Jangan Remehkan Usaha dan Kerja Keras, Guys! Pianis Ganteng Asal Korea Selatan Ini Membuktikan Bahwa Usaha dan Kerja Keras Tidak Akan Pernah Menghianati

Pianist muda asal Korea Selatan, Seong-Jin Cho, berhasil meraih 1st prize di ajang XVII Chopin International Piano Competition 2015 yang diadakan di Warsawa, Polandia. Prestasi besar yang diraih Jin Cho seketika menjadi sorotan publik, terutama di blantika musik klasik dunia. Jin Cho tercatat sebagai satu-satunya pianis asal Korea Selatan yang berhasil menduduki peringkat pertama sepanjang sejarah berlangsungnya kompetisi bergengsi ini. Sebelumnya pada tahun 2005, pianis asal Korea Selatan bernama Dong Hyek Lim menduduki peringkat ketiga.

Advertisement

Guys, kalian para pecinta musik klasik dan addict sama cowok-cowok Korea yang cakep tentu sedikit atau bahkan sangat terkagum saat kalian membaca informasi prestasi luar biasa yang diraih oleh pianist kelahiran 1994 ini, apalagi jika kita menyaksikan aksi-aksi panggungnya yang menakjubkan bersama si ‘hitam putih’.

Apa yang kamu pikirkan saat membaca sepenggal info tersebut? Jawabannya adalah Jin Cho seorang yang genius. Katakanlah memang benar ia adalah anak genius. Apakah hanya kegeniusan yang dibutuhkan Jin Cho untuk meraih prestasi kelas dunia? Pernah mikir nggak, seperti apa dan bagaimana sih si ganteng ini melakukan berbagai persiapan sebelum dirinya benar-benar siap menaklukan panggung kompetensi impiannya tersebut?

Istilah “Aturan 10 tahun” sebenarnya sudah ada sejak tahun 1899 yang dilansir dari sebuah makalah yang diterbitkan Psychological Review. Profesor William Chase, seorang ilmuwan kenamaan di bidang psikologi bersama dengan rekannya Herbert Simon telah melakukan berbagai penelitian tentang ahli kelas dunia, di mana mereka selama hampir 10 tahun atau bahkan lebih dari 10 tahun untuk menghasilkan karya-karya besar kelas dunia. Penelitian yang dilakukan Chase dan Simon inilah yang kembali mempopulerkan istilah tersebut. Kemudian Malcolm Gladwell memperkenalkan kembali istilah ini dalam bukunya yang berjudul Outliers. Ia mengungkapkan bahwa para peraih prestasi tinggi berlatih lebih kurang 1000 jam setiap tahun, dan minimal sudah menjalani bidang tersebut sepuluh tahun sebelum menunjukan prestasi yang diakui dunia. Bill Gates telah belajar penulisan perangkat lunak selama 10.000 jam sebelum mendapatkan tawaran untuk menulis sitem operasi computer dari IBM. Gladwell pun mengubah istilah “Aturan 10 tahun” menjadi “Aturan 10.000 jam”.

Advertisement

Terlepas dari perbedaan istilah oleh Chase-Simon dan Gladwell, kita bisa menarik kesimpulan bahwa untuk menghasilkan karya-karya besar kelas dunia, dibutuhkan waktu yang sangat panjang selama berproses. Tentu ada banyak hal yang dilakukan dalam proses panjang tersebut. Nggak hanya kerja keras dalam berlatih dan belajar terstruktur, dukungan dan motivasi juga harus terasup dengan baik dan benar. Dorongan dari orang-orang terdekat, terutama keluarga, diyakini dapat menjadi ‘bahan bakar’ yang sangat ampuh dalam membangkitkan energi positif yang ada dalam diri kita selama berproses. Contohnya saja, si genius Mozart yang mendapatkan didikan langsung dari ayahnya selama bertahun-tahun untuk menjadi komposer musik kelas dunia. Kemudian James Mill yang berhasil mendidik John Stuart Mill menjadi filsuf kelas dunia yang namanya disejajarkan dengan John Locke dan Immanuel Kant, dan masih banyak lagi ahli-ahli kelas dunia di mana kita hanya mengetahui kisah hebat dan suksesnya saja, dibandingkan dengan dengan latar belakangnya yang lebih memukau. Sama halnya dengan mereka, bakat, prestasi, dan latar belakang Jin Cho dalam meraih itu semua dapat di sejajarkan dengan nama-nama besar tersebut. Perjuangannya selama sepuluh tahun untuk menjadi juara kelas dunia tidaklah sia-sia.

Dilansir dari unggahan video dalam youtube channel Chopin Institute, Jin Cho diwawancari tentang kesuksesannya di kompetisi tersebut. Ketika ia berumur enam tahun, orangtua Jin Cho menyarankannya untuk belajar piano. Jin Cho kecil menuruti saran orangtuanya. Saat itu, musik hanyalah sebatas hobi baginya. Hal yang bisa kita tangkap dari penjelasan barusan adalah orangtua Jin Cho memberi saran, itu berarti mendukung anaknya, dan diterima dengan baik oleh Jin Cho. Jadi, dipastikan Jin Cho nggak terpaksa mengikuti kursus piano. Menjadi partisipan di ajang Chopin International Piano Competition ini merupakan impian besarnya sejak kecil. Pada tahun 2005, tepatnya ketika ia berumur 11 tahun, Jin Cho membuat keputusan untuk mengikuti kompetisi ini. Keputusan tersebut tidak ia laksanakan di tahun depan, atau dua tahun kemudian, melainkan 10 tahun kemudian.

Advertisement

Selama proses panjang yang ia jalani, dipastikan Jin Cho menggali potensi dan bakat dirinya dengan latihan terencana dan terstruktur. Dari usaha-usahanya tersebut, tentu harus ada kegiatan umpan balik untuk menguji kematangannya dalam bermain piano. Jin Cho mengikuti beberapa kompetisi dan menorehkan prestasi yang cemerlang. Beberapa kompetisi yang ia ikuti sebelum menuju ke panggung kompetisi impiannya adalah International Fryderyk Chopin Competition for Young Pianist 2008 (1st prize), Hamamatsu International Piano Competition 2009 (1st prize), International Tchaikovsky Competition 2011 (3rd prize), dan Arthur Rubinstein International Piano Master Competition 2014 (3rd prize). Dari serangkaian prestasi tersebut, Jin Cho menunjukan umpan balik yang luar biasa akan kerja kerasnya. Tibalah pada tahun 2015, tepat 10 tahun yang lalu ia mengatakan untuk menjadi partisipan dalam kompetisi ini. Kita bisa menyaksikan semua penampilannya di youtube, dari mulai konser dan kompetisi yang ia ikuti hingga menuju ke kompetisi impiannya. Betapa menakjubkannya sorang pianis dari benua Asia Timur ini memainkan mahakarya Chopin, sang pianis dan komposer tersohor di era romantik. Serangkaian babak di kompetisi berhasil ia taklukan dengan baik. Di akhir kompetisi, Seong-Jin Cho, pianis asal Korea Selatan, dinobatkan sebagai the 1st prize of XVII International Chopin Competition.

Mengagumi seseorang dari kesuksesan dan kehebatannya tentu tidak salah. Tetapi, alangkah baiknya agar kita nggak cuma terpana doang sama hal tersebut yang pada akhirnya membawa kita ke dalam pemikiran-pemikiran yang ‘terlalu sederhana’. Masih ada bahkan masih banyak dari kita yang masih terjebak paradigma-paradigma yang kurang tepat. Percayalah masih ada yang beranggapan bakat dan kegeniusan itu bagaikan sesuatu yang jatuh dari angkasa dan hanya orang-orang tertentu ajah yang dapetin itu. Seterusnya anggapan bahwa bakat itu warisan. Misalnya, jika generasi atas nggak ada satupun yang punya kemampuan di bidang musik, maka generasi bawah juga demikian.

Guys, kalian pernah tahu tentang Polgar Sisters? Mereka adalah grandmaster pecatur wanita kelas dunia, dengan notabene ayah dan ibunya yang bukan ahli di bidang catur! Kok bisa? Itu semua adalah kiat orang tuanya yang ingin anak-anaknya menjadi unggul dan cerdas di bidang khusus, salah satunya catur. Ayahnya yang seorang peneliti dan psikolog percaya bahwa genius dan untuk menjadi unggul kelas dunia tidak sepenuhnya ditentukan dari gen atau warisan turunan, melainkan dari usaha terencana dan terstruktur sedini mungkin. Bersama istrinya, Polgar melakukan 'riset' kepada anak-anaknya. Polgar dan sang istri mendalami tentang ilmu catur dan mengajarkannya kepada anak-anaknya. Proses demi proses dilewati dan Polgar Sisters meraih banyak prestasi dimulai dari usianya yang masih belasan tahun!

Sekalipun seseorang terlahir dengan 'anugerah', katakanlah kecerdasan atau kegeniusan, kerja keras dan motivasi tetaplah kunci utama yang mutlak dalam meraih prestasi. Anugerah hanyalah tinggal anugerah yang bisa hilang tak berjejak jika kita tidak segera sadar untuk menjaganya dengan baik dan benar. Para ilmuwan kelas dunia sudah jauh lebih dulu memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut. Ahli-ahli kelas dunia di bidang apapun yang telah kita ketahui kehebatannya dan sangat melegenda, percayalah mereka telah melewati proses rumit yang begitu panjang, dari waktu ke waktu, sehingga temuan besarnya diakui oleh dunia dan diaplikasikan dalam ilmu-ilmu pengetahuan yang kita pelajari hingga saat ini. Termasuk Seong-Jin Cho, yang telah membuktikan betapa pentingnya kerja keras dan motivasi untuk meraih impian besar dalam hidupnya: menjadi pianist kelas dunia!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

"Apapun passion-mu, tetaplah berjuang untuk menjadi unggul!" @thessasamosir

CLOSE