Guru SMK di Purwokerto Budayakan Menampar Muridnya yang Suka Membolos, Perlukah Hukum Bertindak?

Guru SMK di Purwokerto tampar muridnya

Bagi kita generasi 90-an dan sebelumnya, mungkin cerita soal guru yang menampar, memukul pakai penggaris, atau menjewer telinga muridnya sudah jadi perkara yang wajar. Tapi sejak hak asasi manusia digaungkan, kekerasan macam itu tidak lagi dianggap normal. Apalagi sejak banyak video kekerasan guru pada muridnya diunggah di media sosial, orang jadi makin sepakat kalau perlakukan itu tidak benar. Sekarang juga sudah banyak dasar hukum yang mengatur soal ini. Kalau dipikir-pikir, seorang guru yang harusnya jadi panutan,memang tidak patut melakukan kekerasan pada siswanya sih ya.

Kali ini giliran SMK Kesatrian Purwokerto yang jadi sorotan. Seorang guru inisial LS banyak jadi perbincangan setelah videonya menampar murid-muridnya viral di media sosial. Tidak lama setelah video itu tersebar, LS membuat klarifikasi bersama para korbannya. Katanya, ia punya alasan kuat kenapa melakukan hal tersebut. Lantas, pantaskah tenaga pendidik menghukum muridnya pakai kekerasan? Lalu gimana kejadian ini dipandang dari sisi hukum? Simak ulasan Hipwee News & Feature berikut ini.

LS menampar beberapa siswanya secara bergantian di depan kelas. Sedangkan yang lainnya sibuk merekam menggunakan ponsel

Video guru tampar murid ini pertama kali diunggah di Facebook pada Kamis (19/4) kemarin. Dalam video, tampak LS menampar muridnya bergantian di depan kelas dengan disaksikan murid-murid yang lain. Dilansir dari Kompas , Wakil Kepala Kesiswaan, Inayah Rahamawati, membenarkan kejadian yang terjadi sekitar pukul 09.00 di ruang kelas XI itu. Dari keterangan DF, si perekam video, ia memang diperintah LS untuk mengabadikannya. Tujuannya adalah untuk disebar di grup kelas dan dijadikan pembelajaran internal.

Dalam klarifikasinya, LS mengaku menampar karena murid-muridnya itu sudah berkali-kali membolos pelajarannya dan malah pergi ke kantin

Sadar dirinya banyak jadi perbincangan, LS membuat video klarifikasi dengan menghadirkan para korban yang ia tampar. Di video itu LS menjelaskan kalau perlakuannya itu bukan tanpa alasan. Para siswa yang ditampar itu dilaporkan sudah berulang kali membolos pelajarannya. LS juga memastikan tidak ada siswa yang keberatan ia tampar. LS juga mengizinkan siswanya kalau memang mereka mau membalas tamparannya. Tidak lupa LS juga meminta maaf kepada murid-muridnya.

Menghukum siswa memang tidak dilarang, selama hukuman itu tidak mengandung unsur kekerasan. Lagipula sudah menjadi tanggungjawab guru juga buat mendisiplinkan siswanya

Hukuman push up via www.merdeka.com

Guru memang punya kebebasan menghukum siswa, seperti tercantum dalam PP Nomor 74 Tahun 2008 , tentang Perlindungan Terhadap Profesi Guru. Terlebih kalau siswanya memang terbukti melanggar norma atau peraturan yang sudah ditetapkan. Tapi perlu dilihat dulu bagaimana bentuk hukumannya. Kalau hukuman fisik seperti push up, sit up, membersihkan kelas, atau lari keliling lapangan sih boleh saja, asal tidak berlebihan. Meski begitu, hukuman tersebut sebaiknya juga harus disepakati terlebih dahulu oleh guru dan siswa, serta diinformasikan kepada orang tuanya.

Yang jadi masalah kalau hukuman tersebut menyebabkan sakit fisik dan psikis, seperti yang dilakukan LS, meskipun dalihnya untuk membuat siswa jera dan lebih disiplin

LS saat menampar muridnya via viral.solopos.com

Pakar pendidikan, Arief Rachman, dilansir BBC , mengatakan kalau hukuman dalam pendidikan seharusnya mampu memberikan kesadaran siswa untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi. Kalau sudah melibatkan kekerasan fisik dan psikis ya jelas dilarang. Soalnya kekerasan semacam itu bukan malah membuat jera, siswa justru bisa mengalami trauma mendalam yang akan berdampak pada kondisi mentalnya di kemudian hari.

Tindak kekerasan fisik atas nama pendidikan jelas-jelas dilarang dan sudah diatur dengan rapi dalam UU Perlindungan Anak dan Kode Etik Guru Indonesia

Tindak kekerasan dalam dunia pendidikan dilarang via www.netralnews.com

Larangan soal tindak kekerasan guru kepada siswa ini juga sudah diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, tepatnya di pasal 54 ayat (1) dan (2). Berikut bunyinya:

(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.

Sebagai tenaga pendidik, guru juga punya kode etik yang harus dipatuhi. Dalam Kode Etik Guru Indonesia pasal 2 ayat (4) dan (5), menyebutkan bahwa guru wajib:

(4) Menghormati martabat dan hak-hak serta memperlakukan peserta didik secara adil dan objektif.

(5) Melindungi peserta didik dari segala tindakan yang dapat menganggu perkembangan, proses belajar, kesehatan, dan keamanan bagi peserta didik.

Soal gimana cara “mendisiplinkan siswa” ini memang sering jadi perdebatan. Sebagian orang bilang kalau, generasi bangsa justru tidak akan maju jika sedikit-sedikit guru dilaporkan cuma karena menghukum siswanya. Padahal tujuannya baik. Ya kalau sudah begini seharusnya dikembalikan lagi ke seberapa parah hukuman yang diberikan itu. Agar tidak menimbulkan kerugian, ada baiknya kalau diberlakukan batasan-batasan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dijadikan hukuman oleh guru kepada siswanya. Nah, menurutmu gimana nih guys?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.