Meski Pegal dan Kelelahan Itu Pasti, Inilah 10 Alasan yang Membuatmu Selalu Rindu Mendaki

Banyak orang bertanya, “Apa sih enaknya mendaki gunung? “Kan capek, harus jalan jauh….”

Advertisement

Kegiatan yang satu ini memang penuh seni dan hanya bisa dipahami oleh mereka yang sudah pernah mendaki. Bayangkan, kamu mesti bersusah payah membawa keril yang berat serta berjalan jauh melewati medan yang seringkali membahayakan. Tak jarang pula kita dengar kisah pendaki yang tewas di jalur pendakian.

Meski berat dan melelahkan, anehnya para pendaki tak pernah kehilangan semangat untuk terus berjalan. Gunung yang tinggi tetap dihadapi, jalan yang berliku terus saja dicumbui. Sekali pernah naik gunung, kamu tak akan pernah bisa berhenti. Ada rasa yang tak bisa diungkapkan lewat kata-kata sekalinya kita berhasil menggapai puncaknya.

Meski tak banyak bisa dimengerti, inilah alasan yang membuat kami, para pendaki selalu mengangkat keril demi mendaki kembali…

Advertisement

1. Mendaki gunung adalah perjalanan hati; perjalanan untuk menaklukkan dirimu sendiri.

Mendaki gunung

Mendaki gunung. via autumn-ind.blogspot.com

Jika banyak pendaki yang berkata bahwa sebuah pendakian adalah perjalanan menaklukkan diri sendiri, sepertinya ungkapan itu memang benar adanya. Naik gunung dan mendaki sampai ke puncaknya adalah petualangan mendobrak zona nyaman. Dibandingkan dengan suasana rumah, gunung memang gak nyaman: udara yang dinginnya kadang menusuk tulang, sering gak ada air, makan juga ala kadarnya.

Mendaki gunung gak bisa asal jalan; butuh kondisi fisik yang baik, persiapan matang, serta niat dan mental yang tegar. Kalau semua itu gak terpenuhi, kemungkinan besar kamu akan gagal di tengah jalan. Hanya dengan mengalahkan egomu sendiri, barulah kamu layak menggapai puncak.

2. Saat tak ada yang bisa diandalkan, kamu akan belajar memaksimalkan seluruh kemampuan.

Advertisement
asd

Menjadi manusia seutuhnya. via www.travelnote.me

Naik gunung berarti berhadapan dengan alam bebas dan meninggalkan peradaban jauh di belakangmu. Gak ada kerjaan kuliah atau kantor yang kamu bawa, pun juga dirimu bisa rehat sejenak dari jeratan sosial media. Bersyukurlah di atas gunung gak ada listrik dan wifi gratis, sehingga kamu bisa merasakan pengalaman menjadi manusia seutuhnya.

Jadi manusia seutuhnya itu berarti seluruh inderamu bekerja penuh. Kamu jadi bisa menikmati segala hal yang ada di depanmu, merekam semuanya dalam benakmu tanpa hasrat untuk berpaling ke dunia maya. Kamu juga berjuang dengan tenagamu sendiri, menggunakan tangan dan kakimu untuk mencapai titik yang lebih tinggi.

3. Kegiatan ini memang melelahkan. Tapi dari sebuah pendakian kamu akan lebih menghargai hal-hal sederhana yang sering terlupakan.

Mensyukuri hal-hal kecil

Mensyukuri hal-hal kecil via resitaekaartanty.blogspot.com

Ya, naik gunung bisa membuatmu mensyukuri banyak hal remeh yang biasanya luput dari perhatian kita—hal-hal remeh yang kadang menentukan hidup mati kita di atas gunung. Air, misalnya. Ketika persediaan air sudah menipis, ketemu sumber air di atas gunung tuh rasanya udah kayak ketemu jodoh.

Kita juga jadi mensyukuri makanan yang kita masak meski ternyata gak terlalu matang. Secangkir kopi hangat juga terasa semakin nikmat. Bahkan, mensyukuri cuaca yang cerah ketika mendaki di musim hujan pun acap kita lakukan. Semua hal itu pasti luput kita syukuri jika kita berada di tempat yang nyaman.

4. “Semangat, sebentar lagi sampai. Cuma 2 tanjakan lagi, kok!” Solidaritas antara sesama pendaki juga bisa jadi alasan kenapa kamu ketagihan melakukan pendakian.

Saling berbagi dan menyemangati

Saling berbagi dan menyemangati via cmeythasari.wordpress.com

Seorang pendaki gak akan segan membagi perbekalannya bagi mereka yang membutuhkan, sekalipun yang ia miliki juga terbatas. Ia juga gak ragu untuk berteriak menyemangati pendaki lain agar mereka gak menyerah dan bisa merasakan nikmatnya menjejak puncak sama-sama.

Tiap pendaki adalah saudara seperjuangan, tak peduli mereka saling mengenal atau tidak. Mereka paham, bahwa apa yang mereka bagi kepada sesama pendaki bisa menimbulkan semangat bahkan menyelamatkan jiwa. Gunung memang punya kharisma yang magis untuk menyatukan orang-orang yang sama-sama menjamahinya.

5. Kenapa kamu selalu kembali? Karena gunung yang sama pun bisa menawarkan sisi baru dalam setiap pendakian yang dilakoni.

ddd

Gunung yang sama belum tentu memberikan pengalaman yang sama pula. via bangdol.wordpress.com

Mungkin kamu merasa heran jika temanmu yang seorang pendaki mendaki gunung yang sama berulang kali. Well, yang didaki mungkin memang gunung yang sama. Tapi, selalu ada pengalaman yang berbeda setiap kali kita menjamahi puncaknya. Variabelnya pun beragam, bisa berupa jalur pendakian yang berbeda, kondisi cuaca, maupun interaksi kita dengan manusia-manusianya. Pengalaman unik inilah yang membuat gunung terus didaki.

6. Di depan alam yang megah kamu otomatis merasa lemah. Dari mendaki kamu belajar bagaimana ilmu pasrah dan berserah.

Manusia terlihat kecil di hadapan alam.

Manusia terlihat kecil di hadapan alam. via dhaverst.wordpress.com

Tanpa disadari, manusia seringkali jumawa. Kita merasa bahwa diri kita adalah makhluk yang paling tinggi dan mulia sehingga merasa bisa berkuasa atas alam dan isinya. Nah, gunung adalah secuil surga istimewa yang gak cuma menyajikan panorama luar biasa, tetapi juga mengingatkan kita bahwa kita tak lebih dari setitik debu di hadapan semesta ciptaan-Nya.

7. Dengan melihat dari perspektif yang lebih tinggi, kamu sadar bahwa dunia masih punya tempat luar biasa untuk dijelajahi.

ADa banyak tempat indah untuk dijelajahi.

ADa banyak tempat indah untuk dijelajahi. via twitter.com

Pemandangan dari puncak gunung sanggup menyihir siapa saja yang melihatnya. Langit dan bumi bertemu di batas cakrawala, menyajikan panorama yang membuat kita semua terkesima. Titik tertinggi yang kita pijak memberikan sudut pandang tak biasa, membuat kita mengerti bahwa masih ada tempat luar biasa lainnya yang layak untuk kita jamahi. Itulah mengapa pendaki tak pernah berhenti menyambangi puncak-puncak tertinggi.

8. Dari pendakian kamu belajar jadi orang yang cermat. Sebab berhasilnya sebuah pendakian adalah saat kamu bisa pulang dengan selamat.

Pulang degnan selamat

Pulang degnan selamat via pendakijogja.wordpress.com

Mendaki gunung memang membutuhkan kekuatan fisik dan nyali. Memanggul keril sambil berjaran berkilo-kilo meter, menempuh medan yang tak jarang curam dan berbahaya. Belum lagi ditambah kondisi cuaca yang kadang tak bisa diprediksi, membuat pendakian dianggap sebagai kegiatan orang-orang sinting yang nekat.

Namun, mereka yang fisik dan nyalinya sudah ditempa berbagai jalur pendakian mengerti bahwa naik gunung bukan soal kenekatan untuk menaklukkan alam, melainkan bagaimana kembali pulang dengan selamat.

9. Pendakian membuka matamu soal arti usaha. Sekecil apapun langkahnya, semesta akan menghargai setiap upaya.

Setiap langkah kecil bermakna.

Setiap langkah kecil bermakna. via www.wiranurmansyah.com

Kemegahan gunung-gunung yang menjulang sudah tampak dari kejauhan. Sebagai manusia, tak jarang nyalimu menciut dibuatnya: ‘Bisakah saya mencapai puncaknya?’ Puncak gunung akan selalu menjadi puncak yang tak tergapai jika kamu enggan untuk mulai melangkahkan kaki. Kamu sadar, bahwa setiap langkah kecil punya peran untuk mengantarkanmu menuju puncaknya. Setiap hal besar bisa kamu mulai dari sesuatu yang kecil.

10. Sepulang mendaki kamu tak akan lagi jadi orang yang sama. Kegigihan berjuang, kerendahan hati, dan kehangatan pribadi akan selalu terbawa.

Pencapaian

Pencapaian yang dibayar dengan perjuangan via instagram.com

Sebagai manusia, kita pasti membutuhkan pencapaian untuk membuat hidupnya bermakna. Naik gunung bukanlah sekadar jalan-jalan biasa. Perasaan luar biasa yang gak bisa diungkapkan dengan kata-kata tumpah begitu saja saat kamu berhasil mencapai puncaknya. Ini bukanlah pencapaian yang bisa kamu dapatkan di tempat lain, melainkan sesuatu yang dibayar dengan langkah kaki, peluh, serta semangat yang selalu berkobar.

Alasan-alasan di ataslah yang membuat para pendaki terus melangkahkan kaki menjamahi puncak-puncak di atas awan. Jadi, apakah kamu siap memelihara perasaan yang sama?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pengagum senja dan penggubah lamunan menjadi kata. Doyan makan pisang goreng di sela-sela waktunya.

CLOSE