Bayi 4 Bulan Meninggal, Diduga Karena Terpapar Asap Kebakaran. Yang Begini Mau sampai Kapan?

Bayi meninggal karena asap

Kita yang hidup di Jawa mungkin masih bisa menyambut hari dengan gembira, membuka mata tanpa harus berpikir mau napas pakai apa. Jauh berbeda kondisinya dengan saudara-saudara kita yang hidup di Kalimantan dan Sumatera, mereka harus hidup di tengah kepungan asap, tak tahu kapan berakhirnya. Meski sudah diberitakan habis-habisan, pemerintah masih saja bungkam, seolah tak peduli dengan apa yang terjadi di sana.

Jika puluhan ribu warga di Kalimantan Selatan dilaporkan terserang infeksi saluran pernapasan (ISPA) –menurut data Dinas Kesehatan Kalsel , di Sumatera Selatan baru saja dikabarkan ada bayi 4 bulan meninggal, diduga karena terpapar asap. Kejadian di atas seolah makin menunjukkan kalau bencana kabut asap di sana memang nggak main-main. Akankah yang seperti ini terus terjadi? Harus bagaimana lagi agar pemerintah mau peduli?

Bayi 4 bulan di Sumsel harus kehilangan nyawa diduga setelah terpapar asap kebakaran hutan dan lahan. Sebelumnya bayi itu mengalami sesak napas dan sempat dirawat sebelum akhirnya meninggal dunia

Ayah dari Elsa via regional.kompas.com

Pasangan Ngadirun dan Ita Septiana, warga Kabupaten Banyuasin, Sumsel, harus rela kehilangan buah hatinya yang masih berumur 4 bulan diduga karena terpapar asap kebakaran. Seperti dilansir Kompas , rumah mereka memang sudah terkena dampak asap karhutla sejak 3 hari lalu. Kondisi itu membuat Elsa Pitaloka, bayi malang itu menderita batuk pilek serta perut kembung tak berkesudahan.

Pada Minggu, 15 September pagi, Elsa dibawa ke puskesmas karena kondisinya terus menurun. Ia juga mengalami sesak napas. Setelah kurang lebih 7 jam dirawat, nyawa Elsa nggak bisa tertolong sebelum sempat dirujuk ke RS. Elsa dilaporkan mengalami pneumonia. Kantung udara dalam paru-parunya meradang dan membengkak.

Kondisi kabut asap di Kalimantan nggak kalah bikin prihatin. Kualitas udara di sejumlah kota seperti Palangka Raya dan Pontianak bahkan sampai di level berbahaya

Kondisi kabut asap di Palangka Raya, Kalteng via foto.kompas.com

Untuk mengukur sejauh mana kualitas udara dikatakan berbahaya, ada yang namanya data Air Quality Index (AQI). Rentangnya antara 0 sampai 500 ke atas. Makin tinggi nilainya, makin tidak sehat kualitas udaranya.

Skor 0-5 = kualitas udara bagus, 51-100 = moderat, 101-150 = tidak sehat bagi orang yang sensitif, 151-200 = tidak sehat, 201-300 = sangat tidak sehat, dan 301-500 ke atas = berbahaya.

AQI di Palangka Raya via www.liputan6.com

Pada Senin 16/9 pagi tadi, AQI di Palangka Raya mencapai 553, levelnya sudah masuk kategori berbahaya. Saking pekatnya kabut asap di sana, langit sampai berubah warna jadi kuning. Masyarakat terkepung udara berbahaya, tidak tahu lagi harus lari ke mana. Masker biasa rasanya sudah tidak mempan sama sekali. Keselamatan mereka benar-benar terancam.

Kabut pekat juga terjadi di Pontianak. Sejumlah penerbangan sampai harus dibatalkan karena jarak pandang mengalami penurunan

Bandara Supadio di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat via foto.kompas.com

Bandara Internasional Supadio Pontianak lumpuh akibat pekatnya kabut asap di sana. Sebanyak 19 penerbangan keberangkatan dan 18 penerbangan kedatangan dibatalkan karena jarak pandang di landasan bandara menurun, seperti dikutip Kompas . Hal ini juga berimbas pada banyaknya pembatalan penyewaan kamar di hotel-hotel Pontianak. Nggak menutup kemungkinan bencana ini juga akan melumpuhkan aktivitas bisnis di sana.

Semakin hari rasanya kondisi di Sumatera atau Kalimantan semakin parah saja. Kabut asap seolah tidak ada habisnya. Kebakaran terus terjadi dan meluas. Pada Sabtu 14/9 lalu, satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memantau ada 2.720 titik api yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Entah kapan bencana mematikan ini berakhir. Mari kita doakan agar pemerintah cepat tergerak hatinya dan di sana juga segera turun hujan. Aamiin.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.

Editor

An amateur writer.