Pergolakan Batin dalam Mengambil Keputusan untuk Pindah Keyakinan

Pernahkah kalian membayangkan untuk pindah keyakinan? Sedang berencana dan menimbang-nimbang? Atau justru sudah melakukannya? Oke, santai saja. Ini bukan introgasi apalagi provokasi. Mari kita coba untuk merenung, betapa negara ini sungguh bijak, memberikan kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan yang diyakini oleh warga negaranya masing-masing. Tidak perlu sirik melirik negara lain yg mungkin "rumputnya lebih hijau". Kita lahir dan tumbuh di sini, Indonesia, sang Bhinneka Tunggal Ika. Sudah paham artinya bukan? Maka sekali lagi, sudahkah kita berkaca?

Menanggapi soal pindah keyakinan, hal ini bukan lagi menjadi persoalan yang tabu, dilarang atau haram untuk diperbincangkan. Setiap orang berhak untuk menentukan agama yang diyakininya, mengingat hal tersebut adalah hak asasi manusia yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun, bahkan Tuhan pun tidak. Negara menjamin kebebasan ini, namun bukan berarti warganya mendukung. Ya, karena memang sudah sifat manusia yang menjadikan mereka kadang tidak terkontrol. Semuanya kembali ke pribadi masing-masing, apakah kita sudah melakukan hal yang benar? Bukan menurut agama, bukan menurut kepercayaan, bukan menurut budaya, tradisi, nenek moyang, atau aturan kenegaraan, tetapi satu, hati nurani. Tuhan begitu baik mengaruniai kita dengan hati nurani. Mari tilik kembali, apakah kita masih punya hati nurani? Karena untuk membaca artikel ini, kita perlu menggunakan hati nurani, bukan logika, ideologi atau sifat manusia yang begitu rupa.

Diantara banyaknya orang Indonesia yang memegang teguh keyakinan tertentu, beberapa orang memilih untuk mengadu nasib lewat keyakinannya yg "baru". Jika ada diantara kalian yang berpikiran untuk pindah keyakinan, semoga pengalaman ini bisa membantu:

1. Tanyakan pada diri sendiri, apakah kamu yakin pada pilihan tersebut
Satu hal yang paling utama sebelum kamu melakukan sesuatu adalah berpikir. Dalam hal ini, bertanya pada diri sendiri termasuk di dalam proses berpikir. Tujuannya adalah supaya kamu tahu betul apa yang akan kamu lakukan. Coba tanyakan pada dirimu sendiri mengenai alasan kenapa kamu memilih pindah keyakinan. Jika jawabannya adalah karena orang lain, sebaiknya kamu lekas bangun dari mimpimu. Jika jawabannya adalah tidak tahu, sebaiknya kamu tampar wajahmu sebelum orang lain yang melakukannya. Jika ketika menjawab kamu merasa berdosa dan menangis sejadi-jadinya sampai jawabanmu berputar-putar dan tidak masuk akal, sebaiknya kamu berhenti, mungkin kamu lelah. Satu-satunya jawaban yang bisa menjawab pertanyaan besar ini adalah yang keluar dari hati kecilmu. Make sure that the answer come from your deepest heart. Jika hatimu sudah menjawabnya, maka hanya kamu dan Tuhan saja yang bisa mengerti jawaban itu.

2‌. Tanyakan lagi, apakah kamu yakin untuk pindah keyakinan
Untuk kasus ini, bertanya sekali belum cukup. Kamu perlu tahu bahwa hal ini sangat krusial dan sensitif, meski secara hukum memang kita dibebaskan untuk memilih. Tapi ketahuilah, secara tidak langsung keputusan ini akan mengubah hidupmu dan orang-orang di sekitarmu. Nah lho? Otomatis kamu harus pikirkan juga bagaimana kamu harus menjelaskan kepada keluargamu, orang tuamu, yang sedari kecil sudah membimbingmu dengan ajaran agama keluarga. Agama yang sudah diyakini turun-temurun. Belum lagi teman-teman dan lingkunganmu. Apa kata dunia? Nah, poin ini juga penting untuk dipertimbangkan. Karena kita tidak hidup sendiri, kita hidup berdampingan, dan kita hidup untuk orang lain juga. Jadi, jangan pernah egois! Beruntunglah bagi mereka yang punya latar belakang keluarga demokratis. Anggap saja lolos tahap ini.

3. Demi apapun, tanyakan lagi! Sampai kamu benar-benar mantap untuk mengambil keputusan
Jangan sedih, kamu harus melakukan ini untuk ketiga kalinya, bahkan perlu berkali-kali. Bila perlu benturkan kepalamu ke dinding supaya kamu betul-betul sadar dan yakin kalau yang kamu hadapi itu bukan mimpi atau main-main. Bahwa keputusan terbesar dalam hidupmu telah diambil, tidak peduli seberapa besar konsekuensi atau kemungkinan buruk yang akan terjadi. Kamu yang memilih, dan kamu pula lah yang harus bertanggung jawab atas pilihanmu.

4. Sudah mantap? Jalani pilihanmu dengan konsekuen
Jika hatimu sudah mantap untuk memilih, maka yang perlu kamu lakukan adalah menjalani hidupmu. Life must go on. Tentunya harus sejalan dengan ajaran agama yg kamu yakini sekarang. Memang pada awalnya akan terjadi gegar budaya. Tidak jarang kamu akan merasakan perbedaan yang signifikan. Ajaran, tata cara ibadah, lingkungan, dan beberapa hal yang mungkin berbeda persepsi dengan yang kamu dapatkan di keyakinan sebelumnya. Hal ini sangat wajar. Kamu harus kritis dan bijak untuk kembali memilih, mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang tidak. Ya, pada kenyataannya kita akan diseleksi kembali pada proses ini. Kasus yang parah, kamu akan terlibat dalam gejolak batin yang amat sangat hebat akibat benturan demi benturan yang kamu hadapi. Sampai tahap ini, jika kamu tidak bisa berdamai dengan dirimu sendiri, tolong berhentilah. Lebih baik kembali ke kehidupanmu yang sebelumnya dan lupakan soal pindah keyakinan.

‌5. Bersikap dewasa dan komitmen untuk jadi lebih baik
Dalam perjalanannya, kamu akan berhadapan dengan lingkungan meskipun kamu sudah memenangkan dirimu sendiri. Kritik, sindiran dan hujatan akan datang dari arah manapun. Lho, apa kabar mereka yang dapat dukungan dari keluarga? Maaf, kita tidak sedang membahas hal-hal melegakan disini. Jangan lupa bahwa ini adalah hidup matimu, jadi kemungkinan terburuklah yang mestinya dibahas. Ketika harus berhadapan dengan semua orang yang tidak sejalan dengan pilihan kita, bersikap dewasalah. Tanggapi pertanyaan atau bahkan sindiran yg dilayangkan kepadamu dengan netral. Jangan sekali-kali kamu mencari kecacatan agamamu sebelumnya untuk berdalih. Karena pada dasarnya semua agama adalah baik. Kamu harus tunjukkan bahwa pribadimu berubah menjadi lebih baik. Bukan supaya kamu dan "agama baru" mu disanjung, melainkan hal ini harus menjadi komitmen. Berkeyakinan baru sama halnya dengan lahir baru, sudah sepantasnya pribadimu berubah menjadi lebih baik, menanggalkan segala keburukan di kehidupan lama. Jika tidak, apa bedanya dengan sebelumnya? Segala sesuatu yang baru sarat dengan perubahan.

6‌. Jangan lupakan asal usulmu
Dalam kasus tertentu, beberapa orang yang pindah keyakinan rela meninggalkan apapun bahkan keluarganya demi menuju kedamaian batin dan spiritualnya. Meski banyak ditemukan kasus semacam ini, namun hal ini tidak dibenarkan. Kamu harus tetap menghormati siapapun, terutama keluarga. Ingat, memutuskan hubungan bukan jalan keluar, justru memperkeruh keadaan. Kemungkinan terburuk apapun yang terjadi, jangan pernah lupa dari mana kamu berasal. Biarkan saja mereka menghujatmu, tapi jangan sampai hal itu mengeraskan hatimu. Jika keburukan dilawan dengan keburukan, maka akan menjadi petaka. Tapi jika keburukan dilawan dengan kebaikan, maka sesungguhnya kamu telah menang.

7‌. Berserah diri
Bersyukurlah jika kamu telah sampai di tahap ini, tapi bukan berarti persoalanmu selesai. Karena sungguh, tidak ada jalan mulus dalam perjalanan panjang dan beresiko ini. Jika semua tahapan sudah kamu lewati dengan baik, meski hasilnya tidak sesuai harapan, langkah terakhir yang perlu kamu lakukan adalah berserah diri. Mulailah menjalin hubungan intim dengan sang empunya kehidupan, Dia yang kamu percaya dan yakini. Mengadu-lah padaNya karena semua yang terjadi padamu juga atas kehendakNya. Berdoalah karena doa adalah nafas terakhir kita. Jika kamu mendapatkan kenyamanan, hatimu damai dan tenteram tanpa menguatirkan segala sesuatu, percayalah, kamu sudah berjodoh dengan Tuhanmu.

Pada akhirnya, keyakinan adalah soal hati. Kita berhak memilih, mana yang membuat hati kita tersentuh dan mendapatkan kedamaian. Maka bersikap bijaklah dan ikuti kata hati, bukan ego.

Pindah keyakinan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Proses ini sangat sulit dijalani bahkan bagi orang yang bermental baja sekalipun. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita menghargai suatu pilihan, karena salah satu kodrat manusia adalah saling mendukung dan menguatkan. Bukankah kita berprinsip Bhinneka Tunggal Ika? Bukankah kita masih punya hati nurani? Bukankan semua agama mengajarkan kebaikan?
Maka buktikan dan tunjukkan pada semesta.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

salt of the earth, light of the world