Fakta Kerangkeng Manusia Milik Bupati Nonaktif Langkat; Dihuni Pekerja Sawit

Hal tak manusiawi ini terungkap usai sang bupati terkena OTT

Bupati nonaktif Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin-Angin dilaporkan ke Komnas HAM pada Senin (24/1). Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care melaporkan Terbit karena menemukan kerangkeng manusia yang berisikan puluhan pekerja sawit.

Advertisement

Dilansir dari nasional.kompas.com, kerangkeng tersebut mirip dengan penjara, terdapat dua sel di halaman belakang rumah Terbit. Di lokasi, ditemukan para pekerja sawit yang dikurung saat tidak bekerja di ladang. Tak hanya itu, terdapat dugaan indikasi penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi lain yang mereka terima.

Sontak hal ini menjadi trending di media sosial, banyak warganet yang mengecam tindakan ini karena dinilai tidak manusiawi. Masih banyak fakta-fakta lain terhadap kasus kerangkeng manusia milik Terbit, sebagai berikut:

1. Kerangkeng manusia sudah ada sejak 2012 silam, miliki ukuran 6x6m

Ilustrasi kerangkeng manusia

Ilustrasi kerangkeng manusia / Photo by Ron Lach from Pexels

“Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orang tuanya terkait kenakalan remaja,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi dilansir dari Kompas.

Advertisement

Ia kemudian menjelaskan bahwa kedua kerangkeng tersebut berukuran 6×6 meter dan berisikan 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit. Lebih sedikit dibandingkan dengan laporan Migrant Care yang melaporkan 40 manusia yang terkurung.

Menurut pihak kepolisian 27 orang tersebut diantarkan sendiri oleh orang tua masing-masing dengan izin dan pernyataan tertulis. Disebutkan bahwa mereka umunya merupakan warga sekitar lokasi yang menurut surat pernyataan akan direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun.

2. Belum ada izin terkait berdiri dan berjalannya kurungan milik Terbit

Belum ada perizinan

Belum ada perizinan / Photo by Oleg Magni from Pexels

Advertisement

Hadi turut menyebutkan bahwa pada 2017 silam sempat ada koordinasi antara BNNK Langkat dengan Terbit mengenai perizinan tempat rehabilitasi. Namun hingga saat ini belum ada satu pun izin yang dikantongi oleh Terbit.

“Namun sampai detik ini belum ada (perizinannya) dan saat ini sedang didalami oleh tim gabungan,” tuturnya.

Ia turut menegaskan bahwa informasi yang dihimpun masih dikaji kembali, namun sel tersebut memang nyata adanya. Tim kepolisian tengah menghimpun informasi dari warga sekitar dan juga penjaga di tempat tersebut.

3. Diduga, pegawai yang dikurung tidak digaji dan mendapatkan siksaan

Diduga pegawai yang dikurung tidak mendapat gaji dan disiksa

Diduga pegawai tidak dapat jadi dan mendapat siksaan / Credit: Photo by RODNAE Productions from Pexels

Dugaan tersebut disampaikan oleh Anis Ketua Migrant Care, Anis Hidayah. Ia menilai situasi di sana jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.

Ia turut mengungkapkan beberapa laporan seperti halnya para pekerja yang tidak pernah menerima gaji dan juga siksaan lainnya. “Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka,” ujar Anis.

Anis kemudian menambahkan bahwa pekerja sedikitnya bekerja selama 10 jam setiap harinya. Selepas bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak memiliki akses keluar. Mereka bahkan diduga hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak.

4. Menanggapi laporan “Dugaan Perbudakan Modern”, Komnas HAM beri perhatian serius

Ilustrasi tahanan milik Terbit

Ilustrasi adanya perbudakan modern dalam kerangkeng / Credit: Photo by Ron Lach from Pexels

Dikutip dari BBC, Migrant Care melaporkan kasus ini ke Komnas HAM dan menyebutnya sebagai “dugaan perbudakan modern” yang digunakan untuk pekerja sawit. Komnas HAM tentunya menanggapi laporan ini dengan serius.

Untuk peristiwa sejenis ini, ini sangat mengejutkan dan ini baru kami dengar pertama kali. Maka kami memberikan perhatian serius atas kasus ini,” kata Komisioner Komnas HAM, Muhammad Choirul Anam kepada BBC News Indonesia Senin (24/1).

Menindaklajuti hal ini, Choirul juga mengatakan Komnas HAM segera mengirim tim ke Langkat pekan ini untuk menindaklanjuti temuan kerangkeng manusia itu. Ia pun menyatakan bahwa situasi yang dihadapi sangat urgent sehingga mereka perlu melihat dan mendalami secara langsung peristiwa tersebut.

Terbit Rencana Perangin-Angin, S.E. adalah seorang yang menjabat sebagai Bupati Langkat sejak 20 Februari 2019 hingga terjerat kasus OTT (operasi tangkap tangan) KPK pada 19 Januari 2022. Kini dirinya dinyatakan sebagai bupati nonaktif.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Pemerhati Tanda-Tanda Sesederhana Titik Dua Tutup Kurung

CLOSE