Semoga Masih Ada Hari Seperti Kemarin

Ada yang datang, membawa segudang rasa. Menawarkan rasa yang tak pernah ada sebelumnya. Atau mungkin sempat ada sebelumnya, hanya saja kau lupa dengan rasa itu. Entah kau lupa karena sengaja, atau mungkin tidak sengaja kau melupakan. Rasa yang membuat hati seolah terhempas bebas, ke pelukan langit di atas sana. Iya, ada yang datang dengan cara seperti itu kepada kau.

Ada yang pergi, membawa hati yang terbagi-bagi. Mengambil rasa yang pernah kau berikan sebelumnya. Mengambil, kemudian dilesapkan begitu saja, seolah tak berarti jua. Entah sudah berada di mana hati yang terbagi-bagi itu, mungkin mengendap menemani ciptaan Tuhan di bawah sana, atau berteman dengan air yang terus melangkah mencari tempat terendah. Iya, ada yang pergi dengan cara seperti itu jua kepada kau.

Kau bimbang, sementara hati kosong menunggu terisi. Hatipun tidak suka menunggu, apalagi menunggu kau yang sedang bimbang. Menunggu itu membosankan, begitu kata hati, berbisik lirih ke dalam batinmu. Untungnya kau bimbang, sehingga menjadi tuli sesaat, namun seperti bodoh selamanya. Hingga jingga setia dengan mentari, kau tetap setia dengan kemarin.

Kemarin, selagi bersama ia, seolah kau tidak memiliki masalah. Kau tidak mengenal kata “durja”, dengan bersamanya. Kau dan ia, selalu asyik menyantap santapan di meja, menyeruput dua gelas minuman pencair suasana, dan menikmati kala hujan di luar sedang berbagai kesedihannya, kau dan ia justru sedang berbagi perasaan di meja penuh rasa. Kau membunuh waktu dengan cara bersama ia.

Kemarin, bersamanya, cinta bak sebuah permainan termudah yang pernah dimainkan, namun tidak memberikan rasa bosan. Iya, begitulah kau dengan ia, mudah bersama, namun sulit untuk jenuh. Kau dan ia, seolah terikat, meski tak ada ikatan di sana. Tak ada yang mengikat saat itu. Kecuali satu, sepatu kau yang terikat kencang. Hanya itu yang mengikat, selebihnya, tidak ada. Mungkin kau berharap bukan “tidak ada”, melainkan “belum ada”. Atau yang lebih gila dan tak berjiwanya kau bilang, “sebentar lagi ada”.

Tiba-tiba, kau tidak lagi seperti orang biasanya. Entah kenapa kau berubah, yang jelas, kau merasakan ada bayangan seseorang mengitari raga dan jiwamu. Menghitami lingkupmu, yang bahkan hitamnya melebih sebuah bayangan. Kau jelas tidak lagi seperti orang pada biasanya. Kini, kau juga butuh tempat untuk bersembunyi. Kau butuh tempat untuk beristirahat di tempat kecil dan terpencil. Seolah-olah kau seperti itu sekarang, yang mengakibatkan hujan kini menjadi teman kebersamaanmu di tempat persembunyian itu. Oh, kau percaya dengan hari kemarin. Oh, hari kemarin datang tiba-tiba, begitu batinmu berbisik lirih dan rintih.

Kenapa dia harus pergi? Begitu tanyamu pada hujan penuh kesedihan. Kenapa dia harus pergi, padahal kau memberikan rasa di atas meja itu. Kenapa dia harus pergi, padahal kau bersamanya, meniadakan waktu yang fana. Kenapa dia harus pergi, sementara kau sedang dalam perjalanan ke hatinya, sembari tangan menggenggam sebuah keju untuknya kelak. Kenapa dia harus pergi, sementara hari masih terlalu pagi untuk meragi.

Entahlah, dia tidak mau mengatakannya, begitu katamu pada angin penebar rindu. Kau tidak tahu alasannya, karena dia tidak memberitahukan alasannya. Mencari tahu alasannya, ibarat kau berjalan pada seutas tali, yang di bawahnya banyak benda tajam siap menghujam raga. Salah-salah kau bergerak, maka kau akan terjatuh. Tapi kau mesti bergerak, untuk bisa sampai ke seberang sana. Kau tidak ingin berburuk sangka padanya, karena kemarin, ia adalah peneman waktumu. Tapi hati kencang sekali berkeinginan untuk tidak berbaik sangka padanya, karena merasa telah dikecewakan.

Telah kau katakan hal yang salah, begitula pikirmu kini. Kau mencoba merendah, tidak memberikan sedikit celahpun untuk menghujat dia yang telah pergi. Kau berusaha meyakinkan hati, bahwa mungkin saja lisan dan raga ini pernah melakukan kesalahan yang cukup untuk membuat ia pergi tanpa alasan.

Kini, kau merindukan hari kemarin. Kau mengingkan hari kemarin itu terwujud lagi. Hingga kau bisa menemukan kesalahanmu, dan tidak membuat itu terjadi. Hari kemarin, adalah ketidakmungkinan yang kau doakan, tanpa pernah diamini oleh ia.

Yesterday, all my troubles seemed so far away

Now it looks as though they’re here to stay

Oh, i believe in yesterday

Suddenly,

I’m not half the man I used to be

There’s a shadow hanging over me

Oh, yesterday came suddenly

Why she had to go

I don’t know she wouldn’t say

I said something wrong

Now I long for yesterday

The Beatles – Yesterday

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Universitas Mataram | Penggemar Manchester United | Aktif di Twitter | Penulis Buku: Jomblo Ngoceh