Dariku, Perempuan yang Mencoba Berbagi Kisah Tentang “Musibah” di Tempat Kami

Dariku, Perempuan yang mencoba berbagi kisah tentang “musibah” di tempat kami.

Teman, dari kalian pasti pernah melihat ban, mengikatkan karet gelang untuk nasi goreng atau benda lain, atau sekedar menyentuh benda-benda yang sifatnya elastis. Taukah kalian dari bahan apa saja benda tersebut berasal? Karet. Ya, kalian benar. Salah satu bahan ini dapat ditemui dimana saja, terutama didaerah industri.

Aku tinggal di daerah yang sangat jauh di pelosok desa di Palembang. Nama desanya adalah Muara Enim. Jika kalian cek di google wilayah tersebut dapat ditempuh dengan waktu sekitar 3 jam dari Kota Palembang. Lalu mengapa aku ingin menceritakan kisahku?

Berkaitan dengan bahan yang kubahas di atas, karet. Di tempatku lebih tepatnya asalku, karet adalah sumber mata pencaharian bagi masyarakatnya. Sekitar 90% masyarakat rata-rata mengandalkan jalan hidupnya dari karet. Lalu bagaimana karet ini menjadi uang? Dalam mengusahakan penanaman karet, bagi mereka yang telah memiliki modal, bisa saja mereka membeli lahan untuk menanam karet. Bagi mereka yang masih dalam kategori kurang, mereka hanya bisa memanfaatkan kemampuan bertani mereka dengan menawarkan diri untuk bekerja pada mereka yang telah memiliki lahan.

Bibit karet juga dipersiapkan sebelum menanam. Pemilihan bibit ini juga tidak boleh sembarangan dengan hanya pilah-pilih mana yang bagus mana yang terlihat segar. Petani kami memang punya caranya untuk mengatasinya. Kemudian setelah serangkaian bibit karet tersebut ditanam, kami mengolahnya dan menjaganya serta memupukinya dengan sepenuh hati.

Setelah karet ditanam dan dijaga, tibalah masanya kami mengolahnya. Proses awalnya adalah dengan menyadapnya. Jadi, pada bagian batang karet secara miring kami memahatnya, ya kami harus melukai pohon karet agar getahnya keluar. Getah yang telah keluar akan mengalir di mangkok atau batok yang telah kami pasang di pohon karet. Setelah proses tersebut, biasanya kami menambahkan beberapa bahan agar getahnya mampu membeku. Kenapa harus membeku?

Ada beberapa karet yang sengaja langsung dibekukan, ada juga yang dibiarkan cair lalu dituang ke dalam jerigen atau ember untuk dibawa pulang. Lalu dikemanakan lagi karetnya? Karet tersebut dituang ke dalam kotak (kami menyebutnya) kemudian ditambah bahan pembeku agar cepat berubah menjadi karet padat. Nah setelah karet padat, barulah kami bisa menjualnya pada pengepul.

Pasti kalian bertanya-tanya, jadi apa musibahnya?

Teman, dahulu saat harga karet masih 13.000/kg hidup keluargaku rasanya berkecukupan, apapun yang diminta dituruti, dan tiba-tiba pada tahun 2015 terjadi krisis mati-matian yang menyebabkan harga karet menjadi 5.000/kg bahkan dibeberapa daerah harganya hanya 3000/kg. Ini memang seperti cerita sinetron dimana kami sebagai anak tiba-tiba harus menyadari bahwa negeri dongeng yang bahagia telah berakhir. Sedih ya? Bukan sekali kami mengalami ini, yang aku ingat saat aku kecil kami juga pernah mengalami krisis moneter, bahkan lebih parah.

Dan yang ini terasa sangat sakit mungkin karena aku mulai dewasa dan mulai memikirkan tanggung jawab. Masyarakat kami bukan tak pernah berusaha, banyak di tempat kami yang tiba-tiba sakit dan meninggal, selingkuh karena tidak tahan dengan kondisi keluarga yang miskin, anak-anak yang dibiarkan sakitnya karena tidak ada biaya, dan remaja-remaja yang tetap dengan egoisnya memandang ini bukan bencana.

Kadang aku hanya ingin mengatakan pada mereka, kalian mau jadi apa jika diam seperti ini. Apa harus terus menyalahkan pemerintah? Tidak kan. Karena toh sama saja, aparat selalu menjadi keparat saat sudah dipilih. Bahkan ada wacana menyebut, beberapa lahan di tempat kami akan diubah menjadi kebun tebu. Ingin tertawakah atau hanya menunggu melihat hasilnya? Pasti dalam hati kalian, menjawab: “Tidak”.

Bahkan saat aku menulis ini, rasanya aku makin trenyuh dengan kondisi ini, teman.

Tetapi aku berterimakasih pada Hipwee untuk memberi kesempatan menyampaikan secuil kisah mengenai hidupku. Semoga dari kisahku ini, kalian berubah menjadi manusia yang lebih bersyukur, yang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya agar tidak menyesal dikemudian hari, lalu belajarlah peduli terhadap sesama, karena hanya manusia dan manusia yang mampu memecahkan masalah selagi di dunia.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

23 Comments

  1. Azizah M Nur berkata:

    Suka dech sama tulisan ini. Saya juga anak dari orangtua yg mengandalkan karet, ketika gajian pertama, ibuku gak mau pas dikasih sebagai hadiah gajian pertama, karena karet masih mahal.. Tapi sekrg… Semua menderita. Tak ada jalan lagi kita memang harus cari sumber lain. Nah ide tebu itu bagus banget. Mari kita gerak.kampung saya di Napallicin Muratara

  2. Raja Rimba berkata:

    kaya y nasib kita sama bos..
    ttp bersukur aj bos,, jalani yg terbaik, dan semoga tuhan memberikan jalan yg terbaik untuk kita semua.
    amin.

  3. Mudik Ayaek berkata:

    sama di daerah ku kerinci jambi juga sbgian petani karet,,udah hampir 3 tahun ini harga karet turun drastis..terpaksa bnyak anak2 yg seharus nya masih di bangku sekolah,,ikut mmbantu meringan kan ekonomi keluarga…

  4. Andika Dwi Putra berkata:

    Rumah saya di Way Kanan, itu di daerah perbatasan Lampung – Sumatera Selatan.. Sebagian besar dari kami mengandalkan kebun untuk menyambung hidup.. Berkat kerja keras orang tua saya bisa jadi Sarjana dan sekarang saya bekerja di salah satu anak usaha BUMN Karya di Tangerang, suka terhenyuk klo inget rumah n kebon di rumah =’)

  5. KITKAT berkata:

    Thank you for writing this. Jadi tahu ada “krisis” karet di Sumatera. Semoga keluargamu dan para petani karet lainnya segera pulih dari ini ya.

  6. Sugeng Milanisti berkata:

    Napalicin ulu Rawas, jauh banget.

  7. SusyBuanatd berkata:

    Sya lahir d rimbo bujang. Kab tebo . Provinsi jambi. 6 jam prjalan dari kota jambi. Kni sya sdg menempuh profesi pascasarjana, sama masalahnya sebulan yg lalu sebelum saya dan keluarga memutuskan agar sya mlnjutkan mengambil profesi sempat keluarga brfikir agar saya cuti trlebih dahulu.. ya masalahnya karna uang dan tntu brhbgn dg harga karet… dg brbgai prtimbangan sya ttp mlnjtkan profesi.. namun dg sangat minimnya biaya…

  8. Nivita Lindasari berkata:

    Terimakasih mba Azizah 🙂 Iya semoga ada pencerahan untuk daerah kita ya, kalau bukan kita yang memperjuangkan hak kita, siapa lagi? :")