Dua Nyawa Melayang di Semeru Dalam Dua Bulan. Bukti Bahwa Kita Harus Berhenti Meremehkan Alam

Kabar duka kembali datang dari gunung Semeru. Setelah pada September lalu kabar duka meninggalnya seorang pendaki bernama Zimam membuat gunung Semeru berkabung, kini kabar duka kembali terdengar dari sana. Pendaki asal Jakarta bernama Chandra menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalan menuju puncak para Dewa.

Kabar duka tersebut seharusnya kabar duka tersebut bisa membuka mata kita. Bahwa alam, betapapun indahnya ia, tetap menyimpan bahaya yang bisa mengundang maut kapan saja. Dua nyawa melayang di Semeru dalam rentan waktu dua bulan ini, semoga kehilangan tersebut tak terulang lagi.

Maut memang bisa menjemput kapan saja ia mau. Dari kabar duka ini, baiknya kita belajar untuk lebih berhati-hati

Maut memang bisa datang kapan saja...

Maut memang bisa datang kapan saja… via ruangpublic.wordpress.com

Setiap yang hidup pasti akan menemui mati. Setiap yang bernafas pasti nafasnya akan putus suatu hari nanti. Maut bisa menjemputmu kapan saja. Tak peduli waktu, tempat dan dengan cara bagaimana. Kabar duka dari Semeru yang datang dua kali dalam kurun waktu dua bulan ini harus bisa jadi pelajaran agar kita lebih berhati-hati saat melakukan pendakian.

Kita harus lebih memikirkan segalanya sebelum melakukan pendakian. Apalagi mendaki Semeru yang dijuluki ‘puncak para dewa’. Jangan asal dalam pendakian.

“Hanya demi sebuah prestis, jangan sampai nyawamu yang jadi taruhan.”

Adalah sebuah kebanggaan untuk bisa menggapai puncak Semeru. Namun, bukan berarti harus menggebu dan memaksakan diri

Kalau lelah ya istirahat~

Kalau lelah ya istirahat~ via www.ikhsancahyadi.com

Jujur saja, setiap pendaki pasti memiliki keinginan untuk menaklukkan puncak Semeru. Titik puncak yang berada di ketinggian 3.676 mdpl ini menjadi primadona yang melambaikan tangannya kepada semua pendaki. Suatu kebanggaan tersendiri jika kamu bisa menginjakkan kakimu di puncak para Dewa.

Namun, jangan karena itu lantas nafsu menggebumu untuk mencapai puncak mengalahkan pikiran rasionalmu. Mendaki gunung itu menguras tenaga dan pikiran. Wajar jika kamu mudah lelah, terutama bagi kamu yang belum terbiasa dengan pendakian.

Kalau sudah lelah, ya harusnya kamu meluangkan waktu untuk istirahat. Jangan coba-coba memaksakan diri hanya karena ingin cepat sampai puncak. Pahami kemampuan tubuhmu sendiri kalau tak mau nyawamu jadi taruhannya.

Cuaca di Semeru kerap berganti tak peduli siapa yang mendaki. Jangan pernah meremehkan dengan mendaki beralat apa adanya

Prepare sebaik-baiknya~

Prepare sebaik-baiknya~ via www.jalanpendaki.com

“Alam memang tak bisa diprediksi, namun bukan berarti tak bisa diantisipasi.”

Gunung memiliki aturan yang berbeda dengan daerah lainnya. Cuaca di sana tak bisa diprediksi dengan akurat. Apalagi jika kita membicarakan Semeru. Gunung kebanggaan pulau Jawa ini memang tak bisa diterka cuacanya.

Untuk itu bawalah peralatan yang lengkap dengan persiapan yang baik pula. Printilan kecil semacam survival kits, senter, hingga jas hujan dan snack pun jangan sampai diremehkan. Meski tak bisa menerka cuacanya, namun wajib hukumnya untuk mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin.

Urusan kesehatanmu harusnya kamu yang tahu. Sayang, banyak yang meremehkan faktor yang satu ini, memalsu surat keterangan sehat demi prestis mendaki

Jangan memaksa kalau sakit...

Jangan memaksa kalau sakit… via abuyazidraisal.blogspot.com

“Manusia sering meremehkan alam. Merasa kuat, kita menantang alam tanpa mau terlebih dahulu mengenal batasan diri”

Iya, nyataya kita memang makhluk yang sok kuat. Merasa jadi penguasa bumi, kita sering terlalu percaya diri dengan kemampuan sendiri. Padahal, mendaki gunung bukan hal yang bisa dilakukan sembarangan. Butuh fisik yang prima serta kesiapan mental yang kuat agar kamu bisa menaklukkan puncaknya.

Terlebih jika kita bicara Semeru. Demi prestis dianggap pendaki yang keren, banyak yang meremehkan alam dan bermodal nekat berangkat menuju puncak Semeru. Fisik yang belum siap dipaksakan. Bahkan banyak yang sampai memalsu surat keterangan sehat. Kalau sudah begitu, jangan salahkan alam jika kamu terluka dalam pendakianmu.

Patuhi segala rambu yang ada. Segala larangan itu ada untuk menjaga keselamatan nyawamu juga

Taati peraturannya~

Taati peraturannya~ via %20www.jijihans.com

Iya, memang rasa ingin tahu yang tinggi adalah salah satu tanda kecerdasan pikiran seseorang. Namun melanggar rambu dan larangan yang terpasang di gunung bukanlah salah satunya. Berdalih penasaran hingga mungkin akan lebih cepat sampai ke sana, kamu meremehkan rambu dan menerobos larangan.

Bukannya malah dianggap keren dan pemberani, justru tindakan itu malah dicap bodoh dan konyol. Banyak kasus pendaki tersesat karena tak mengindahkan aturan dan larangan yang ada. Ingin dibilang pemberani dan membuktikan diri, yang ada kamu malah bakal ditertawakan oleh pendaki lain!

Fisik yang terluka hingga nyawa yang melayang memang merupakan taruhan yang wajar tiap melakukan pendakian. Tak peduli pendaki senior maupun pemula, di hadapan alam, kita semua setara. Namun bukan berarti kita kemudian berpasrah saja. Persiapan fisik, mental serta perlengkapan itu wajib sebelum mendaki. Pun jika maut datang, paling tidak kita sudah berusaha sekuat tenaga menghalaunya. Semoga duka Semeru ini tak lagi terulang di masa depan, ya. Selamat beristirahat dengan tenang di surga, Zimam dan Chandra.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat jatuh cinta, penyuka anime dan fans Liverpool asal Jombang yang terkadang menulis karena hobi.