Kisah Mengharukan Dua Pendaki yang Tersesat di Gunung Semeru. Semoga Bisa Jadi Pelajaran Kita Semua

[tonjoo_spb]Tiada istilah yang menyebut bahwa hakikat mendaki gunung adalah puncak. Esensi dari mendaki gunung sendiri ialah bisa pulang ke rumah. Ingat,

Tujuan naik gunung adalah turun gunung. – Anonim

Hal inilah yang seharusnya digodok mateng-mateng oleh pendaki asal Cirebon yang beberapa waktu lalu sempat hilang dan tersesat di Gunung Semeru. Mereka memaksakan diri mereka untuk menggapai puncak. Tapi, masalah ini sudah berakhir, dengan ditemukannya dua penyintas bernama Supriyadi (26) dan Zirli (16) ini oleh Tim SAR gabungan pada Selasa (24/5). Tapi, dalam ‘petualangan’ mereka itu, ada sebuah kisah haru yang semoga bisa menjadi inspirasi buat kita semua. Seperti apakah kisah mereka dalam bertahan hidup tanpa makan dan minum di gunung? Dari Hipwee Travel, inilah kisah haru dua pendaki asal Cirebon yang minggu lalu tersesat di Gunung Semeru!

Kisah bermula ketika rombongan mereka mulai terpecah karena sakit dan kelelahan. Sementara Supriyadi dan Zirli merasa mampu menggapai puncak

Zirli dan Supriyadi.

Zirli dan Supriyadi. via www.klikapa.com

Sebuah rombongan pendaki asal Cirebon yang berjumlah enam orang yang masih berstatus sebagi saudara ini memulai pendakian sejak Selasa (17/5). Mereka berangkat dari Ranupani menuju Ranu Kumbolo untuk kemping sehari. Lalu keesokannya, Rabu (18/5) mereka melanjutkan perjalanan ke Kalimati, destinasi terakhir yang diimbau oleh pengelola TNBTS pada para pendaki. Tanpa mengindahkan imbauan ini, mereka berniat melanjutkan pendakian hingga puncak Semeru. Mereka sempat istirahat sehari di Kalimati.

Baru pada Kamis (19/5), rombongan ini hendak menjajaki puncak Mahameru. Sayangnya, dua anggota mereka sakit ketika baru sampai di batas vegetasi, dan akhirnya turun ke Kalimati. Sesampainya di Watugede, dua pendaki lainnya juga sakit, dan mendirikan dome di sana. Dua pendaki yang tersisa dengan cukup banyak energi inilah, Supriyadi dan Zirli. And the journey has begun.

Perjalanan mereka mulus sampai di puncak, namun nahas ketika turun. Kabut menutupi trek pulang ke Watugede

Puncak Mahameru.

Puncak Mahameru. via wiranurmansyah.com

Dan, perjalanan mereka baru dimulai. Mereka berhasil mencapai puncak Mahameru hari itu juga. Namun nahas, mereka salah melewati trek yang bukan jalur dilaluinya dari Watugede. Trek tersebut tertutup kabut! Hingga akhirnya, trek tersebut membawa mereka ke wilayah Blank 75 dengan memakan waktu sehari penuh tanpa peralatan yang memadai. Dan lagi, petualangan mereka baru dimulai!

Sempat terperosok dan jatuh berulang kali hingga terluka, mereka tak sedikit pun ingin menyerah pada keadaan

Jalan ke Kalimati.

Jalan ke Kalimati. via wiranurmansyah.com

Dalam petualangannya mencari jalan pulang, kedua pendaki yang baru pertama kali ke Mahameru ini mencoba untuk bertahan hidup dengan kemampuannya sendiri, tanpa peralatan dan logistik yang memadai.

Wilayah Blank 75 merupakan kawasan jurang curam dengan kedalaman sekitar 75 meter. Untuk menuruninya, tubuh Zirli yang sudah kelelahan diikat dengan menggunakan potongan bambu dan rotan, agar tak terjatuh. Namun, sebelum sampai dasar, mereka berdua terpeleset dan akhirnya jatuh juga. Mereka tersuruk di kawasan Blank 75 dan Antrukan atau Patok B. Zirli hanya mengalami luka ringan, sementara Supriyadi mengalami retak tulang kaki. Tapi, sumber mata air adalah tujuan. Mereka melanjutkan perjalanan.

Supriyadi beberapa kali membuat tumpukan batu untuk mencari pertolongan. Tapi sayang, embun terlalu pekat di bukit

Ilustrasi SOS sign.

Ilustrasi tanda pertolongan. via kameradroid.com

Dalam ‘petualangannya’, Supriyadi sempat menumpuk beberapa batu sebagai tanda keberadaannya, tapi sayang, embun begitu tebal menutupi pandang. Selain itu, mereka juga meninggalkan jejak berupa beberapa bungkus makanan, bekas perapian yang diduga sebagai penghangat badan mereka berdua, dan juga bekas tempat tidur berupa dedaunan.

Dua penyintas ini bertahan hidup tanpa logistik dan peralatan apapun. Kekuatan terletak pada kepercayaan atas kemauan untuk melanjutkan kehidupan

Perapian.

Perapian. via uscrow.org

Akhirnya mereka menemukan sumber mata air. Air terjun Gunung Boto menjadi persinggahan mereka. Sebab perbekalan air minum telah habis. Mereka bertahan hidup hanya dengan minum air di air terjun Gunung Boto, makan rebung pohon pisang, dan juga pakis yang ada di sekitar mereka, sembari menunggu pertolongan datang. Dan di sinilah tim SAR gabungan menemukan mereka dalam keadaan lemas dengan sisa tenaganya.

Untungnya, Tim SAR dengan bantuan google maps dan sms terakhir Supriyadi kepada keluarganya, berhasil menemukan dua penyintas asal Cirebon ini

Ilustrasi evakuasi oleh tim SAR.

Ilustrasi evakuasi oleh tim SAR. via www.surabaya.basarnas.go.id

Sebenarnya, sekitar pukul 21:00 WIB, pada Senin (23/5), tim SAR gabungan sudah menemukan keberadaan dua penyintas asal Cirebon ini, karena upaya Supriyadi dalam naik-turun bukit beberapa kali sambil berteriak meminta bantuan. Namun, cuaca dan medan yang terjal, membuat tim SAR kuwalahan menjemput mereka. Akhirnya, Selasa pagi (24/5), tim SAR gabungan melanjutkan pencariannya.

Sebuah kisah mengharukan oleh dua penyintas asal Cirebon dalam petualangannya di Gunung Semeru. Meski secara garis besar mereka menyalahi imbauan pihak pengelola TNBTS untuk tidak menggapai puncak, semoga pengalaman ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Sudahlah, jangan saling membully. Perjuangan mereka dalam bertahan hidup, perlu kita acungi jempol kok.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Senois.