Nostalgia Bersama Bemo; Saksi Bisu Bahwa Jakarta Adalah Kota Megah dengan Sejuta Pesona

Mungkin tidak semua orang mengetahui bahwa masih ada bemo yang beroperasi setiap harinya di Jakarta. Bahkan, ada pula yang tidak tahu apa itu bemo. Bemo adalah kendaraan roda 3 yang dapat memuat 7 penumpang dalam sekali jalan. Tidak seperti bajaj yang hanya memuat maksimal 3 orang, atau angkutan umum yang bisa memuat 11 orang. Bemo berada di tengah keduanya. Tarifnya pun sangat murah, 3–4 ribu rupiah per orangnya.

Saat ini keberadaan bemo sudah sangat langka. Namun, ada masih ada lho satu wilayah di pusat Jakarta yang masih mengoperasikan bemo sebagai kendaraan umum sehari-hari. Pasti kamu tidak langsung percaya, kan? Iya saya pun cukup kaget melihat masih ada bemo di tengah kota ini.

Rute yang dilalui oleh bemo di sana relatif dekat. Mulai dari bawah flyover Karet-Tanah Abang sampai dengan bawah flyover Jl. K. H. Mas Mansyur-Jl. Prof. Dr. Satrio.

Penumpang bemo biasanya adalah orang-orang yang ingin menuju ke stasiun Karet atau berangkat dari stasiun Karet. Di sepanjang jalan yang dilalui oleh bemo, tidak ada angkutan umum lainnya. Hampir seluruh tempat di sepanjang jalan yang dilalui bemo ini merupakan gedung kampus dan gedung perkantoran sehingga banyak sekali orang yang memang membutuhkan bemo sebagai transportasi umum. Selain praktis untuk menuju ke kampus dan ke kantor, bemo bisa jadi pilihan daripada berjalan kaki yang dirasa terlalu jauh dan berdebu.

Salah satu penumpang bemo terbanyak adalah mahasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi London School of Public Relations Jakarta (STIKOM LSPR). Bemo sangat praktis untuk kami mengingat LSPR memiliki lokasi gedung kampus yang berbeda antara kampus A dengan kampus B dan kampus C. Daripada berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh, bemo merupakan pilihan yang tepat.

Pengguna utama bemo adalah mahasiswa tahun pertama di kampus A yang berada di Intiland Tower. Mahasiswa pengguna kereta senantiasa menggunakan bemo dari tujuan awal sampai tujuan akhir bemo tersebut. Menurut kami, dengan ukuran yang ramping, bemo tidak kalah dengan bajaj sehingga bisa melewati pinggir-pinggir jalan dan tidak perlu bermacet-macetan bersama mobil. Memang tidak seramping motor, namun untuk jarak dekat bemo jadi yang tercepat dan termurah.

Supir bemonya sendiri adalah masyarakat sekitar, yang merupakan komunitas warga Bendungan Hilir dan Pejompongan. Menjadi supir bemo merupakan mata pencaharian bagi mereka yang mayoritas adalah pria hampir atau sudah lanjut usia. Pernah beberapa kali saya berbincang dengan mereka, tidak semua kegiatannya hanya menjalankan bemo.

Saat duduk di samping supir bemo, beliau bercerita bahwa komunitasnya melestarikan kesenian khas Jakarta. Beliau dan rekan-rekannya mendidik anak-anak dari warga sekitar untuk mempelajari kesenian, seperti tari daerah dan seni bela diri. Selain itu ada yang memiliki perpustakaan mini dengan mengumpulkan donasi serta buku untuk dibaca oleh anak-anak dari warga sekitaran rumahnya.

Menurut beliau, pendidikan sangatlah penting untuk masa depan. Beliau sempat berpesan kepada saya untuk kuliah yang benar dan bersungguh-sungguh agar cepat lulus hingga bisa membanggakan orang tua saya kelak. Sungguh saya terharu mendengarnya.

Ada pula supir bemo lainnya yang bercerita bahwa dia memiliki 3 anak. Anak pertamanya lulusan Universitas Brawijaya, Malang. Anak kedua sedang berkuliah di Universitas Diponegoro, Semarang, dan anak bungsunya masih duduk di bangku SMK. Dengan bangga beliau cerita kepada saya. Siapa yang sangka dengan kehidupannya.

Menurutnya, supir bemo hanyalah pekerjaan sampingan untuk sekedar mengisi waktu luang daripada berdiam diri di rumah. Beliau lebih suka menikmati masa tuanya untuk melestarikan bemo sekaligus sekadar mencari uang untuk beliau dan istrinya, sembari menunggu cucu dari anak-anaknya.

Mungkin banyak yang meremehkan mereka sebagai rakyat kecil, namun mereka memiliki perkerjaan halal dan niat yang baik untuk mempertahankan kelestarian bemo yang sudah sangat langka. Ditambah lagi menjamurnya ojek online sebagai transportasi umum yang terjangkau, mudah dan cepat.

Namun, sebagai transportasi kampus saya lebih memilih bemo dengan tujuan turut serta melestarikan kendaraan tersebut serta berbagi rezeki kepada mereka karena saya tahu niat suci dibalik bekerja sebagai pembawa bemo.

Semoga kisah saya ini bisa menginspirasi, karena bemo memang menjadi saksi bisu betapa megah dan kayanya Jakarta hingga saat ini. Salam anak Jakarta!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini