiat literasi Indonesia. Pengelola Komunitas Peduli Yatim Caraka Muda YAJFA, Salam DAHSYAT nan ciamik !!

3 Comments

  1. Andi Krisna berkata:

    Merinding membaca ceritanya 🙂 Makasih dan lanjutkan!

CLOSE