Surat Terbuka Untuk Pria yang Kusayang : Aku Bertahan, Semata-mata Karena Cinta

Setelah hampir 3 tahun mengenal dan bersamamu, sudah banyak suka dan duka yang kita lewati bersama. Pernahkan kamu menghitung berapa kali kita tersenyum bersama, berapa kali kita tertawa bercanda bersama, berapa kali kita sedih bersama, dan berapa kali aku menangis karnamu?

Advertisement

Aku pun tidak mempunyai catatan untuk itu. Namun yang kuingat, semua jari tangan ku sudah tak bisa menghitungnya lagi berapa kali air mata ini keluar karna dirimu?! Yah, kalau dinilai aku hanyalah wanita cengeng dan lemah. Jujur aku juga mengakuinya. Namun jika semua ini diceritakan ke para pembaca secara detail, mungkin 90% di antara mereka akan menilai aku “BODOH”.

Aku menangis karenamu untuk pertama kalinya ketika kamu BERBOHONG kepadaku. Masih ingatkah kamu akan itu? Ketika kamu berbohong menutupi kesalahanmu dan semua itu terbongkar olehku. Well, air mata bak air terjun mengalir deras waktu itu. Dan dirimu waktu itu juga terlihat sangat menyesali semua perbuatanmu, dengan segala upaya kamu berusaha membuatku tenang kembali sambil meminta maaf dan BERJANJI tidak akan mengulangi-nya lagi.

Dan kita kembali merajut kisah cinta ini…

Advertisement

Tapi, tidak berselang lama, kamu BERBOHONG lagi karena kebiasaan burukmu yang sulit kamu tinggalkan. Kembali lagi aku menangis dan patah semangat untuk menjalani hubungan kita lagi. Namun, kamu selalu punya cara dan upaya agar aku kembali memaafkan mu dan berjanji kembali kamu mau berubah meninggalkan kebiasaan itu.

Tapi ternyata,..

Advertisement

Kebohongan yang kedua ini bukanlah yang terakhir, kembali aku harus menangis dan terus menangis karena KEBOHONGAN yang dirimu buat. Masih ingatkah kamu saat kamu membohongi diriku ketika akan pergi ke tempat hiburan malam yang terkenal itu? Selang beberapa hari semua itu baru ketahuan olehku ketika kamu harus patungan membayar sejumlah uang (yang sudah mencapai 7digit) bersama teman-temanmu.

Masih ingatkah kamu ketika ban kendaraanmu pecah di tengah malam?! Karena kamu sedang menyusun strategi untuk membohongiku bersama teman-temanmu. Untuk temanmu, jika membacanya, renungkan kembali apakah ada baiknya mengajarkan kepada seseorang membohongi pacarnya yang sedang berupaya untuk kebaikan pacarnya tersebut. Bayangkan seandainya kalian adalah aku yang dibohongi saat ini!

Masih ingatkah kamu pada malam itu (sebelum aku tidur nyenyak di kasurku), kamu berjanji padaku tidak akan pergi ke tempat tongkronganmu?

Dan tidak perlu menunggu lama, keesokan paginya kamu kudapati berbohong lagi malam itu. Kamu datang menemui diriku menyatakan penyesalan atas kejadian semalam yang telah merugikanmu lagi (kembali uang yang tak sedikit hilang begitu saja beserta barang penting lainnya). Dan tebak saja apa reaksi wanita cengeng dan lemah ini. Menangis kembali sambil meratapi apa salah diriku, ada rasa menyerah untuk melanjutkan hubungan bersamamu lagi waktu itu.

Tapi selalu ada saja suatu rasa yang mendorongku untuk terus bangkit dan mencoba lagi. Karena ada suatu keyakinan pada diriku, air mataku selama ini tidak akan sia-sia. Aku percaya dirimu akan berubah dan menjauhi kebiasaan burukmu itu.

Sampai detik itu, aku begitu percaya inilah kebohonganmu yang terakhir. Aku cukup percaya karena melihat kejadian terakhir ini menciptakan tangisan terhebatku selama ini. Nilai keyakinanku semakin bertambah bahwa dirimu pasti berubah kali ini ketika di sela tangisanku aku juga melihat dirimu ikut meneteskan airmata dengan segala penyesalan.

Tapi ternyata… Tuhan masih menguji kesabaranku. Dari semua ini aku belum dinyatakan lulus oleh Pencipta-ku. Kamu kembali berbohong menutupi satu kebohongan dengan kebohongan yang lainnya. Kembali lagi ini terjadi karena kebiasaan burukmu itu. Tahukah kamu apa yang ada di pikiranku untuk kebohongan yang terakhir kali ini. Aku rasa kematian adalah yang terbaik bagiku, karena air mata ku tak bisa mengalir keluar lagi. Hatiku itu ibarat Para Pahlawan yang pulang membawa bendera putih ketika gagal melawan musuh.

Sampai di sini ketika pembaca berhenti membaca artikel ini, pasti sebagian besar menilai inilah akhir dari hubungan kami. Mungkin sebagian dari pembaca akan mengambil kesimpulan bahwa Cinta kami sudah berakhir karena kebohongan.

Tidak! Anda salah besar!

Setelah kejadian terakhir itu, aku kembali memaafkannya dan memberikan kesempatan kepada dirinya untuk berubah lagi. Dan siapa yang berani meyakinkanku kalau kali ini dia akan benar-benar berubah?! Tidak ada!!! Aku sendiri pun tidak berani lagi yakin terhadap janji-janjinya. Tapii kenapa sampai detik ini aku masih mau memberikan kesempatan kepadanya? Kenapa tidak kuakhiri ini semua agar tidak ada lagi air mataku yang terbuang?

Pasti itu juga menjadi pertanyaan para pembaca artikel ini. Mungkin juga dari kalian akan menilai aku “BODOH” atau “BUTA KARENA CINTA”. Well, aku memang cukup “BODOH”. Wanita Bodoh yang berulang kali dibohongi, berulang kali diberi janji, dan kemudian berulang kali disakiti lagi dengan masalah yang sama. Tapi sampai detik ini aku masih bertahan hanya karna 1 alasan, “CINTA”.

Masih ada rasa CINTA ku untuknya walaupun beribu kali dia menyakiti ku. Karna rasa CINTA itu juga aku yakin suatu saat air mata ku akan terbayar dengan hasil yang maksimal. Yacch, mungkin suatu saat nanti aku akan tersenyum bahagia melihat dia yang sudah berubah. Suatu saat nanti. Akankah ada hari itu untukku???

Untuk pria yang kusayangi,..

Setelah dirimu membaca ini kuharap kamu jangan terlalu bangga karena aku terus menerus bertahan dalam hubungan ini. Jangan bangga karena aku begitu kuat menangis dan kembali bangkit menghadapimu.

Tapi bersyukurlah, sampai detik ini wanitamu masih dianugerahi kesabaran oleh Sang Pencipta. Karena tidak ada satupun yang tahu kesabaran ini akan bertahan sampai kapan.

Janganlah dirimu baru menyesal jika orang yang telah bersabar ini menghilang selamanya dari dirimu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

CLOSE