5 Potret Nyata Bagaimana Budaya Self Service Nggak Bisa Jalan di Indonesia. Katanya Sih Nggak Cocok

Masih ingat soal viralnya wisatawan Indonesia yang tidak membereskan meja makannya sehabis makan di Tokyo? Sedangkan budaya di sana terbiasa membereskan meja sendiri sehabis makan dimanapun dan menaruh piring kotor di troli untuk dibersihkan. Peristiwa seperti ini tampaknya terjadi lebih dari sekali. Walaupun terlihat sepele, tapi hal ini jelas membuat kita berpikir, apakah orang-orang di negeri ini tuh lebih malas daripada negara lain?

Advertisement

Meskipun kita nggak bisa menyamaratakan bahwa semua orang Indonesia itu malas maupun selalu minta diladeni, tapi nyatanya emang banyak budaya self service yang tidak pernah sukses dilakukan di sini. Alasannya pun bermacam-macam. Dari alasan sosial seperti supaya semua orang punya mata pencaharian (jadi biar tetap ada jasa cleaning service), sampai ya cuma sekadar tidak cocok aja sama budaya Indonesia. Tapi apakah ini berarti orang-orang Indonesia itu lebih suka ‘diladeni’ dan mengharapkan full service di mana-mana? Simak sendiri deh ulasan Hipwee News & Feature ini!

Segala bentuk self service di restoran kayaknya nggak populer deh di Indonesia. Walaupun udah jelas-jelas ada tempat khusus untuk taruh piring kotor, tetap aja banyak yang tidak tertib

Meski jelas-jelas self service, masih banyak cleaning service yang ditugaskan untuk berjaga-jaga  via salwadachte.files.wordpress.com

Jika mengikuti kontroversi wisatawan Indonesia yang dikritik karena meninggalkan piring-piring kotor di atas, kamu pastinya tahu banyak orang yang membela perilaku itu dengan sanggahan, ah itu culture shock aja. Kebanyakan restoran Indonesia emang biasanya full service, diladeni dari awal sampai akhir. Restoran-restoran internasional yang protokol aslinya self service-pun, akhirnya banyak yang mempekerjakan tenaga cleaning service di Indonesia.

Segala bentuk self service seperti bel untuk mengambil makanan sendiri ala Korea Selatan atau sistem membersihkan piring kotor sendiri, bahkan pada awalnya mungkin disambut dengan antusias oleh orang Indonesia. Semua orang ingin mencoba mengambil atau membersihkan makanan sendiri. Tapi biasanya itu nggak bertahan lama. Lama-lama ya banyak orang yang tidak disiplin, sampai akhirnya pengelola memutuskan untuk menyewa tenaga cleaning service. Atau dari awal sudah menyesuaikan diri karena budaya Indonesia memang terkenal tidak cocok dengan segala sesuatu yang berbau self service. 

Advertisement

Orang-orang di Indonesia banyak yang menyewa jasa ART untuk pekerjaan rumahnya, nyatanya di negara maju justru jarang banget

Selena Gomez-pun terbiasa buang sampah sendiri via tempo.co

Bukan rahasia lagi, orang-orang Indonesia banyak yang suka kelabakan kalau nggak ada ART atau Asisten Rumah Tangga. Sehingga jasa ART masih banyak dibutuhkan dimana-mana. Sedangkan di negara seperti Jepang, Korea, dan Amerika Serikat, memiliki asisten rumah tangga adalah hal yang tidak biasa. Selain karena alasan privasi, mereka cenderung sanggup mengerjakan pekerjaan rumah sendiri sehingga tidak melibatkan orang lain.

Selain itu, jasa ART di Indonesia juga sering disewa untuk membantu mengasuh anak. Kalau masalah ini cukup kompleks sih. Salah satunya mungkin juga karena kurang memadai dan terjangkaunya sistem child care atau penitipan anak di Indonesia. Alhasil, justru seringkali lebih murah menyewa ART atau baby sitter dibandingkan menitipkan anak. Kalau di negara-negara maju, bahkan ada kantor yang menyediakan child care secara gratis untuk karyawannya.

Masih ingat polemik parkiran meter di Jakarta beberapa waktu lalu?! Pak Sandiaga Uno bilang sistem parkir otomatis itu nggak cocok sama budaya Indonesia

Takutnya interaksi kita dengan tukang parkir bakal berkurang via www.walkerslegacy.com

Beberpa bulan yang lalu sempat ramai rencana penggantian sistem parkir di ibukota dengan sistem parkir meter. Dengan kata lain, parkir meter ini bakal meniadakan juru parkir yang biasanya membantu pengendara untuk memarkir dan mengeluarkan kendaraannya. Dilansir dari Kompas , Wakil Gubernur DKI Jakarta Terpilih Sandiaga Uno menilai sistem parkir meter ini sulit diterapkan karena tidak sesuai dengan budaya orang-orang Indonesia. Orang Indonesia pada umumnya memarkir kendaraan dengan dibantu jukir dan membayarkan uang parkir langsung pada jukir.

Advertisement

Kalau isi bensin di Indonesia dilayani dan diisikan langsung sama petugas pom bensin. Di banyak negara lain, mau selebriti atau miliuner, ya harus isi bensin sendiri

Bawa mobil sport paling mewah atau kayanya se-Kim Kardashian sekalipun, isi bensin sendiri via kisalim.files.wordpress.com

Mengisi bensin sendiri. Ini mungkin salah satu hal yang bikin orang luar yang berkunjung ke Indonesia, juga kaget. Masalahnya, di kebanyakan negara lain, mengisi bensin di pom bensin itu biasanya kegiatan mandiri alias semua-semua harus sendiri. Sistem pembayarannya mungkin emang beda-beda, dari yang bayar tunai ke penunggu pom bensin atau bayar pakai kartu tapi semuanya harus memegang selang dan mengisi bensin sendiri.

Program isi bensin sendiri kayaknya dulu pernah sih diujicobakan beberapa kali di beberapa kota di Indonesia, tapi nggak jelas juga deh hasilnya gimana…

Satu lagi soal budaya merakit furnitur. Indonesia suka beli terima jadi sih, konsep supermarket kaya IKEA masih sulit diterima

Di Indonesia lebih populer furnitur yang tinggal kirim aja via kabarhandayani.com

Dibukanya toko furnitur ternama asal Swedia IKEA di Indonesia beberapa tahun lalu, juga sempat bikin pengunjung lokal rada shock. Selain harus merakit sendiri di rumah, pengunjung juga harus ambil barang-barang yang dibelinya sendiri di gudang. Ya responnya beragam sih, ada yang excited dan merasa tertantang tapi banyak juga yang jadi malas sampai akhirnya nggak jadi beli. Yang pasti sih orang Indonesia emang sepertinya lebih terbiasa dengan furnitur siap pakai atau toko yang punya jasa tukang untuk merakit.

Biar jadi bahan pemikiran aja sih, apakah budaya-budaya self service di atas benar-benar nggak sesuai di Indonesia?! Kebanyakan praktik self-service di atas, emang butuh disiplin diri dan pemahaman terhadap teknologi. Miris aja sih kalau alasan yang digunakan untuk tidak menggunakan sistem self service itu berkisar antara takut alatnya dibobol atau divandal atau biar lebih banyak orang punya pekerjaan. Padahal orang-orang Indonesia juga pastinya punya potensi untuk punya pekerjaan yang lebih baik.

Nah menurutmu gimana guys? Budaya self service yang lebih mandiri dan tertib ini perlu lebih digiatkan di Indonesia atau ya emang tidak cocok sama kebudayaan kita?!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

CLOSE