Untukmu Raja Sandiwara yang Pernah Mengukir Janji-Janji Semu Dalam Hidupku

Hey raja sandiwara! Masih ingatkah saat pertama kali kita berjumpa? pada saat itulah kita belum saling mengenal antara satu sama lain.

Advertisement

Tak menyangka ada perasaan yang berbeda pada pertemuan kedua, ketiga, dan seterusnya. Karena kita sering berjumpa lantas kamu mulai penasaran dengan meminta kontakku kepada seorang perempuan. Perkenalan awal yang manis telah tiba dalam kehidupan ini, pada saat itulah kenangan-kenangan masa lalu mulai pudar dan tergantikan oleh sosok lelaki yang baru.


"Kita saling memberi kabar melalui telepon seluler, canda tawa di setiap malam yang selalu membuat kita senang dan perlahan rindu-rindu itu bersemi di antara kita."


Setiap kali ngobrol di media sosial, kamu ingin sekali mengantar aku pulang jika aku telah mengunjungimu.

Advertisement


"Pertama kalinya membuat surat untuknya dengan perantara perempuan lain. Namun, begitu lama menerima balasannya. Surat kedua telah dilayangkan dengan perantara perempuan lain namun sampai sekarang balasan surat itu tak kunjung aku dapatkan."


Kamu yang meminta aku untuk saling mendoakan agar suatu saat kita berjodoh. Di setiap malam tak banyak harapanku agar aku dapat mengetahui teka-teki yang ada. Entah apalagi rencana yang telah disusun, kamu meminta aku agar memanggil dengan panggilan istimewa. Tak berapa lama pada minggu kedua kamu mengajak makan malam untuk mengutarakan sesuatu. Hingga pada akhirnya rasa penasaran itu muncul, aku hanya mengungkit janji perihal obrolan apa yang ingin diutarakan? dan pada saat itu aku tahu alasannya, tidak masalah bagiku untuk kita saling mengenal lebih lanjut.

Advertisement

Keraguan pun mulai tumbuh di dalam benak seiring berjalannya waktu, dan kamu selalu saja meyakinkan hatiku agar mempercayaimu. Tak berlangsung begitu lama kamu kembali mengungkit janji perihal obrolan minggu-minggu lalu bahwa bulan depan kamu berjanji akan mengutarakan sesuatu yang penting, tidak banyak respon yang aku berikan hanya tenang dan menjalani perkenalan kita lebih lanjut. Hanya saja ada sesuatu yang mengganjal di hati, mengapa kamu seakan-akan begitu terburu-buru ingin mengutarakan perihal obrolan penting?

Terima kasih kamu yang sudah membantu aku dalam kesulitan, entah harus kepada siapa lagi aku meminta bantuan. Dan kamu pernah berjanji akan mengajakku jalan-jalan di tempat wisata yang terkenal dengan kedua temanmu.


"Untuk pertama kalinya kita jalan berdua dengan motor matik, sepanjang perjalanan hanya membisu tanpa basa-basi garing sekali pun. Tepatnya jam 09.00 kamu mengajak aku ke pantai untuk duduk berdua menikmati terik mentari yang hangat disertai angin yang sepoi-sepoi dan di situlah kita mulai berbincang-bincang disertai mimik yang masih terlihat kaku dan malu."


Seminggu telah berlalu, untuk kedua kalinya kita jalan berdua dari pagi hingga siang bolong, dan terulang kembali di sepanjang perjalanan kita hanya membisu tanpa basa-basi garing sekali pun, hati ini mulai bertanya-tanya mengapa responnya yang ditunjukkan sangat berbeda jika dibandingkan saat berkomunikasi melalui telepon seluler.


"Entah sudah berapa kali air mata ini deras membasahi pipi bila rindu telah datang. Aku yang merasa berbeda atau kamu yang sudah berbeda, sudah sepantasnya aku memberi kepercayaan dan memaklumi berbagai kesibukan namun seakan kesibukanmu seakan kamu jadikan sebagai cara melupakanku secara perlahan."


Menjelang akhir perkenalan, selalu saja ada pertikaian sepele. Aku benci ketika kamu hanya diam dan tidak mengklarifikasi keadaan yang sebenarnya, seakan membiarkan kesalahpahaman perkenalan kita semakin mengeruh.

Pada suatu malam terjadilah kesalahpahaman yang membuatku tahu semua permasalahan yang selama ini kamu tutup rapat dan tidak berani untuk mengungkapkannya.


"Apa salahku hingga kamu tega mempermainkan semua perasaanku?"


Aku ingin sekali kamu menghargai perasaanku, patah hati ini setelah mengetahui semua kebohonganmu di akhir perkenalan kita. Kamu yang tak pernah bosan-bosannya bersandiwara dengan menampakkan sosok pribadi yang pemalu, penakut, dan misterius. Bahkan aku tak tahu seberapa banyak kau ukir janji-janji semu dalam hidupku ini.

Entah apa yang membuatku begitu percaya dan penuh harap kepadamu. Di dalam benakku yang tersisa hanyalah amarah dan kebencian, keputusan yang sangat sulit ketika harus menerima kenyataan yang ada. Bagaimana bisa berteman dengan orang yang pandai bersandiwara dan mudah mengingkari semua janji yang telah ada. Sudah banyak ketabahanku untuk mempertahankan keadaan yang tidak dapat diperbaiki kembali.

Namun, mengapa masih ada rindu di dalam hati yang berkecambuk dengan benci yang mendalam akibat semua ingkarmu?

Dan kamu pernah berjanji akan berkunjung ke rumahku namun kamu hanya berdiri di depan pagar rumah. Ketika pertikaian di antara kita sudah berlangsung, setiap kali aku menagih janji kamu selalu berjanji akan mengembalikan sesuatu, namun yang tertinggal hanyalah ingkar. Janji adalah hutang, ketika kamu selalu berjanji di situlah hutang-hutangmu menumpuk.


"Ketika kamu mendengar bahwa aku sering menangis pun kamu hanya tertawa dan mengatakan lebay."


Untuk terakhir kalinya masih ada rasa tabah dan kembali percaya dengan janjimu yang mengajakku bertemu di suatu tempat, namun kamu ingkari kembali. Seberapa pentingnya harga sebuah janji? mungkin bagimu janji bisa mudah untuk diingkari dengan berbagai alasan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Just Ordinary Girl

8 Comments

  1. Erica Tjahjadi berkata:

    aq punya banyak hadiah loh buat kamu, Cashback sampai 100%. yuk add pin bb aku : 25CBBB46 , atau kunjungi www(.)d-ew-a168(.)com

  2. Erica Tjahjadi berkata:

    Bosen main game online yang gitu-gitu aja sist or gan , tapi kalau hadiahnya uang jutan rupiah kenapa tidak ??
    kunjungi www(dot)dewa168(dot)com

CLOSE