4 Golongan Orang yang Paling Rentan Terkena Anemia. Apakah Kamu Salah Satunya?

Orang Rentan Anemia

Di artikel sebelumnya kita sudah bahas tentang apa itu anemia, dampak anemia, hingga gejala yang paling sering muncul seperti 5L (lemah, letih, lesu, lemas, lalai) dan sakit kepala yang berkepanjangan. Sedang gejala lainnya yang mungkin muncul seperti sesak napas, tangan dan kaki dingin, detak jantung tidak normal, napas pendek dan cepat, serta masih banyak lagi. Yang nggak kalah penting untuk diketahui adalah seberapa besar sih kemungkinan kita untuk mengalami anemia? Dengan begitu, kita akan jadi lebih awas dan bisa menjaga diri lebih baik lagi untuk mencegahnya.

Anemia adalah masalah kesehatan besar yang dialami oleh seluruh dunia. Menurut data WHO, hampir sepertiga penduduk dunia mengalami anemia, lho. Kurang lebih 800 juta di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Nah, kalau di Indonesia sendiri bagaimana sih? Sama saja, anemia juga masih menjadi permasalahan kesehatan yang harus diselesaikan. Apalagi anemia, khususnya anemia defisiensi besi, sangat erat kaitannya dengan status gizi. Sedangkan di Indonesia, status gizi terutama pada anak-anak dan remaja masih menjadi masalah besar juga. Kalau mengacu pada data Riskesdas 2013 , proporsi remaja usia 15-24 tahun yang menderita anemia sebesar 18,4%.

Sebenarnya, anemia bisa dialami oleh siapa saja, sih. Namun, ada beberapa faktor yang membuat kamu berisiko lebih tinggi. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko anemia , antara lain: pola makan  yang salah, gangguan pencernaan, sedang hamil, menderita penyakit kronis, dan mengalami pendarahan akibat luka atau pasca operasi.

Nah, selain kondisi-kondisi di atas, ada juga kelompok-kelompok tertentu yang memiliki risiko tinggi mengalami anemia. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, utamanya adalah kondisi tubuhnya sendiri. Berikut kelompok yang paling rentan mengalami anemia.

Bayi dan anak-anak

Anak-anak (foto: Panida Wijidpanya/iStockphoto) via www.hipwee.com

Kelompok yang berisiko paling tinggi mengalami anemia adalah bayi dan anak-anak. Keduanya membutuhkan asupan zat besi yang cukup banyak untuk masa pertumbuhan. Pada bayi, kekurangan zat besi bisa terjadi karena banyak hal, misalnya lahir prematur, kekurangan berat badan, hingga kesalahan saat pemberian makanan pendamping ASI.

Sedangkan pada anak-anak, salah satu penyebab Anemia Defisiensi Gizi adalah rendahnya asupan makanan yang kaya akan zat besi. Misalnya daging merah, kacang-kacangan dan sayur mayur. Ini bisa terjadi karena anak-anak cenderung  pilih-pilih makanan, sehingga apa yang dikonsumsi jauh dari asupan gizi seimbang. Misalnya, anak lebih suka minum susu, padahal susu merupakan makanan yang rendah kadar zat besi. Karena hal inilah, bayi dan anak-anak sangat rentan mengalami anemia.

Sebagai pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan memenuhi kebutuhan nutrisi anak dan memberinya banyak makanan yang kaya protein dan zat besi. Sementara untuk anak-anak, bisa diberikan obat cacing. Karena ternyata kecacingan ini juga bisa membuat seseorang terkena anemia.

Ibu hamil

Ibu hamil (foto: frestock.org/Pexels) via www.hipwee.com

Saat hamil, jumlah sel darah merah total dalam sirkulasi akan meningkat karena kebutuhan oksigen maternal dan jaringan plasenta juga meningkat. Karena itulah ibu hamil membutuhkan lebih banyak zat besi untuk memproduksi hemoglobin. Biasanya anemia ini dialami ibu hamil pada trimester kedua dan ketiga masa kehamilan. Sebenarnya, anemia di masa kehamilan akibat penambahan jumlah darah ini umum dialami oleh semua ibu hamil. Tapi kalau nggak diperhatikan dan ditangani dengan baik, bisa berisiko, baik bagi ibu maupun bayi. Bagi bayi, anemia bisa meningkatkan risiko lahir prematur dan berat badan lahir rendah. Sedangkan bagi Ibu, anemia yang nggak tertangani bisa menyebabkan kematian.

Di Indonesia, angka ibu hamil yang mengalami anemia cukup besar lho. Karena itu, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) menjadi salah satu solusi untuk mengatasi hal ini. Selama masa kehamilan dan nifas, ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi TTD. Selain TTD, ada juga program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) untuk memenuhi gizi dan nutrisi yang dibutuhkan selama masa kehamilan.

Orang lanjut usia

Orang berusia 65 tahun ke atas (foto: Tristan Lee / Pexels) via www.hipwee.com

Orang berusia 65 tahun keatas rentan mengalami anemia. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya fungsi-fungsi tubuh, salah satunya adalah produksi sel darah merah. Di usia tua, anemia bisa terjadi karena kekurangan zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Selain itu, anemia juga sering terjadi karena pengaruh penyakit lain seperti gangguan ginjal, kanker, dan gagal jantung. Anemia di usia lanjut ini cukup berbahaya dan harus segera ditangani lho. Salah satu dampak yang paling mudah dilihat adalah anemia membuat tubuh lemas dan kurang bertenaga. Sehingga rawan menjadi penyebab jatuh bagi orang lanjut usia.

Pada dasarnya pencegahan anemia itu bisa dilakukan dengan memperbaiki pola makan agar kebutuhan gizi dalam tubuh terpenuhi. Nggak berbeda juga dengan anemia pada orang berusia lanjut. Mengonsumsi makanan tinggi zat besi dan asam folat akan membantu menambah darah, dan mencegah anemia pada usia lanjut.

Remaja putri

Remaja putri berisiko tinggi (foto: dok. Nutrition International) via www.hipwee.com

Di artikel sebelumnya sudah dibahas bahwa remaja putri berisiko lebih tinggi untuk mengalami anemia karena kehilangan banyak darah saat menstruasi. Sehingga bisa menurunkan kadar hemoglobin dalam sel darah merah. Nggak cuma itu, dampak anemia pun lebih serius pada remaja putri dibandingkan remaja putra karena erat kaitannya dengan proses kehamilan dan persalinan nanti.

Faktor lain yang membuat remaja rentan anemia adalah kurangnya asupan gizi khususnya protein, vitamin (asam folat dan vitamin B12) dan mineral (zat besi). Dikutip dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia , saat ini Indonesia masih punya tiga pe-er masalah gizi, yaitu stunting (yaitu kekurangan gizi yang menyebabkan anak memiliki tinggi badan yang lebih rendah), wasting (yaitu kondisi di mana berat badan nggak seimbang dengan tinggi badan alias terlalu kurus), dan obesitas, serta kekurangan zat gizi mikro (biasanya Vitamin A, yodium, dan zat besi). Karena inilah, kekurangan asupan gizi, khususnya zat besi, adalah penyebab tertinggi anemia di usia remaja, khususnya di Indonesia.

Apa sih yang membuat remaja mengalami masalah gizi? Ada banyak penyebabnya, misalnya pola makan yang nggak sehat dan nggak seimbang, keinginan untuk punya image/persepsi tubuh ideal seperti model, kurang konsumsi makanan sehat dan bergizi karena faktor eknomi keluarga, ataupun pilihan makanan favorit yang salah. Siapa nih yang lebih suka makan snack mecin ketimbang buah-buahan? Atau siapa yang lebih suka makanan instan ketimbang sayur dan lauk pauk masakan Ibu?

Untungnya, anemia ini bisa dicegah dan sangat mungkin ditangani untuk sembuh. Sebagai bentuk pencegahan, kita harus mulai lebih memperhatikan asupan gizi sehari-hari. Nah, untuk para remaja, kamu bisa ikutan Kursus Gizi dan Anemia Remaja di website Nutrition Indonesia . Di sana kamu bisa belajar dengan pakar teknis Nutrition International tentang nutrisi apa saja sih yang kamu butuhkan dan apakah saat ini nutrisi itu sudah tercukupi. Gratis, kok!

Jangan cuma kursus doang, tetapi juga diterapkan, ya. Pastikan kamu mengkonsumsi banyak makanan tinggi zat besi seperti hati ayam, ikan, kacang kedelai, kacang hijau, bayam merah, telur dan lain-lain. Kamu juga perlu mengkonsumsi banyak makanan tinggi vitamin C yang bisa bantu proses penyerapan zat besi dalam tubuh. Selain itu, jaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar, serta minum Tablet Tambah Darah (TTD) rutin 1 tablet seminggu sekali. TTD akan membantu meningkatkan kadar zat besi dalam tubuhmu, sehingga kamu terbebas dari gejala-gejala anemia seperti Lemah, Lelah, Lemas, Lesu, dan Lalai. Ingat, ya, jangan minum TTD bersamaan dengan teh, kopi, ataupun susu, karena minuman-minuman tersebut bikin penyerapan zat besi dalam tubuh jadi nggak optimal.

Yuk, cegah anemia mulai dari sekarang. Karena mencegah itu lebih baik daripada mengobati.

Ditinjau oleh dr. Haryo Dimasto Kristiyanto

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Kopito Ergo Sum -- Aku minum kopi maka aku ada.