Sebuah Surat untuk Seorang Bedebah

Kembali ke Desember 2011, tepat di hari ke dua puluh sembilan. Tidak ada hujan, hanya berawan. Aku tidak bisa menyaksikan dan hanya mampu merasakan. Kemudian sebuah sentuhan tangan yang sedikit kasar menyentuh permukaan kulit wajahku. Aku terlena, menatap kedua bola mata yang sejak kemarin masih sendu. Ada guratan hitam dibawah matanya. pandangan kami pun beradu.

Advertisement

"Apakah kamu menangis? "

Dia tidak menjawab. Bisu. Seperti yang aku tahu bahwa dia tidaklah mudah mengurai air mata. Wajah yang sejuk, senyum yang tulus dan tawa yang menghangatkan. Begitulah setidaknya. Hati bak benteng baja itu seketika runtuh di hadapanku. Tangannya kembali menyentuh wajahku, membuatku sedikit berdesir dan kembali ingin menatap ke arah kedua matanya. Tapi yang kudapati hanyalah tatapan kosong penuh amarah dan kebencian. Lalu, aku sedikit takut, ketika dia mulai menggoreskan kuku-kukunya, membuat bekas memanjang yang cukup perih. Tak sanggup melihat ke arahnya, kupejamkan mata dan mencoba meresappi. Kuku-kuku tadi tetap menggores wajahku, kali ini lebih kasar dan memuat tanda yang jelas dengan sedikit noda darah

"Apa yang terjadi? Kenapa kamu seperti ini?" sekali lagi, dia tak menggubris. Dan kali ini kedua tangannya menangkup wajahku, seperti jarum-jarum yang sengaja ditancapkan, pedih dan meninggalkan bekas luka dimana-mana. Darah yang mulanya hanya setetes kini sudah cukup membaluri wajahku

Advertisement

Lalu disinilah aku yang tak bertuan. Menghadap dinding yang mungkin satu satunya menjadi saksi bisu. Tanpa dia, tanpa siapapun. Karena setelahya aku hanya ditinggalkan, tergeletak di sebuah ruang gelap berbaur perkakas. Kuraba wajahku, ternyata bekas luka itu sudah mulai mengering meskipun masih perih dan tentu saja akan meninggalkan bekas. Aku melihat cermin usang dihadapanku, dan saat itulah aku menyadari bahwa diriku hanyalah sebuah surat bedebah! Yang teronggok sia-sia! Yang bahkan tak akan pernah dan tak akan mungkin terbaca siapapun. Meskipun, bahwa sebenarnya dia ingin aku. Tersampaikan pada seseorang lain disana (entah dimana) yang mestinya memilikiku.

Surat bedebah, teruntuk: seseorang di 5 tahun silam.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penggemar saus sambal

CLOSE