Gelaran Konser Rock di Candi Prambanan Tuai Kecaman Ahli Arkeologi. Situs Budaya Kok Buat Konser?

Penggila musik rock, khususnya yang tinggal di Yogyakarta, tentu sangat menunggu-nunggu kehadiran konser musik internasional 2017 bertajuk “Jogjarockarta” yang akan diselenggarakan tanggal 29-30 September 2017 besok. Konser yang dipromotori oleh Rajawali Indonesia Communication ini rencananya akan berlangsung di halaman kedua komplek Candi Prambanan. Tapi acara yang akan dimulai dalam hitungan jam itu malah tersandung sedikit masalah setelah Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) melayangkan protes soal pilihan lokasi yang menggunakan situs bersejarah untuk konser musik rock.

Advertisement

Memangnya apa sih alasan IAAI sampai benar-benar mendesak pemerintah dan pengelola candi untuk mencabut izin konser tersebut? Padahal “Jogjarockarta” bukan gelaran konser pertama yang diselenggarakan di sana. Tapi baru sekarang protes semacam itu dilayangkan. Daripada penasaran, yuk simak dulu artikel Hipwee News & Feature kali ini!

Melalui surat edaran, IAAI secara tegas memprotes perhelatan konser rock tersebut karena bisa mengganggu nilai kesakralan candi

Pernyataan IAAI via Hipwee

Sebuah keterangan tertulis yang dikeluarkan IAAI tersebar melalui media sosial. Dalam pernyataan tersebut IAAI mengatakan secara tegas bahwa mereka menolak pagelaran Jogjarockarta International Rock Music Festival 2017 di halaman kedua Kompleks Candi Prambanan, 29-30 September besok. Secara etika, mereka menilai Candi Prambanan yang notabene adalah situs bersejarah dan tempat ibadah umat Hindu, tak seharusnya dipergunakan untuk menyelenggarakan konser, apalagi dengan genre rock yang dikenal keras musiknya.

Acara-acara semacam itu dikhawatirkan juga bisa menyinggung perasaan umat beragama jika digelar di area peribadahan. Apalagi Komplek Candi Prambanan sudah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO, pada 1991 lalu. Wajar jika keberadaannya benar-benar harus dijaga.

Advertisement

Pelarangan ini juga didasarkan hasil kajian Tim Balai Konservasi Borobudur yang menyatakan tingkat kebisingan konser di Candi Prambanan telah melebihi batas yang sudah ditentukan

Konser di candi sebelumnya terbukti sangat bising via banten.co

Tak hanya itu, berdasarkan hasil kajian Tim Balai Konservasi Borobudur, tingkat kebisingan konser Prambanan Jazz 2017 pada Agustus kemarin dinilai sudah melebihi batas yang ditentukan. Getaran yang dihasilkan dari sound system konser tersebut bisa menyebabkan kerusakan pada struktur bangunan candi. Kalau konser Jazz saja dianggap bisa merusak candi, bagaimana dengan konser rock? Wajar saja kalau IAAI sampai mendesak pihak-pihak berwenang untuk mencabut izin konser Jogjarockarta.

Selain itu, IAAI melalui Ketua Umumnya, Djuwita , menyarankan agar pihak promotor memindahkan lokasi pagelaran konser tersebut ke tempat lain supaya tidak mengganggu warisan budaya dan memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang sudah ditentukan.

Jogjarockarta sempat alami kesulitan perizinan. Sebelumnya acara akan digelar di Stadion Kridosono. Tapi pada akhirnya mereka memperoleh izin dari pengelola candi

Advertisement

Press conference Jogjarockarta via en.brilio.net

Sebelum diputuskan akan digelar di Candi Prambanan, pihak promotor berencana melangsungkan konser tersebut di Stadion Kridosono. Tapi sebelum keputusan menggunakan stadion tersebut, rencana penggunaan Candi Prambanan sebagai lokasi konser sudah menyeruak ke publik. Tapi kabarnya rencana tersebut urung direalisasikan karena sistem perizinan yang sulit.

Setelah membuat banyak masyarakat penasaran, pada 12 September lalu pihak promotor akhirnya menggelar jumpa pers dan memastikan bahwa konser akan dilangsungkan di Candi Prambanan karena izin sudah diperoleh. Seperti dilansir Tribun, CEO Rajawali Indonesia Communication, Anas Syahrul Alimi, pihaknya memakai kawasan Candi Prambanan sebagai venue konser tak lain untuk ajang promosi kearifan budaya Indonesia ke kancah internasional.

Lantas bagaimana sih sistem perizinan sebenarnya kalau ingin menggelar acara di situs budaya seperti candi?

Harus melalui sistem perizinan khusus via news.okezone.com

Tentu kamu masih ingat, beberapa hari lalu penyanyi cantik Vicky Shu resmi menggelar pernikahan dengan seorang pengusaha, di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Keputusan Vicky Shu untuk menggunakan candi sebagai lokasi pernikahan tentu mengundang banyak tanya. Memang harus bayar berapa? Dan gimana sistem perizinannya ya?

Sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan, candi punya sistem perizinan khusus bagi siapapun yang mau memanfaatkannya untuk kegiatan tertentu. Kalau berdasarkan standar operasionalnya sih, candi-candi ini boleh dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan dalam ruang lingkup tertentu, seperti untuk tujuan ibadah, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, atau pariwisata. Meski begitu, mereka harus memenuhi beberapa persyaratan, termasuk mendapat izin tertulis dari Kepala Balai Konservasi dan Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya.

Kalau bicara soal situs budaya, nyatanya nggak cuma acara konser aja lho yang berpotensi merusak bangunan peninggalan sejarah itu, tapi juga para turis yang berwisata kesana. Kamu tentu masih ingat kasus wisatawan Candi Borobudur yang memanjat stupa cuma untuk berfoto! Padahal memanjat candi, menduduki dan menginjak stupa jelas-jelas dilarang. Belum lagi yang meninggalkan sampah atau merusak benda-benda di sekitar candi. Jadi wajar saja kalau pemerhati warisan budaya sampai khawatir kalau suatu saat bangunan-bangunan itu bisa rusak karena tangan manusia.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.

CLOSE