Dear Man…

Jadi begini ceritanya…
Kemarin, saya main ke rumah seorang kerabat. Kita ngobrol banyak. Aku tidak mempermasalahkan jika pemiliki rumah tidak menyuguhkan air atau makanan apapun.Setelah pulang dari rumah kerabat tersebut, belum sampai keluar dari gang-nya. Eh, tedengar suara teriak-teriak:

Advertisement

Suami: Kalo ada tamu tuh disuguhin sesuatu.
Istri: (Balas bentak. Tapi kurang denger apa yang dibilang)
Suami: Jangan ngebantah. Kalo gak aku pukul kamu.

Dear Man,
Janganlah, berperilaku kasar pada kami kaum hawa. Bukankah telah kau pikirkan ketika kita menikah, bahwa aku ini adalah tulang rusukmu. Dan aku pun juga telah memikirkan bahwa kau adalah pemilikku. Remember man, kita tidak butuh kata-kata kasarmu ataupun kekerasan fisik darimu.

Kami sudah berusaha untuk mengurusmu dan mengurus anak-anak kita sebaik mungkin (terlepas dari wanita karir atau pun ibu rumah tangga). Kita hanya butuh saling mengerti dan memahami agar komitmen dalam pernikahan kita, dapat kita jaga dengan baik.

Advertisement

Well, berdasarkan kisah diatas. Entah bagaimana, saya kok tidak suka dengan laki-laki yang kasar. Tidak suka dengan laki-laki yang memiliki prinsip "aku kepala rumah tangga disini, kewajibanmu sebagai istri ya melayani dan tidak membantah." Aku pribadi sih, setuju-setuju aja jika istri tidak boleh membantah suami. Tapi, ya kita sebagai kaum hawa juga berhak dong memberi masukan dan meluruskan jika apa yang diperbuat suami itu salah.

Aku sadar-sesadar-sadarnya bahwa kewajiban istri mengurus suami dan seluruh kebutuhan rumah tangga. Tapi, mbok ya jangan perlakukan kami sebagai "BABUMU" yang nurut dengan segala perintahmu, meski itu salah. Ingat man, kamu punya ibu. Ibumu perempuan to? Coba kalo kami bentak ibumu juga, apa kamu terima? Kalo kamu gak terima yah, perlakukan kami dengan baik.

Advertisement

Saya memang belum menikah. Masih mahasiswa dan dalam tahap belajar. Tapi, saya merasa bahwa sudah seharusnya seorang suami memperlakukan istri dengan baik, begitu pula sebaliknya. Ingat, suatu hubungan (pernikahan) bukan hanya mengenai satu kepala saja, tapi dua kepala yang disatukan untuk mewujudkan tujuan bersama.

Saya Faridotul Komariya, mengucapkan terima kasih untuk teman-teman yang telah membaca opini ini. Sekali lagi saya mohon maaf jika ada beberapa pihak yang tersinggung, saya hanya mencoba belajar menuliskan kegelisahan saya. Jika bermanfaat silahkan dibaca, jika tidak yah tidak usah dibaca. Simple kan?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

16 Comments

  1. Kana Jaladriana berkata:

    Kamu curhat mbak? Di balik ‘kasarnya’ perlakuan pria yang menurut mbak Faridotul nggak bener, para pria sebenarnya menanggung beban yang lebih daripada wanita. Artikelmu terlalu judgemental, menurutku.

    “Jika bermanfaat silahkan dibaca, jika tidak yah tidak usah dibaca. Simple kan?”

    Gimana kalo tak balikin jadi…
    “Jika tetep mau sama pria ya menikah. Tapi menikah itu banyak nggak enaknya daripada enaknya. Jika merasa pria gitu-gitu aja brengseknya ya nggak usah menikah, stay jomblo. Simple kan?”

    Btw saya perempuan. Dan seumur hidup saya nggak pernah berusaha untuk menuntut pasangan saya buat ini itu. Kalau dia bikin bahagia ya saya betah, kalau bikin sengsara ya saya tinggal. Simple kan?

    😉

  2. setuju kak . kalo masalah ini itu mah, sebenernya itu udh jadi kesadaran pria nya saja. percuma juga kalo kita tuntut pria buat ini itu, kalo dia jalani nya bukan dari hati yg ikhlas. malah karna terpaksa. pria memang wajar sih menurutku kasar, karna dengan kasar itu sebenernya dia melindungi kita. dan memang tugas kita ya hanya patuh pd suami kita kelak jika sudah menikah.

  3. “Suami: Kalo ada tamu tuh disuguhin sesuatu.
    Istri: (Balas bentak. Tapi kurang denger apa yang dibilang)”

    sebenernya suaminya udah bener bilangin,, tamu itu harus disuguhkan , walaupun teman dekat atau kerabat, atau saudara. lalu kenapa istri malah balas bentak ? mungkin lebih tepat kalau balas “oh iya mas… aku lupa” mungkin suami gak bakal kasar.

  4. Ika Risty berkata:

    Suami setau saya imam ya istri makmum nya…kalo msh blm mau diimami jgn menikah mbak…
    Menikah itu menekan ego..se-emansipasi nya jaman skrg msh ada “unggah ungguh” suami istri..kalo cm dikasih tau menyediakan hidangan utk tamu aja blsnya bentak kmn ajaran agama yang dipegang???

  5. Kana Jaladriana berkata:

    Reynni Ocktaviani Nih anak kayanya mabok mbak :v

    “Ingat, suatu hubungan (pernikahan) bukan hanya mengenai satu kepala saja, tapi dua kepala yang disatukan untuk mewujudkan tujuan bersama.”

    Kok terlihat banget kalau si penulis masih belum bisa dewasa dalam menilai.
    Mbak, pernikahan nggak cuma satu kepala dua kepala jadi satu. BUT YOU BRING YOUR WHOLE FAMILY INTO IT.

    Artikelnya terlalu subyektif. Jangan punya pasangan dulu aja mbak Faridotul, lha penilaian kamu terhadap pria aja masih kayak gitu. Kasian pasanganmu nanti.

CLOSE