Studio Batu Segera Pentaskan “Si Ekor Merah” dengan Pendekatan Lelang. Unik Banget!

Pementasan Si Ekor Merah

Bertempat di pusat kebudayaan Prancis IFI-LIP di Jalan Sagan, Yogyakarta – Studio Batu mementaskan karya “Si Ekor Merah” pada hari Jumat, tanggal 25 Oktober 2019 yang dibagi ke dalam dua waktu pementasan. Setelah meraih Hibah Karya Inovatif dari Yayasan Kelola, Studio Batu berhasil merampungkan karya yang naskahnya telah dimulai oleh sutradara pementasan ini, Wulang Sunu, sejak 2017.

Pementasan Visual Studio Batu, banyak menabrakkan unsur tradisional lewat teater bayangan (shadow puppet) dengan media modern seperti proyeksi layar televisi, video mapping dan permainan cahaya. Studio batu mulai berkarya sejak tahun 2013 dan lebih dikenal lewat karya film pendeknya. Di tahun 2018, Studio Batu menggarap pementasan visual berjudul “While You’re Away”, karya pertama ini telah berhasil dipentaskan dua kali di Yogyakarta, yaitu di Pesta Boneka, festival teater boneka dua tahunan dan juga di IFI-LIP. Karya pertama Studio Batu ini juga dipentaskan di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta dan di Uma Seminyak, Bali.

Dalam pementasan karya “Si Ekor Merah”, harimau seringkali dimunculkan sebagai sebuah simbol kekuasaan yang kerap kali digunakan oleh manusia. Terinspirasi dari dua kejadian dalam sejarah Indonesia yang berada dalam rentang waktu yang cukup panjang, Studio Batu mengangkat hubungan manusia dan hewan dalam Rampogan Sima, sebuah upacara pertarungan antara banteng dan macan Jawa yang dimulai di abad ke-17 dan juga kisah tentang kuburan preman korban Petrus (penembak misterius) yang terjadi sekitar tahun 1982-1985. Kedua cerita tersebut memantulkan praktik-praktik meliyankan manusia, golongan, agama dan ras lain yang mengakibatkan kekerasan.

“Si Ekor Merah” menggunakan pendekatan partisipatoris dan juga meminjam latar belakang pasar lelang sebagai refleksi dari hubungan manusia dengan hewan. Aktor Rendra Bagus Pamungkas, memerankan Ye’e Sugiharto, si kepala lelang yang membawakan prosesi lelang koleksinya sendiri. Peran penonton di dalam pentas ini selain sebagai peserta pasar lelang, mereka juga diberikan mata tukar berupa bidcoin. Untuk membangun setting pasar lelang ini, Studio Batu menggunakan proyeksi animasi untuk menghadirkan ketegangan dan secara konsisten, menampilkan unsur multimedia dan teater bayangan.

Penonton akan dibawa melintasi lini masa sejarah dimana harimau berubah wajah dari masa ke masa, dari simbol kekuasaan sampai symbol malapetaka, ia dipuja dan dihujam sebagai barang lelang, hingga akhirnya menjadi artefak didalam lemari kaca.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini