Sebuah Cerita tentang Para Pencari Cahaya Kehidupan

Perjalanan mencari cahaya kehidupan memang melelahkan, penuh tantangan dan cobaan bahkan terkadang harus sendirian. Tapi dibalik itu, maka akan kau temukan keberkahan, kedekatan dengan Tuhan dan hikmah akan kehidupan.

Advertisement

Dalam kehidupan, manusia menempuh minimal tiga jalan. Ada jalan penuh kegelapan, yang hanya membawa penderitaan dan juga kesedihan. Ada pula jalan yang redup. Kadang bahagia namun sering juga sengsara. Ada juga yang menempuh jalan yang terang. Jalan yang membawa kebahagiaan dan dipenuhi dengan keberuntungan serta keberkahan.

Laksana perjalanan Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan. Begitupulalah, perjalanan para sufi berdasi masa kini. Tanpa disadari, semua yang ditemui olehnya dianggap laksana Tuhan, namun tiada yang dihasilkan melainkan hanya kekecewaan.

Ketika sakit, sering muncul begitu saja suatu anggapan bahwa rumah sakit, dokter dan obat bahkan uang sebagai Tuhan yang mampu menyembuhkan. Namun setelah dilakukkan, akhirnya malah bergonta-ganti penyakit yang dideritanya tanpa ada suatu kesembuhan. Ada juga yang ketika ingin masuk di sekolah atau perguruan tinggi favorit, menganggap les, bimbel dan lainnya laksana Tuhan yang mampu memasukkannya. Namun sayang, setelah tes dilakukan hasilnya pun hanya kegagalan. Tak sedikit pula, yang ingin mendapat pekerjaan terbaik dan gaji yang tinggi. Menganggap dengan kerja keras, tak peduli siang dan malam hasilnya akan maksimal dan memperoleh kebahagiaan tapi setelah semua dilakukan ternyata malah kerampokan, kebakaran dan penyakit itulah yang didapatkan.

Advertisement

Banyak yang seolah merasa bahagia. Banyak pula yang seolah mendapat keuntungan yang tiada tara. Seolah keajaiaban demi keajaiban selalu datang menghampirinya. Seolah hidup melewati jalan yang terang, karena adanya cahaya sejati yang menemani. Namun setelah dijalani. Setelah dilakoni. Cahaya itu hilang, dan ternyata hanyalah cahaya semu yang sering menipu sehingga yang ada hanyalah kegelapan. Tak tahu apa yang harus dilakukan. Tak tahu apa yang menjadi kesalahan dan penyebab kegagalan. Akhirnya hanya berujung pada penyesalan, kekecewaan, dan kesedihan yang begitu mendalam.

Ingin rasanya menyalahkan segala keadaan. Bahkan, timbul pikiran kenapa Tuhan selalu mengecewakan? Tak pernah memberi kelayakan dan kebaikan seperti yang telah diterima oleh kebanyakan orang. Disinilah ujian kesabaran dan kesyukuran yang diperlukan. Pasrah dan tawakkal menjadi ujungnya. Akhirnya diri pun menyadari dan tertanam dalam hati siapakah sebenarnya Tuhan yang asli, yaitu Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Oleh karenanya mendekat, menangis, bersujud, dan taubat seolah menjadi pelipur lara dalam hati dan tanpa disadari kehidupan mulai ada perbaikan dan kebahagiaan pun mulai dirasakan.

Advertisement

Laksana menjahit baju. Menyulam satu benang demi satu benang, namun pada akhirnya tidak menjadi kain dan baju seperti diharapkan. Apakah kita akan memusuhi, menyalahkan bahkan tidak menghargai apa yang telah dilakukan diri sejak awal tadi? Apapun yang dihasilkan, entah baik atau tidak. Baju itulah hasilnya. Karenanya berhasil atau tidak, itu bukanlah urusan manusia. Tugas manusia hanyalah terus berusaha melakukan dengan sungguh-sungguh. Tuhanlah penentu hasilnya. Disinilah ilmu tawakkal dan keikhlasan diamalkan.

Dalam menempuh perjalanan ini, minimal manusia harus sadar dan mengetahui 3 hal paling mendasar dalam kehidupan. Pertama, mengenai naluri kehidupan. Maksudnya segala hal yang menjadi naluri manusia dan memperbaikinya agar terperciklah setitik cahaya sebagai jalan keluar. Harapan itulah naluri dasar setiap insan yang dilahirkan, agar tenang dan berhasil mengarungi susah senang kehidupan. Kedua, mengenai nurani kehidupan. Maksudnya apa saja yang menjadi keinginan hati, merawatnya, menjaganya agar tidak mudah tertipu daya usaha nafsu dan setan.

Akhirnya, setitik cahaya tadi tidak redup dalam menghadapi berbagai permasalahan kehidupan. Menghidupkan yang sunnah, dan meninggalkan yang haram itulah salah satu jalannya. Ketiga, mengenai cahaya kehidupan itu sendiri. Bukan lagi cahaya semu, tetapi cahaya hakiki. Menjaga ketulusan dan keikhlasan dalam hati pada yang dilangit serta tak lupa selalu menyebarkan cinta kasih pada segala apa yang ada di bumi, itu menjadi kunci yang melengkapi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Writer, Teacher, and Entrepreneur

CLOSE