Indonesia Rentan Obesitas, Perlukah Pemerintah Terapkan Pajak Obesitas Seperti Pemerintah Jepang?

Penjelasan soal pajak obesitas

Kisah perjuangan orang Indonesia menghadapi obesitas yang belakangan ini terkuak, mungkin baru hanya di permukaan saja. Dari bocah 12 tahun Arya Permana yang kini berhasil menurunkan berat badannya hingga seratus kilo, sampai kisah terbaru dari Titi Wati yaitu perempuan 36 tahun yang masih ‘dilumpuh’-kan oleh kelebihan berat badannya sendiri — hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia sebenarnya rentan obesitas. Menurut laporan Jakarta Post ini, Indonesia termasuk salah satu negara paling obese di Asia Tenggara. Terutama anak-anak di Indonesia, adalah kelompok paling rentan.

Advertisement

Hanya segelintir penderita obesitas bisa memiliki kisah sukses seperti Arya. Lebih banyak orang obesitas yang mengalami komplikasi serius dan bahkan berakhir fatal. Titi saja kini hanya bisa berbaring karena berat badannya yang sudah mencapai 350 kg sangat membatasi kesehariannya. Mungkin ini saatnya pemerintah ‘gercep’ mengambil langkah serius untuk mengatasi isu kesehatan serius yang tampaknya masih banyak dihiraukan masyarakat Indonesia ini. Atau mungkin kita bisa mengambil inspirasi dari kebijakan pemerintah Jepang yang sudah menerapkan ‘pajak obesitas’. Ada beneran lo pajak khusus obesitas di sana. Apa itu pajak obesitas dan bagaimana kerjanya ya? Yuk simak bareng Hipwee News & Feature!

Obesitas di Indonesia tampaknya masih jadi masalah terselubung, padahal penderitanya semakin banyak. Kurangnya edukasi gizi jadi salah satu penyebabnya

Indonesia makin rentan obesitas via pojoksatu.id

Obesitas dulu identik dengan gaya hidup berlebihan di negara-negara maju, di mana notabenenya warganya memiliki lebih banyak uang untuk dihamburkan. Kini gambaran itu jelas tidak tepat. Banyak juga negara-negara berkembang atau miskin yang mengalami permasalahan obesitas serius. Negara paling obese di dunia pun ternyata bukan negara asal fast food Amerika Serikat, tapi negara kepulauan kecil bernama Nauru. Meski tidak memiliki uang lebih untuk membeli makanan, nyatanya kelompok ekonomi menengah ke bawah justru jadi kelompok paling rentan terkena obesitas.

Menurut Institute for Natural Healing , hal ini terjadi karena mereka cenderung memilih makanan murah yang tinggi kalori karena kurangnya edukasi gizi di negara-negara berkembang. Istilahnya, asal cepat bikin kenyang, ya hajar saja. Hal inilah yang juga mungkin sedang terjadi di Indonesia. Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas), dikutip CNN , mengungkap tren obesitas di Indonesia yang memang mengalami peningkatan, dari yang cuma 15,4% (tahun 2013) jadi 20,7% (tahun 2016). Kalau digali lebih dalam, pasti banyak banget kisah-kisah Arya atau Titi yang lain…

Advertisement

Kalau sudah begini, perlukah pemerintah Indonesia mengambil kebijakan seperti ‘pajak obesitas’ yang sudah diberlakukan Jepang? Di sana, tingkat obesitasnya memang rendah banget

Jepang menerapkan pajak obesitas via nihonscope.com

Pajak obesitas atau yang juga dikenal ‘Metabo Law’ ini dikenakan ke perusahaan yang kedapatan memiliki karyawan penderita obesitas. Tidak diketahui berapa ketentuan jumlah minimal karyawan yang obesitas, tapi kalau dilansir dari Love Money , karyawan laki-laki dengan ukuran pinggang lebih dari 85 cm dan wanita lebih dari 90 cm, akan dikategorikan ‘over weight’. Kalau ketahuan, perusahaan itu bakal didenda, dan individu yang obesitas bakal diberi bimbingan konseling, motivasi, serta dimonitor.

Dan regulasi ini, dikutip dari Nihon Scope , sudah berhasil menurunkan angka obesitas di Jepang sebanyak 1% lo, guys! Kan lumayan…

Atau seperti negara lain yang menerapkan pajak lebih tinggi untuk makanan manis dan berkalori tinggi. Pokoknya biar mencegah atau mempersulit warganya jadi tambah gemuk

Advertisement

Ada juga yang menerapkan pajak gula via www.independent.ie

Denmark jadi pelopor negara yang memberlakukan pajak lebih tinggi untuk makanan dengan kandungan lemak jenuh lebih dari 2,3%, seperti keju, butter, daging, dan makanan olahan. Tapi aturan yang berlaku sejak 2011 lalu itu harus dicabut setahun kemudian karena harga inflasi makanan dan pengaruhnya pada pekerja di sana. Karena regulasi itu, bahkan banyak orang Denmark jadi pergi ke Jerman atau Swedia cuma buat membeli makanan favoritnya yang notabene lebih murah.

Kalau di Hungaria ada yang namanya pajak gula. Penerapan regulasi ini bisa dibilang berhasil, soalnya gara-gara aturan itu, orang Hungaria jadi otomatis mengurangi konsumsi gula, minuman berenergi, dan minuman ringan. Pajak gula juga ternyata diterapkan di Afrika Selatan dan Norwegia lo.

Hmm, kira-kira menurut kalian, perlukah Indonesia menerapkan regulasi serupa? Mengingat angka obesitas juga makin tinggi. Kan kasihan kalau kebanyakan orang obesitas, kita jadi kekurangan penduduk usia produktif.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.

CLOSE